"Hai, apa kabar?"
Nathan berbicara kepada Tyara yang terbaring lemah, bahkan ia belum membuka matanya selama satu bulan ini. Nathan hanya tersenyum, mungkin tubuh Tyara membutuhkan istirahat.
"Nggak papa kan gue bikin Aldo mikir gue masih sayang sama lo? Gue pengen dia bener-bener sadar, perasaannya buat siapa. Buat lo, atau buat Rara. Lo belom tau Rara ya? Atau udah?" Nathan mengelus pipi Tyara lembut.
"Ya, gue emang masih sayang sama lo, dan akan selalu. Tapi, izinin gue nyari pendamping gue, yang nggak akan nyaingin lo. Makanya, lo cepet bangun ya, biar bisa gue kenalin sama Cheryl.
"Banyak hal yang nggak lo tau, tapi gue harap kalau lo bangun dan bisa milih sama siapa lo akan ngabisin waktu, gue harap itu Faris."
Nathan mengecup lembut kening Tyara.
"Lo mungkin bakal gue lepas pergi, tapi lo akan selalu jadi matahari gue. Cinta kita terlalu besar, tapi penghalang kita jauh lebih besar, sesuatu yang sulit untuk dilewati. Cepet sembuh, matahari."
Tanpa ia sadari, sepasang mata mengawasinya dan hanya dapat tersenyum kecut.
---
Sementara itu, Aldo sedang berjalan kesana kemari di ruang tamu keluarga Hadirusyah. Rara hanya dapat tersenyum melihat tingkah Aldo. Rara tahu, Aldo memikirkan Tyara.
Tidak ia pungkiri, rasa cemburu itu menyelinap setiap kali ia mengingat kedekatan Aldo dan Tyara. Ia sadar, semakin ia berusaha mengejar Tyara, semakin terasalah sekat yang ada di antara dirinya dan Aldo.
"Duduk dulu, Do." Tutur Rara.
Kalem, sangat bertolak belakang dengan sikap Tyara.
"Ada yang mau aku omongin," Rara menatap Aldo lembut.
Setelah menghela nafas, Rara melanjutkan, "Kamu mau milih siapa, Do? Aku, Tyara, atau Qyana?"
Aldo hanya terdiam saat mendengar pertanyaan Rara.
"Sama Qyana, aku rasa cuma rasa sayang sebagai kakak ke adik." Gugup Aldo.
Rara tersenyum penuh pengertian. "Terus?"
Tatapan Aldo mengarah ke Rara.
"Aku, atau Tyara?"
Telak. Aldo tidak akan pernah bisa menjawab untuk siapa hatinya. Karena ia mencintai keduanya, dengan cara yang berbeda.
---
Sementara itu Faiz yang mendengar pembicaraan Tyara dan Nathan mundur perlahan dan berjalan ke arah parkiran mobil. Dia termenung di dalamnya mobilnya.
Semuanya bagaikan banjir bah, datang secara tiba-tiba dan sekaligus. Faiz hanya dapat memejamkan matanya, meminta maaf kepada Tyara dan Aldo dalam hati, peperangan ini sudah jauh berjalan sejak Aldo meninggalkan Tyara, atau lebih tepatnya meninggalkan Tyara yang telah bersama Topan.
Tapi dia tidak tahu harus berpihak pada siapa? Dia hanya pemegang kendali, kunci dari semua rahasia hati ini. Di satu sisi, ia ingin melihat Aldo dan Tyara bahagia, karena ia selalu yakin bahwa Tyara tercipta untuk Aldo, tapi ia juga tidak mampu menyakiti adiknya, Faris, yang semenjak dulu memendam rasa tulus untuk Tyara. Perasaan yang sebenarnya ia tunjukkan dengan gamblang namun tetap diam-diam.
Dan kini, ada satu orang lagi yang tidak bisa ia abaikan begitu saja, seorang pangeran berkuda putih yang selalu menghiasi mimpi Tyara di tiap malam, sosok yang Tyara cintai lebih dari satu dekade, Nathan.
Setelah dia merasa semuanya tepat, Faiz meraih ponselnya dan menelpon seseorang.
"Bisa ketemu sekarang?"
"Ini.... tentang Natyara," suaranya serak.
---
Faris berjalan perlahan ke arah kamar perawatan Tyara, tepat sesaat setelah Nathan meninggalkan ruangan itu.
"Mau sampe kapan lo bikin gue tersiksa?" Faris tertawa pelan, namun jenis tawa yang menyakitkan.
"Gue nggak tau lo denger atau nggak, yang pasti, gue akan selalu nunggu lo untuk bangun dan senyum lagi ke arah gue. Dan pada saat itu, gue akan nyatain perasaan gue yang sebenernya, Ty. Tentang gue yang selalu mengagumi lo dari deket."
"Bangun, ya, Ty. Karna hidup gue nggak berarti tanpa matahari gue."
Faris tersenyum lembut dan merebahkan kepalanya di dekat Tyara.
---
"Jadi, apa yang mau lo omongin?" Tanya Aldo straight to the point.
"Kejar Tyara, Do, kalau lo emang sayang sama dia." Faiz menata Aldo tenang.
Aldo mendengus. "Tau darimana?"
Faiz tersenyum kalem. "Lo pikir berapa lama gue kenal lo, Do?" Jawaban Faiz membuat Aldo terdiam.
"Tapi, gue punya Rara di hati gue. Nggak mungkin gue ngejar Tyara," lirih Aldo gamang.
"Gue tau kok, perasaan lo ke Rara itu sebenernya cuma sebagai sebuah tanggung jawab."
Aldo hanya diam mendengar perkataan Faiz yang memukulnya telak.
"Kalau gue kejar Tyara, apa masih mungkin?"
Faiz tersenyum penuh arti.
"Lo punya 2 penantang hebat, adek gue yang selalu berusaha, dan Nathan yang selalu jadi bayangan." Jeda sejenak sambil menatap Aldo. "Tapi, lo seorang ksatria yang selalu mengejar matahari."
Tanpa mereka sadari, mereka menganggap Tyara matahari mereka, matahari yang akan mereka kejar.
Dan tanpa Aldo sadari, mataharinya yang satu lagi, yang selalu ia jaga sekuat tenaga, telah ia lukai dengan keputusannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Elegy
أدب نسائيNatyara dan Renaldo mencintai kopi. Namun elegi dan kopi selalu menjadi hal yang berdampingan, dimana ada hal yang menyakitkan selalu ada hal yang pahit. Ketika mereka sadar akan perasaan mereka, mungkinkah rasa cinta mereka sama seperti kecintaan...