[23]: The Truth

2.9K 262 0
                                    

Rara memasuki ruang perawatan Tyara dengan rikuh. Nathalia mengikuti di belakangnya bersama Rian.

"Sekarang, coba kalian jelasin," suara Tyara serak dan dingin. Bahkan rasanya untuk menelan ludah pun butuh perjuangan.

"Mungkin kamu selalu mikir, apa yang nyebabin Papa sama Mama kamu cerai, dan aku mohon maaf sebesar-besarnya, itu aku." Buka Rara perlahan.

Tyara mengeryit heran, "Maksud kamu apa?"

Rian mengehela nafas dengan berat dan menggenggam tangan adiknya.

"Dulu, Papi--Papa kamu--sama Mami jatuh cinta, tapi mereka nggak direstuin. Mami dijodohin sama orang lain karena keluarga Mami selalu mikir kalau Papi sama Mami ada di kasta yang beda, waktu itu Papi belum sehebat sekarang.

"Tapi, ternyata pernikahan itu cuma buat memperkuat bisnis keluarga Hanjaya, pernikahan itu pada akhirnya nggak ngasih keuntungan buat Mami. Belum lagi perlakuan kasar dari Ruli--ayahku--harus diterima Mami setiap hari. Lama-lama Mami nggak tahan dan ngehubungin Papi.

"Pada saat itu, Papi yang kasian sama Mami setuju buat bantu Mami cerai dari Ruli, bahkan Mama kamu pun bantuin kasus ini. Tapi lama-lama Papi sama Mami khilaf, mereka malah kebuai sama cinta di masa lalu. Dan, yah, sebenernya aku kesalahan mereka, aku lahir karena kekhilafan mereka saat itu."

Rara menghela nafas, sedangkan Nathalia mengusap punggungnya lembut.

Tyara memandang Papanya yang saat ini sedang menunduk. "Papa selingkuh?"

Barata diam, "Ya. Dan pada saat itu umur Rian sekitar satu tahun, ketika Papa tau Meriana hamil anak Papa."

Tyara menatap Mamanya menuntut penjelasan, "Mama tau kalau Papa selingkuh?"

Nathalia mengangguk pasrah.

"Tapi Mama bukan orang jahat yang bisa nyuruh Papa kamu ninggalin Meriana, selain itu Meriana juga sahabat Mama sewaktu SMA," suara Nathalia sangat menyedihkan.

"Sekarang Tante Meriana dimana?"

Rara tersenyum pahit, senyum yang dibenci Tyara.

"Dia bunuh diri di umur aku dua tahun, dia nggak sanggup nyakitin Mama kamu lebih lama, dia nggak sanggup nerima kenyataan kalau Tante Nana kamu lagi ngandung kamu."

Kali ini Tyara menatap Rian, "Kakak tau ini?"

Rian tersenyum miring.

"Baru kemaren, ketika Rara ngaku dia nyelakain kamu."

Barata menegang dan menatap Rara.

Nathalia menggenggam tangan Barat, sentuhan refleks dan ringan.

"Rara punya alesan untuk itu, Pa. Tanpa Papa sadari, Papa juga yang bikin Rara ngebenci Tyara, semua perhatian Papa, perhatian Mama, perhatian Kak Rian, semua perhatian yang nggak pernah Rara dapetin dari kecil. Dan sekarang, di saat Rara sayang sama seseorang, seseorang itu malah milih Tyara. Iya, kan, Ra?"

Tyara tersenyum lembut ke arah Rara.

"Terus, kenapa Papa cerai sama Mama?"

"Rara yang minta, karena pada saat itu Rara bener-bener butuh seseorang. Dia marah ngeliat Papa yang selalu mikirin kamu, dia pengen milikin Papa seutuhnya."

Rian merangkul Tyara yang sedikit terguncang.

"Pa, kalau ada kesempatan, buat Mama sama Papa rujuk, apa Papa bakal ngambil kesempatan itu?"

Barata dan Nathalia saling menatap sebelum akhirnya Rian angkat bicara.

"Ada beberapa hal yang nggak bisa dijelasin, mungkin kita bisa mulai semuanya, tapi bukan jadi keluarga yang seutuhnya. Kita bisa nerima Rara, anggep dia salah satu saudara kita."

Rara tersenyum haru.

"Mungkin cara aku kemaren salah, tapi makasih udah mau nerima aku sebagai anggota kalian."

Tyara bersyukur memiliki Rara sebagai anggota keluarganya yang baru, dia bersyukur Papa dan Mamanya menjelaskan semua teka-teki dalam hidupnya, dia bersyukur mengetahui cerita Rara yang begitu kelam.

Tyara yakin, tidak perlu waktu lama untuk dia dan Rara saling memahami, yang pasti Tyara berharap mampu menghapus duka di hati Rara.

Tanpa mereka sadari, sepasang mata yang mengawasi mereka tersenyum bahagia, tersenyum untuk keluarga kecil yang pada akhirnya saling memahami satu sama lain.

Faiz

Tapi matanya tertuju pada satu sosok yang sedang menangis haru, sosok yang selama ini menjadi pusat dunianya.

---

Aldo memasuki pekarangan rumahnya saat melihat sosok Rara yang sedang duduk di carportnya.

"Hai, Ra."

Sapaan Aldo membangunkan Rara dan dengan sigap ia berdiri, mempersiapkan diri untuk mengatakan yang sejujurnya kepada Aldo.

"Masalahku sama Tyara udah beres, Do. Papi juga mau rujuk sama Tante Nana, dan aku bakal jadi anggota keluarga mereka."

Senyum Rara mengembang cantik, senyum Aldo terkembang melihatnya.

"Tapi, ada yang harus aku omongin juga. Aku harap kamu nggak akan ngebenci aku."

Aldo terdiam, meminta Rara melanjutkan.

"Aku nyelakain Tyara."

Aldo menegang.

"Kapan?"

Rara menaikkan bahunya, "Kurang lebih seminggu yang lalu."

"Apa yang kamu lakuin?"

Rara menundukkan kepalanya dalam. "Aku berniat ngebunuh dia. Aku iri, Do sama dia! Dia dapet semua perhatian yang aku butuhin! Dia dapet Papi, dia dapet kamu, bahkan selain kamu masih banyak yang cinta sama dia. Aku udah pernah peringatin kamu, aku bisa ngelakuin apapun, tapi kamu sama sekali nggak peduli."

"Itu bukan alesan buat kamu bisa nyelakain Tyara!"

"Aku tau, dan maka itu aku minta maaf sama kamu," bisik Rara lirih.

Tatapan Aldo tajam dan dingin, Rara menggigil tanpa ia sadari.

"Dan setelah perlakuan itu kamu minta saya untuk tidak membenci kamu? Minta maaf sama Tyara. Tapi jangan harap kamu mendapatkan maaf dari saya."

Aldo beranjak meninggalkan Rara.

Setetes air mata Rara mengalir saat punggung Aldolo menjauh.

Ia sadar Aldo akan marah padanya, tapi menggunakan saya-kamu dan bahasa baku, artinya Aldo sudah tidak ingin berurusan lagi dengannya.

---

Faiz mendapati sosok Rara yang tengah termenung di luar kamar perawatan Tyara. Pandangannya lurus ke arah dinding.

Perlahan Faiz mendekati Rara dan merangkul gadis itu dengan sayang.

"Aku sama Aldo berantem," buka Rara serak.

"Tentang?"

"Tentang aku yang udah nyelakain Tyara. Kenapa Aldo nggak pernah sadar sama perasaan aku, Iz?"

Faiz menatap Rara pilu.

"Aku capek, Iz, nunjukkin ke dia seberapa pentingnya dia di  hidup aku, seberapa berharganya dia buat aku. Aku pikir aku udah menangin hati dia, terutama ketika Tyara jadian sama Topan. Tapi ternyata takdir nemuin mereka lagi. Aldo jatuh hati lagi buat Tyara, perasaan yang mungkin sebenernya udah dia milikin dan nggak pernah berakhir.

"Aku cuma pengen Aldo ngeliat aku di samping dia. Oke, sekarang Tyara udah puna perasaan yang sama buat Aldo, tapi apa Tyara cinta sama Aldo sebesar aku cinta dia?"

Tangis Rara tumpah saat itu juga.

Faiz menangkup pipi Rara dan mengusap air matanya dengan lembut.

"Ra, bisa nggak lo lupain semua tentang Aldo dan mulai sesuatu yang baru sama gue? Liat gue sebagai cowok yang sayang sama lo. Mungkin selama ini lo ngeluh karna Aldo nggak pernah ngeliat lo, tapi lo juga nggak pernah ngeliat gue yang sebenernya selalu berusaha ada buat lo."

Tatapan Faiz mengunci Rara.

"Gue sayang sama lo, Ra."

ElegyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang