[9]: Charity

3.4K 330 0
                                    

"Kita ketemu lagi, Natyara..."

Tyara menegang mendengar suara itu, suara yang sangat ia rindukan. Suara yang terus memenuhi pikirannya selama dua minggu belakangan ini, suara yang mampu membuatnya sulit tertidur di malam hari.

"Kamu ada disini? Dalam rangka apa?" Tyara tidak mampu menahan emosi yang ada di suaranya, paduan antara heran, sedih, namun juga ada letupan rasa bahagia.

"Kamu nggak suka liat saya ada disini? Buat ngerameim acara kamu?"

Dingin.

Tyara hanya menunduk mendengar perkataan Aldo, bukan maksudnya untuk memancing emosi Aldo.

"Ak-"

"Udahlah, saya nggak mau debat." Aldo berjalan menjauhi Tyara.

Apa yang sebenernya ada di pikiran Aldo?

Lama Tyara terpaku di tempatnya hingga sebuah panggilan mengembalikannya ke alam sadar.

"Untuk Natyara diharapkan memberikan sambutan," panggil sang pembawa acara kepada Tyara.

Dengan senyum yang dipaksakan dan lankah tegap Tyara melangkah menuju panggung.

Aldo memperhatikan Tyara dari kejauhan, ia sadar, ada sesuatu yang salah dari Tyara. Bibirnya tersenyum cantik, tapi tatapan matanya redup. Tidak ada pancaram sedikit pun seperti biasanya.

"Ya, terima kasih untuk semuanya, tanpa kalian mungkin acara ini tidak berhasil sesuai rencana. Terima kasih banyak untuk rekan-rekan yang meluangkan waktunya..."

Aldo menatap Tyara dalam. Suaranya penuh emosi, namun tetap terkendali. Hal ini membuat Tyara terlihat rapuh di mata Aldo, dan entah mengapa menimbulkan rasa ingin melindungi, tidak ingin gadis itu tersakiti sedikit pun.

Untuk sesaat Aldo merasakan getaran itu, seperti sudah lama mengenal Tyara, cukup mengenalnya untuk memutuskan bahwa Ia telah jatuh suka pada Tyara.

Tyara berjalan perlahan menuruni anak tangga, pandangannya menunduk ke bawah, ingin rasanya Aldo mengamgkat dagu itu dan berkata, "Dunia hanya sebutir pasir jika kamu menghadapinya, bukan mengindarinya."

Mungkin, satu lagu dapat menyampaikan kata maaf terdalamnya untuk Tyara.

Aldo mendengus saat mengingat kata maaf itu tetap tidak dapat terucap, hanya dapat menguap dengan perasaan bersalahnya karena mendiamkan gadis rapuh itu.

Pengecut.

ElegyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang