"Do, lo udah baca sampe mana?"
Renaldo terdiam mendengar pertanyaan rekan kerjanya, dia hanya menatap Nathan dengan tajam.
"Dia suka sama lo. Sial."
Renaldo berdiri dari kursinya dan menuju pantri untuk mengambil segelas air putih dingin. Saat ini pikirannya kalut dan rasanya ia ingin meledek-ledak.
Nathan hanya tersenyum tipis mendengar kata-kata sahabatnya.
"Lo nggak tau apa yang sebenarnya terjadi, Do, kalau lo cuma baca sepintas dan milih buat lupain semuanya."
Renaldo menatap Nathan dingin saat Nathan membuka buku harian milik Tyara yang kemarin ia tinggal di ruangannya.
Renaldo mengarahkan jemarinya ke halaman kedua dari buku harian tersebut dan mendengus pelan.
Nathan membaca tulisan tangan Tyara dengan seksama dan berusaha menutupi tawanya, karena sahabatnya itu masih tetap gengsi untuk mengakui perasaannya.
"Bagian mana yang belum jelas, tuan Nathaneal?"
Kedua bola mata Nathan berusaha mencari nama Renaldo di halaman selanjutnya. Dia yakin buku ini pasti tentang Tyara dan Aldo.
"Ini," Nathan menunjuk halaman selanjutnya, tepat di atas nama Renaldo dengan senyum miris yang tidak disadari oleh Renaldo.
*****
Cafe yang akan menjadi tempat Renaldo tampil sudah mulai terisi oleh pengunjung yang kebanyakan anak remaja.
Mengingat kata 'remaja' entah mengapa pikiran Renaldo langsung beralih ke Natyara, perempuan yang sukses mencuri perhatiannya pada pertemuan pertama.
Apa dia akan hadir di acara ini?
Namun Renaldo hanya terkekeh sendiri setelah mendengar pertanyaan yang muncul di benaknya, kemungkinan itu hanya satu banding seribu.
Sementara itu Natyara sedang mengoceh panjang lebar karena kemacetan yang selalu ada di kotanya, baik pagi ataupun malam. Merasa jenuh, Natyara memutuskan untuk coffee break di salah satu coffee shop yang menarik matanya.
Tanpa ragu, Tyara meminta supir taxinya untuk berhenti, dia menyerahkam sejumlah uang untuk membayar ongkos taxinya.
Tanpa menunggu kembalian, Tyara langsung berjalan menuju coffee shop tersebut dengan semangat. Lagipula dia dapat mengistirahatkan pikirannya dengan meminum kopi. Mungkin black coffee atau espresso.
Tangan Tyara terulur untuk mendorong pintu coffee shop tersebut yang membuat bel di atas pintu tersebut berbunyi. Dengan santai Tyara menuju tempat order dan tidak seperti biasanya, kali ini Tyara memesan black coffee no sugar.
Setelah meminta barista tersebut untuk mengantarkan pesanannya, Tyara duduk di pojokkan coffee shop tersebut. As always, pojokkan adalah tempat ternyaman bagi Tyara.
"Gue sih cuma mau liat drummernya, ganteng banget!" Tyara menoleh ke asal suara, tiga orang gadis remaja yang menggunakan pakaian minim. Tyara memperhatikan gadis berambut pirang yang baru saja berbicara.
"Tapi rumornya drummernya jadian kan sama vokalisnya?" Ucap gadis lain yang menggunakan kacamata besar namun tetap terlihat trendi.
"Enggak, gue ngecheck twitternya Aldo, mereka cuma temen," cengir gadis yang lain, gadis itu menggunakan behel berwarna pink. Mungkin dia memakai kawat gigi tersebut hanya untuk mengikuti tren, karena sejauh ini Tyara lihat gigi gadis itu rata, sangat rata dan cantik.
Tunggu, apa mereka bilang Aldo? Apa Aldo yang itu?
Tyara tertawa sendiri, bahkan hampir tersedak dengan pikirannya sendiri. Di kota besar seperti ini, dengan jutaan penduduk, ribuan orang bernama Renaldo dan ratusan ribu yang dipanggil Aldo, rasanya agak tidak mungkin.
"Black coffee satu."
Baru saja Tyara akan mengucapkan terimakasih ketika pelayan itu memberikannya selembar tissue yang di atasnya terdapat beberapa kalimat.
Tyara hanya tersenyum kalem, pikirnya itu hanya kerjaan orang iseng yang takut untuk menghampirinya. Mengabaikan hal itu, Tyara menyesap minumannya perlahan, seolah-olah menikmati setiap tetes sensasi yang disuguhkan.
Baru saja ia akan berkonsetrasi pada tulisannya di blog, gadis-gadis remaja yang sedari tadi heboh membicarakan Aldo berteriak histeris. Tyara yang merasa terganggu pun melemparkan tatapan tidak suka dan memalingkan wajahnya ke arah panggung.
Saat itu lah jantung Tyara terasa berhenti berdetak dan hanya terfokus pada satu hal, laki-laki yang duduk di belakang drum, yang saat ini sedang menatapnya dan memberikan senyuman hangat.
Pipi Tyara terasa menghangat, dia memalingkan wajahnya ke arah laptopnya dan mencoba fokus pada tulisan yang sesang ia kerjakan untuk bahan naskah acaranya esok hari. Namun hati dan otaknya tidak sejalan, mata Tyara tetap sesekali menatap laki-laki yang menurutnya bertambah tampan saat bermain drum.
Tyara memutuskan untuk memberi jeda kepada otaknya untuk menikmati apa yang disuguhkam di depan matanya saat ini.
Sambil menyesap kopi hitamnya dengan perlahan Tyara menikmati sensasi permainan drum yang Renaldo mainkan sepenuh hati.
Namun, melihat Renaldo bermain drum membuat rasa penasaran Tyara semakin memuncak. Dia yakin dia pernah bertemu Renaldo, bahkan dekat dengan Renaldo karna ada sesuatu di batinnya yang tidak bisa dia jelaskan.
"Bener kan Aldo tambah ganteng aja!"
Suara cempreng milik gadis yang duduk di depannya membuyarkan lamunan Tyara.
"Udah ganteng, kece, kharismanya keluar. Gila, berasa pengen gue nikahin ," teman gadis bersuara cempreng itu ikut mengomentari Aldo. Sedang Tyara hanya tersenyum.
Sudah dua kali dia mendengar penggemar Aldo berteriak begitu heboh.
"Band mereka emang baru tenar, tapi gue udah cinta mati sama mereka!"
Tyara terkekeh pelan dan memejamkan matanya. Dia mencoba menikmati alunan musik yang disuguhkan Renaldo beserta teman-temannya dan terhanyut dalam pikirannya sendiri.
Jadi dia drummer, mungkin gue pernah ketemu pas dia manggung, batin Tyara sambil berusaha mengingat segala kejadian yang dia alami di hidupnya.
Mungkin gue bisa ketemu dia lebih gampang karna dia drummer, dan Tyara hanya tersenyum mendengar pikirannya.
*****
Renaldo terhanyut dalam pikirannya tentang pertemuan itu. Dia ingat, saat itu dia tidak dapat mengalihkan pandangannya dari sosok Tyara yang saat itu duduk di pojokkan sambil menatap laptopnya.
"Udah baca kan?"
Pertanyaan Nathan menyadarkan Renaldo dari pikirannya sendiri.
"Dan gue rasa, lo harus baca halaman yang selanjutnya," Nathan menatap Renaldo intens.
"Emang kenapa? Ntar deh." Renaldo memainkan pulpen yang ada di genggaman tangannya. "Jangan bilang lo udah baca semuanya?"
Nathan hanya menjawab pertanyaan Renaldo dengan senyuman tipis, walaupun dia tau tatapan tajam milik Renaldo sedang diarahkan kepadanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Elegy
ChickLitNatyara dan Renaldo mencintai kopi. Namun elegi dan kopi selalu menjadi hal yang berdampingan, dimana ada hal yang menyakitkan selalu ada hal yang pahit. Ketika mereka sadar akan perasaan mereka, mungkinkah rasa cinta mereka sama seperti kecintaan...