25. Sesal

6.8K 1K 64
                                    

The Sweetest Daddy

Sesal

[]

Agniya melihat keberadaan seorang tukang bersih-bersih yang biasanya mengurus sampah berdiri di pintunya yang tak langsung dibukanya. Agni ingin memastikan apa yang akan dia hadapi, makanya lebih dulu dia mengecek siapa yang ada di depan pintu melalui interkom yang ada. Meski bingung, Agni akhirnya membukakan pintu.

"Ada apa, ya, Pak?" tanya Agni tidak melihat ada bekas sampah di depan pintunyaa atau apa.

"Itu, Bu ..." Si tukang bersih-bersih menunjuk keberadaan Barata. "Saya permisi, ya, Bu. Maaf mengganggu."

Bisa apa Agniya jika ternyata orang tersebut dimintai tolong untuk keinginan Barata supaya Agni keluar dari dalam. Pria itu paham untuk menggunakan cara yang tidak sama seperti siang tadi.

Agni berniat masuk sendiri, tapi Barata dengan gerakan cepat menahan daun pintu dan masuk tanpa bisa Agni cegah. Tubuh Agni sedikit terhuyung ke depan, dengan sigap Barata menahannya.

Ada getaran yang tidak bisa Barata dan Agni lumpuhkan akibat sentuhan tak sengaja mereka. Cinta yang tumbuh tidak bisa dibohongi. Meski mencoba melupakan, tetap saja sentuhan seperti ini membuat keduanya lemah.

Melepaskan pegangan Barata, segera Agni mengupayakan penolakan tegas. Mereka tidak bisa berdekatan seperti ini.

"Untuk apa kamu di sini?" Agniya membuat panggilan yang mengejutkan untuk Barata dengar. Meski sebelumnya sudah, sekali lagi Barata diperlakukan seperti orang asing.

Mereka kini saling berhadapan, memberikan ruang pada Barata untuk menatap Agnia lebih lama. Agniya tidak tahu bahwa membaca pancaran mata Barata yang sendu, mampu membuat lututnya lemas dan perutnya merasakan ngilu.

"Sebenarnya apa niatan—"

Pelukan itu langsung membungkam kalimat Agni yang akan diteruskan untuk mengusir Barata. Dia tidak percaya akan seperti ini jadinya. Pelukan hangat kembali Agnia rasakan, membuat dilema sekaligus rindunya memuncak.

"Saya sudah tahu semuanya, Agni. Saya sudah tahu."

Membelalak tak percaya, Agniya merasakan kepala Barata masuk dalam ceruk lehernya. Pria itu mencari posisi ternyaman dari Agni. Namun, Agni tak bisa membiarkan posisi mereka seperti itu dalam waktu lama.

Mendorong bahu Barata, perempuan yang sedang hamil itu memilih untuk memberi jarak pada Barata.

"Agni ..."

"Kita cuma saling menyakiti, Om. Aku nggak mau sakit hati lagi karena nggak dipercaya atas apa pun yang nggak aku perbuat."

Barata tidak menyerah. Dia mendekat, memutus jarak untuk bisa menyentuh lengan dan perut Agniya.

"Maafkan saya, Agniya. Sungguh saya meminta maaf karena semua kebodohan yang saya lakukan. Saya termakan amarah, menyiksa kamu hingga harus seperti ini. Saya nggak peka bahwa kamu sedang membawa nyawa bayi kita. Maafkan saya, Agniya. Maaf."

Agniya tahu ada getaran yang muncul dalam suara Barata. Pria itu menahan tangisan yang pasti terdorong dari penyesalannya. Agniya tidak menghentikan Barata ketika pria itu menangis dan menunduk guna mencium perutnya. Agniya terkesima, meski dia tetap mempertahankan keras hatinya untuk tidak kembali seperti semula dengan Barata.

"Bagus kalau Om—kamu sudah tahu," kata Agni sembari memundurkan diri. Dia mencari tempat untuk berjarak lagi dengan Barata.

Sesungguhnya Barata juga paham perempuannya itu berusaha untuk menghindari kontak fisik yang terlalu banyak diantara mereka. Namun, Barata tak ingin menghentikannya. Dia ingin dekat dengan Agniya, dekat dengan calon bayi mereka. Tidak lagi berjarak dan tidak akan peduli pada ucapan orang lain mengenai Agniya. Barata menginginkan Agniya.

"Saya tahu bahwa Karta yang melakukan semua ini, Agni. Maaf membiarkannya membuat kamu menderita."

Agniya menatap pria itu tak percaya. Kenapa malah membahas Karta ke dalam pembicaraan mereka? Apa Barata sudah benar-benar tahu mengenai dalang dari semua masalah ini?

"Karta? Kenapa Karta?" Otomatis saja Agniya bertanya demikian.

"Karena Karta yang mempengaruhi Khrisnan untuk melakukan semua ini. Dia menghasut Khris dengan kalimat bahwa saya nggak akan menyayangi putra saya itu ketika memiliki kamu dan bayi kita. Dia—"

"Lebih baik kamu pergi dari sini."

Agniya tidak ingin mendengar penjelasan Barata. Pria itu belum paham sepenuhnya bahwa semua ini adalah Khrisnan dalangnya! Bukan Karta yang melakukannya. Sungguh, Agniya tahu percakapan Khris dengan orang suruhannya—yang adalah Karta—bahwa Khris adalah orang yang culas dan tidak segan memaki orangnya ketika ada kesalahan yang terjadi.

Jadi, kesimpulannya Barata tidak akan pernah menyalahkan putranya. Agniya juga tidak ingin dinilai mendorong Barata untuk membenci putranya sendiri. Lebih baik bersikap membenci Barata saja, ketimbang dia disalahkan jika menyebut nama Khris sebagai orang yang jahat di sini.

"Apa maksud kamu? Kita harus bicara, Agni. Kenapa kamu mengusir saya lagi?"

Wajah Agni mengeras. "Karena kamu nggak cukup tahu apa-apa! Bukan Karta pelakunya, dan kamu jelas salah sasaran."

"Tapi Karta yang membenci kamu! Dia yang membuat kamu dibawa Khris—"

"Putra kamu yang jahat! Dia yang memiliki pemikiran ini! Dia yang menyuruh Karta untuk melakukan segalanya ke aku! Dia ... pelakunya."

Agniya bisa melihat pucatnya wajah Barata. Pria itu pasti tak percaya dengan apa yang Agni sampaikan. Lagi pula, meskipun Khris jahat. Bisa apa Barata kepada putranya sendiri?

"Kamu nggak akan percaya, kan? Kamu akan tetap dengan pendirian kamu, bahwa Khrisnan nggak bersalah apa-apa. Aku yang salah menilai anak kamu. Sudah, kan? Silakan pergi dari sini. Aku nggak mau kalau sampai mendapatkan masalah karena Khris mengira aku akan kabur bersama kamu."

Barata tertegun sejenak. Dia tidak langsung menimpali ucapan Agni yang mengatakan bahwa Khrisnan, putranya, adalah pelakunya dalam kasus ini.

"Kenapa kamu takut kalau Khris sampai ke sini? Kenapa kamu memikirkannya kalau saya memang berniat membawa kamu pergi?"

Agniya menggelengkan kepala. Dia sudah lelah harus ditarik sana dan sini. Keinginan Khris hanya satu, Agni tidak memiliki hubungan dengan papanya. Khris ingin melihat keluarganya bahagia. Agniya juga tidak ingin menjalani hidup sebagai simpanan saja. Suatu saat, setelah bayinya lahir, dia akan pergi dan membangun hidup normal dengan anaknya kelak. Dengan begitu, Khris bisa tenang bersama keluarganya.

"Nggak ada alasan. Aku udah capek harus lari ke sana dan kemari. Toh, anak kamu sudah baik dengan memberikan fasilitas lengkap untukku. Aku nggak perlu yang lain. Nggak dengan tinggal dengan pria yang nggak percaya denganku."

Sindiran itu mampu membuat Barata bungkam. Dia tidak bisa terlepas dari tanggung jawab menyembuhkan perasaan Agni yang kecewa padanya karena tak diberikan kepercayaan.

"Baik kalau begitu." Barata tidak tanggung lagi memberikan seluruh usahanya untuk Agni. "Saya akan datang rutin ke sini. Setiap hari. Bahkan setiap saat ketika kamu membutuhkan sesuatu, Agniya. Saat ini saya belum tahu apa alasannya kamu tidak ingin lepas dari kekangan Khris, tapi nggak apa. Biar saya yang berusaha kali ini."

Agniya tidak tahu lagi harus bicara apa. Dia diam. Membiarkan Barata yang bergerak mendekatinya dan mencium bibirnya pelan sembari mengusap perutnya.

"Saya sangat menyayangi kalian."

Jika ini perlakuan Barata pada Agni. Apa kabar hatiku?



[ Mari kita lihat usahanya Barata, yes.😌]

Sweetest Daddy/ Tamat Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang