[29]: What Do You Want From Me?

2.9K 236 1
                                    

"Makasih ya, Nath." Tyara mengucapkannya tulus sambil tersenyum kepada Nathan.

"Jangan kecapekan," sahut Nathan cuek namun tetap penuh perhatian.

"Jangan minum kopi, jangan lupa makan, ja-"

Tyara menaruh jari telunjuknya di atas bibir Nathan dengan lembut.

"Kan nanti lo jemput gue, tenang aja."

Nathan mendengus. "Tapi gue tetep nggak percaya kalau lo ketemuan sama Aldo."

Kekehan lembut Tyara terderai.

"Pokoknya, kalau gue tau Aldo nyakitin lo gue bakal bikin dia babak belur."

Tyara memukul lengan Nathan pelan. "Lebay, deh." Setelahnya Tyara membuka pintu mobil.

"Gue sayang lo!" Teriak Tyara sebelum menutup pintu mobil Nathan.

Mendengarnya Nathan tersenyum sinis. Tyara menyayanginya, sebagai sahabat.

Setelah mobil Nathan menjauh, Tyara berjalan memasuki taman kota tersebut, tempat ia dan Aldo akan bertemu.

Semenjak ia keluar dari rumah sakit, Nathan menjadi over-protective terhadapnya. Contohnya seperti ini, ketika ia memaksa Tyara untuk mengantar jemput kemanapun gadis itu pergi.

Tyara menatap jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Jarum panjang masih menunjuk angka sepuluh, berarti ia datang sepuluh menit lebih awal dari waktu yang dijanjikan.

Sanbil menikmati suasana, ia berjalan menuju pusat taman kota tersebut. Udara segar menyapanya karena tidak ada kendaraan bermotor di kawasan ini.

Beberapa orang menatapnya saat ia berjalan, tapi Tyara tidak peduli. Ia hanya ingin menikmati kebebasannya setelah keluar dari rumah sakit.

Seperti biasa Tyara berjalan menuju penjual gula kapas. Hari ini tidak begitu ramai seperti hari Minggu biasanya, tapi tetap saja yang mengantri bersamanya adalah anak-anak kecil.

"Kak," panggil seorang anak sambil menarik ujung baju Tyara.

Tyara menoleh dan tersenyum manis, setelahnya ia berjongkok untuk mensejajarkan badannya dengan gadis kecil itu.

"Aku pernah liat Kakak!"

Kekehan ringan Tyara terderai.

"Kamu mau gula kapas ini?"

Anak perempuan kecil itu menggeleng ragu.

"Mama bilang aku nggak boleh nerima dari orang asing."

"Yaudah, kita kenalan. Nama aku Tyara, nama kamu siapa?"

"Cemara," jawab gadis itu dengan senyum manisnya yang menghasilkan lesung pipit.

"Karna kita udah kenalan, kamu mau yang warna apa?"

Mata Cemara menatap jejeran gula kapas dengan cepat hingga matanya terhenti di gula kapas berwarna hijau dan biru.

Dengan cepat Tyara mengambil gula kapas tersebut dan memberikannya kepada anak itu.

"Kak, aku suka gula kapas karna bentuknya mirip awan."

Tyara menegang. Ia merasa deja vu dengan kejadian ini, ketika Rara mendatanginya dan mengatakan filosofinya tentang gula kapas.

"Kakak suka awan nggak?"

Perlahan Tyara mengangguk kaku.

"Awan itu benda paling setia, berkali-kali hujan dan badai nyoba buat ngancurin dia, tapi awan tetep nggak pernah pergi. Bahkan berkali-kali awan bikin langit indah."

ElegyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang