The Sweetest Daddy
Rindu
[]
Barata tidak menyangka bahwa gadis selugu Agniya lama-lama bisa menjadi begitu atraktif. Meski tidak selalu menjadi sangat atraktif, tidak apa. Yang terpenting adalah perempuan itu selalu mengandalkan Barata. Bukan pria lain. Yang terpenting Agni tidak main-main darinya, karena jika itu terjadi, Barata tidak akan memaafkannya.
"Papa habis telepon sama siapa?"
Barata terkejut mendapati putranya sudah berada di dalam ruangannya. Padahal ini masih jam kerja, bagaimana bisa Khrisnan berada di sana?
"Loh, Khris? Kamu nggak di kantormu?" Barata berbalik tanya pada Khrisnan. Dia tidak tahu bahwa menjadi putranya bisa sebegini mudahnya untuk berinteraksi pada jam kerja.
"Ada rekaman yang harus aku lakukan di sini, Pa. Bukannya Karta tahu?"
Bukan salah Karta yang tidak memberitahu Barata, tapi justru salah Barata sendiri yang terlalu sibuk mengurus Agni dengan semua perpesanan yang dikirimkan gadis itu.
"Oh, Karta nggak bilang sama papa." Barata lebih memilih memudahkan diri sendiri dengan menjadikan Karta sebagai kambing hitam. "Jadi, kamu mau bicara sama papa dulu, Khris?"
Khrisnan merasakan perubahan sikap papanya yang gugup. Takut diketahui apa yang sedang dilakukannya. Meski begitu Khris tidak akan bersikap seakan mengetahui segalanya. Dia akan selamanya menjadi orang yang polos dan tak tahu apa-apa di depan kedua orangtuanya.
"Aku cuma iseng. Pengen ke ruangan papa dan niatnya mau ngobrol tanpa arah, tapi kayaknya papa nggak mau diganggu." Khris mengangkat kedua bahunya. "Aku pergi ke bawah lagi--"
"Papa sama sekali nggak begitu, Khris. Kamu bisa bicara sama papa."
Itu bukan hal yang menyenangkan bagi Khris. Dia tahu pikiran papanya tidak benar-benar berada di sana, Barata hanya berusaha membuat Khris merasa dianggap saja. Hal semacam ini jelas menyakiti Khris, dan sudah terlanjur menjadi kebiasaan. Khris terbiasa merasakan kesakitan. Berpura-pura berpijak pada dunia yang Barata serta Trisha ciptakan dalam kepura-puraan. Kacau? Bagi Khris tidak lagi. Terbiasa hidup dalam kondisi yang kacau membuatnya tahu bahwa kata 'kacau' tidak masalah baginya.
"Apa ada hal yang papa nggak bagi dengan aku? Mungkin papa bisa cerita apa yang sedang papa hadapi. Aku akan mengerti kalau papa bicara. Jangan memendam apa pun sendiri, Pa."
Barata mulanya terdiam dengan mulut menganga, setelah bisa mengendalikan diri, barulah dia bisa menghadapi Khris dengan pikiran lebih matang.
"Aku nggak ngerti dengan apa pun, sampai aku tahu apa yang papa rasakan dan pikirkan."
Tersenyum bangga, Barata menepuk bahu putranya yang masih berdiri setelah mendapati Barata selesai menelepon seseorang sembari menatap keluar—dinding kaca kantornya.
"Kamu sudah besar, Khris. Papa nggak bisa banyak berkata, karena papa yakin kamu sudah mengerti apa yang terjadi."
"Itu nggak jadi jaminan. Aku akan melakukan hal yang dari sudut pandangku benar."
Barata menghirup banyak oksigen sebelum kembali menanggapi ucapan anaknya. "Khris, papa yakin kamu sudah sangat paham dengan semua yang kamu lakukan. Papa hanya akan bilang satu hal, lakukan apa pun yang kamu nilai benar. Papa nggak perlu cerita apa-apa lagi. Dan yang paling penting, Khris. Terima kasih karena kamu sudah sangat berbesar hati hidup sebagai anak papa."
Khrisnan tidak ingin menanggapi hal itu. Dia memilih diam dan memikirkan langkah apa yang akan dirinya lakukan. Barata sudah mengatakannya, kan? Lakukan apa yang Khris nilai benar meski hanya dari sudut pandangnya.
*
Niatannya untuk pulang sudah bulat. Namun, Barata tidak akan pulang ke rumahnya bersama Trisha. Di sana ada Trisha dan Khrisnan yang pasti akan memberikan peluang ketahuan pada kegiatannya dan Agni. Untuk Trisha yang tidak ada di rumah sudah tidak lagi termasuk ancaman. Sedangkan Khris, sudah pasti akan mencoba mencari tahu apa saja yang Barata lakukan di rumah apalagi mereka memiliki waktu bersama sebagai ayah dan anak.
"Kita akan menjadi begitu dekat kalau kamu bisa saling menjaga, Karta. Tenang saja, kamu yang menjadi kuncinya."
Barata mendengar kalimat tersebut dengan kening berkerut. Putranya seolah berkata dengan teman sendiri. Padahal Karta lebih tua dari Khrisnan.
"Kunci apa?" tanya Barata pada putranya dan Karta.
Khris menatap papanya dengan senyuman manis. Jika anaknya itu memiliki prinsip menikah muda, maka mudah saja anak Barata itu mendapat istri. Dan itu artinya Barata harus tahu diri untuk mencari perempuan muda ketika anaknya nanti memiliki istri yang usianya muda juga.
"Aku mau Karta juga menjaga aku, Pa. Bukan cuma papa aja. Jadi, kuncinya ada di Karta. Apa dia bisa menjaga papa dan aku sekaligus."
Karta melirik tuan muda dari bosnya itu. Mulut Khris sangat lancar mengatakan hal yang berbau kebohongan. Pandai berakting. Dan Karta harus mengacungi jempol pada anak bosnya itu.
"Oh. Betul juga. Karta, kamu jangan hanya ngurusin saya. Kamu juga urusin Khrisnan. Nanti saya akan tambah jatah liburnya." Dan aku tambah jatah berduaan dengan Agni.
"Iya, Tuan."
Pergi dari hadapan papa dan anak, Barata meminta putranya untuk pulang lebih dulu dengan alasan masih ingin berada di kantor.
"Aku tunggu papa aja. Crew yang aku bawa udah selesai, kok. Nggak perlu dibimbing buat balik ke kesibukan mereka masing-masing."
Barata menggeleng. "Kamu punya waktu sendiri, Khris. Don't worry about me, Khris. Kamu bisa senang-senang di masa muda kamu."
Khris berniat berkata kembali, tapi urung dilakukannya begitu melihat sikap Barata yang sepertinya begitu kokoh pendirian.
"Oke. Aku tunggu papa di rumah kalo gitu. Jaga kesehatan, Pa. Jangan terlalu fokus kerja dan olahraga. Have fun, Pa."
Entah Barata yang terlalu perasa atau memang ada makna tertentu dari kalimat have fun yang Khrisnan berikan.
"Ya. Kamu juga, Khris."
Mengapa semakin Khris besar komunikasi mereka semakin canggung?
Meninggalkan semua itu, Barata kembali ke ruangannya dan bersiap-siap untuk menuju apartemen yang sederhana dia punya. Barata sungguh tak merasa perlu memiliki apartemen mewah, karena dia lebih suka rumah mewah. Yang penting privasinya terjaga di sana.
Barata mengendarai mobilnya dan pergi dengan perasaan penasaran yang hebat. Kerinduan membuatnya gila. Kenapa Agniya bisa membuatnya sebegini gila?
Membawa dirinya buru-buru membersihkan diri, Barata mendapati layar ponselnya sudah terisi dengan nama Agni. Barata tidak ingin terlihat payah di depan Agni. Mereka akan bertatap muka melalui panggilan video setelah kurang lebih dua minggu berpisah.
Dalam waktu sepuluh menit, Barata sudah mengenakan kaus dan celana pendek santai tanpa mengurangi ketampanannya.
"Sayang—"
"Kenapa nggak dijawab cepet, Om? Aku nungguin dari tadi."
"Ya, maaf. Saya mandi dulu, Agni."
Belum sempat Barata mendengar kalimat balasan, Agni membesarkan volume televisi dan mengejutkan Barata dengan suara-suara aneh di sana.
Oh, sialan. Agniya sedang menjebaknya dengan strategi bercinta yang mengandalkan menyentuh diri sendiri dan membayangkan satu sama lain.
"Om, buka baju sekarang!"
[ Buseetttt, Agni.🤭 Otomatis jadi special chapter, nih. Terbayang betapa detilnya adegan ++ mereka🔥 ]
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweetest Daddy/ Tamat
RomanceCetak di Karos Publisher Tersedia versi e-book di google playbook Daddy series #1 Agniya Ayu harus mencari cara untuk keluar dari rundungan keluarga bibinya. Terpikirkan untuk pergi ke kota, takdir membawanya mengenal Barata Agung Yudha. Pria yang s...