Faris meminta Faiz untuk menemaninya menjenguk Tyara malam itu. Katanya.ada beberapa hal yang harus ia urus.
Setelah meyakinkan Rian bahwa ia akan menjaga Tyara, Rian pun pulang ke rumah untuk beristirahat dan akan kembali esok hari bersama Mamanya.
Baru beberapa saat Faris menatap Tyara, seorang perawat memanggil Faris karena merupakan kerabat yang saat ini paling dekat dengan Tyara. Sepertinya ada hal yang harus dibereskan.
Melihat hal tersebut, Faiz menarik bangku yang ada di samping Tyara, mencoba memahami apa yang membuat ketiga pria tersebut menganggap Tyara segalanya.
Bahkan semenjak SMP, sebenarnya, banyak sekali laki-laki yang mengidolakan seorang Tyara, berharap bisa membuat seorang Tyara menoleh ke arahnya.
Tyara tidak cantik, menurut Faiz. Bahkan, Rara jauh lebih cantik darinya. Tapi, Tyara memiliki sesuatu yang membuat dirinya bagaikan kutub magnet.
Faiz tersenyum dengan miring, "Cepet sembuh. Lo udah bikin adek gue nelangsa."
Tapi Faiz tidak meninggalkan Tyara, dia tetap memandangi gadis yang sempat dekat dengannya. Walaupun tidak bisa dibilang akrab, Aldo membuatnya mengenal seorang Tyara seolah-olah mereka sudah berkenalan bertahun-tahun lamanya.
"Apa lo tau? Aldo selalu nunggu lo buat ngutarain perasaan lo."
---
Setelah Aldo pamit pulang, Rara segera masuk ke kamarnya dan menguncinya rapat-rapat.
Rara menjatuhkan badannya ke atas kasur dan menatap langit-langit kamarnya dengan getir. Dia tahu, cepat atau lambat Aldo akan menyadarinya, menyadari bahwa perasaannya hanyalah untuk seorang Natyara.
Air mata Rara meleleh di pipinya, namun segera ia tepis. Dia benci terlihat lemah dan menyedihkan. Dia lelah melihat diririnyanya yang selalu mengalah.
Seulas senyum sinis terbentuk di sudut bibir Rara.
Tapi kali ini dia tidak akan melepas Aldo, dia mencintai pria itu dengan segenap hatinya, bahkan rela melakukan apapun untuk mengambil hati Aldo dari Tyara.
Sebuah pemikiran melintas di benaknya, dengan sigap Rara bangkit dari tempat tidurnya dan berganti pakaian. Tekadnya sudah bulat, dia harus mendapatkan Aldo bagaimana pun caranya.
Karena kali ini hatinya sudah mengeras, tidak ada lagi kekalahan dalam memperjuangkan seorang Aldo.
---
Rara berjalan menuju ruang perawatan Tyara. Entah apa yang merasukinya, tapi hari ini pancaran aura lembut milik Rara sudah menghilang.
Selang semenit setelah Faiz menyusul Faris, Rara memasuki ruang perawatan Tyara dan tersenyum getir saat melihat gadis itu tidur dengan tenang.
"Hai. Kita ketemu lagi, Natyara."
Rara berjalan mendekati Natyara.
"Kenapa kamu harus balik lagi, Natyara? Kenapa kamu nggak bisa biarin aku sama Aldo bahagia? Kamu udah dapetin banyak kebahagiaan di dunia ini, sahabat yang selalu ada buat kamu, karir yang cemerlang, keluarga yang sempurna, bahkan orang-orang yang mencintai kamu.
"Banyak yang tetap berada di samping kamu, di saat terendah kamu sekali pun. Mereka nggak pergi, padahal mereka tau kamu nggak bisa diharapin lagi! Kamu cuma perempuan lemah yang mengharap kasih sayang!" Air mata Rara tumpah.
Hati Rara berperang, ia ingin menyakiti Tyara tapi dia meyayangi gadis ini pula. Senyum terukir di wajah Rara, dengan lembut mengelus pipi Tyara.
Namun, sebuah pemikiran melintas di benaknya.
"Bangun! Jangan bersembunyi dengan menjadi orang lemah!"
Rara kalap, dia mencekik Tyara, berharap gadis itu bangun dari tidurnya. Dengan kasar ia mencabut selang oksigen yang membantu Tyara agar ia tetap hidup. Dia membenci gadis lemah yang mencuri perhatian Aldo darinya.
Tyara terbangun karena kekurangan oksigen. "Ka...kamu?"
Dengan perlahan Tyara mengingat siapa perempuan yang ada di hadapannya. Dan dengan sekuat tenaga yang ia miliki, ia mencoba meraih udara dan menjauhkan kedua tangan gadis itu.
"Ka...ka...mu yang ke...ke...te...mu aku di ta...taman kan?" Tanyanya lirih dan terbata. Bibirnya gemetar saat menyebutkan kalimat sederhana tersebut.
Rara menatap Tyara sinis, "Kamu nggak perlu tau aku siapa!" Rara mengencangkan cekikannya hingga Tyara tersedak dan benar-benar kehilangan nafas.
Air mata Rara menetes di pipi Tyara, rasa sakitnya mengingat Aldo lebih mementingkan gadis ini membuat Rara ketakutan. Ia takut Aldo akan meninggalkannya begitu saja.
"Kamu udah ngerebut Aldo dari aku!" Teriak Rara.
Air mata Tyara saat ini meleleh. Karena pengakuan Rara tentang Aldo, karena Rara begitu terlihat menyayangi Aldo, dan itu menyakitkan bagi Tyara karena Aldo tidak bisa menjaga hati gadis rapuh di hadapannya.
Tyara bergerak-gerak gelisah, paru-parunya tidak bisa bekerja tanpa bantuan oksigen yang saat ini dilepas oleh Rara. Belum lagi tangan Rara yang membekap Tyara.
Melihat reaksi Tyara, Rara tersenyum sedih, lebih tepatnya berpura-pura sedih. Karena setelahnya senyum mengerikan timbul di wajah cantik itu.
"Tapi tenang, awan cuma bisa diem di langit ketika hujan turun membasahi tanah."
Tanpa pikir panjang, Rara mencabut jarum infus Tyara, lalu berlari keluar kamar perawatan Tyara setelahnya.
Meninggalkan gema teriakan Tyara di dalam ruang perawatannya.
-----
a/n
Hai. Gue tau ini gaje, gue tau Rara di sini psycho wkwkwk. Maaf juga nggak sepanjang part sebelumnya. Tapi, gue harap kalian nikmatin alurnyaa.
Sampe ketemu kapan-kapan yaaa!
buh-byee

KAMU SEDANG MEMBACA
Elegy
Chick-LitNatyara dan Renaldo mencintai kopi. Namun elegi dan kopi selalu menjadi hal yang berdampingan, dimana ada hal yang menyakitkan selalu ada hal yang pahit. Ketika mereka sadar akan perasaan mereka, mungkinkah rasa cinta mereka sama seperti kecintaan...