[32]: The Second You Sleep

4.2K 251 0
                                    

Nathalia mengelus lembut rambut putri kesayangannya. Baginya Tyara akan selalu menjadi putri kecilnya. Sampai kapan pun.

"Ma, apa Mama sama Papa bener-bener nggak bisa rujuk?"

Senyum sedih terpancar dari wajah Nathalia.

"Sayang, ada beberapa hal yang nggak bisa kamu ngerti di dunia ini. Sama seperti rumitnya hubungan Mama sama Papa." Hanya ada nada pengertian dalam suara Nathalia.

"Aku pengen cepet-cepet sembuh deh, Ma, rasanya." Mata Tyara menerawang kamar perawatannya.

"Aku kangem syuting, aku kangen mecahin masalah, aku kangen penonton aku." Tyara menatap Mamanya sendu.

"Kamu mau ngecheck blog kamu dulu?"

Pertanyaan itu langsung dibalas anggukan semangat dari Tyara. Entah berapa lama blog tersebut terbengkalai, entah berapa banyak surel yang masuk ke alamatnya.

Nathalia membawa laptop kesayangan Tyara, laptop yang susah dipisahkan dari kehidupan Tyara kapan pun dan dimana pun.

"Hmmm, liat deh, Ma, banyak banget notif yang masuk!"

Nathalia tersenyum mengerti. Putrinya itu memang bisa bertingkah layaknya anak kecil jika sudah mendapatkan apa yang ia mau. "Acara kamu sekarang gimana, Ty?"

Tyara mengendikan bahunya. "Mereka sih bilang masih ada beberapa tayangan pas dulu tapping, tapi aku juga harus secepatnya balik."

"Nah, berarti kamu harus sembuh, kan?"

Anggukan penuh senyum menghiasi wajah manis Tyara.

"Menurut Mama, kalau aku ceritain cerita aku di blog gimana?"

"Mama rasa itu bukan hal yang buruk."

Tyara tersenyum hangat ke arah Mamanya. "Ma," panggilnta parau.

"Makasih udah jadi Mama terbaik di hidup Tyara."

"Dan makasih udah jadi keajaiban di hidup Mama."

---

Aku selalu percaya yang fana adalah waktu
Seperti apa yang selalu Sapardi tekankan
Aku selalu percaya kita abadi
Sebagaimana kita berjalan melintasi detik

Waktu telah melaksanakan tugasnya dengan baik
Meninggalkan jejak yang terhapus
Tangis di balik tawa
Atau tawa di atas tangis?

Yang pasti jika ini saatnya
Maka aku akan tersenyum

Faris menatap layar laptopnya terpaku. Ada sesuatu yang mengganjal dari tulisan terakhir Tyara. Sesuatu yang mengganggu konsentrasinya.

"Pak?"

Suara asistennya memecah lamunan Faris.

"Ada apa?"

Asistennya melongo sejenak, heran sambil bertanya apa yang terjadi dengan atasannya.

"Meeting tahap akhir dengan Light Wooden, untuk kantor cabang terbaru mereka." Ingat asistennya tanpa menghilangkan kerutan di keningnya.

Faris mengangguk paham.

Ia bangkit dari kursinya, tapi pikirannya masig tertuju pada Tyara.

Sebuah dering telepon menghentikan langkah Faris. Ia menatap layarnya sejenak sebelum memberi tanda kepada asistennya untuk memulai rapat kali ini tanpanya.

"Halo?" Sapa Faris lembut.

"Hai!" Suara riang Tyara menyapa pendengarannya, memberikan getaran aneh ke perutnya.

ElegyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang