[6]: Kencan

4.6K 346 8
                                    

"Tyara, kamu kapan pulang kesini? Mama kangen sama kamu, Kak Rian juga kangen sama kamu."

"Tyara nggak tau, Ma. Tyara belum bisa maafin masa lalu Tyara walaupun udah hampir sepuluh tahun Tyara pergi ninggalin rumah."

"Mama cuma mau bilang, sakit hati itu nggak akan sembuh sebelum kamunya nyoba buat berdamai sama luka itu."

Tyara menghembuskan nafasnya, hal yang selalu diungkit oleh Mamanya selalu membuatnya merasa tertekan.

Sambil mengepit telepon genggamnya diantara bahu dan telinga Tyara menyeduh secangkir kopi, kopi hitam kental tanpa gula sedikit pun. Hanya aroma kopi yang dapat membuatnya tenang disaat-saat seperti ini.

"Tyara, kamu masih dengerin Mama kan?"

"Iya, Tyara masih denger, Ma."

"Jadi kapan kamu mau ngenalin calon suami kamu ke Mama?"

Tyara tersedak mendengar pertanyaan yang diajukan oleh Mamanya.

"Kemaren Tante Monic dateng kesini, terus dia nanyain kabar kamu. Mama jawab kamu baik-baik aja, tapi dia terus-terusa minta maaf karna kamu sama Nathan jadi sama-sama patah hati, terutama kamu yang sampe sekarang masih nutup diri dari semua cowok."

Pandangan Tyara terasa memburam. Kisah cintanya dan Nathan mungkin hanya seumur jagung, namun hal itu benar-benar membekas di hatinya, sampai detik ini dan mungkin akan selalu.

"Mama nggak tau deh harus ngapain lagi, kamu udah besar, seharusnya kamu bisa mikir dengan lebih dewasa."

Percakapan singkatnya dengan Mama pun selesai.

Tyara menghela nafas pelan dan mencoba tersenyum di depan cermin saat ini. Dengan perlahan dia menyesap kopinya dalam dan menikmati sensasinya di dalam mulut. Sensasi yang selalu menenangkan pikiran Tyara. Tidak peduli apapun kata dokter, Tyara selalu berusaha meminum secangkir kopi setiap harinya.

Dengan perlahan dia merapihkan jumpsuit yang digunakannya saat ini. Dia menatap bayangannya di cermin, jumpsuit berwarna pink pastel motif bunga yang dia padukan dengan sepatu kedsnya. Tyara pun tersenyum puas dan mengikat rambutnya.

Drrt. Drrt.

Tyara menoleh ke arah telepon genggamnya dan melirik notifikasi yang muncul; sebuah e-mail.

From: Renaldoadiwijjaya@gmail.com

To: natyarasabilaa@gmail.com

Re: date

Dear Natyara,

Maaf saya nggak bisa jemput kamu hari ini, saya ada meeting dadakan. Bagaimana jika kita bertemu di coffee shop terakhir kali bertemu? Setelah itu saya akan ajak kamu ke sebuah tempat untuk menebus permohonan maaf saya.

Tertanda,

Renaldo Adiwijjaya

Tyara mengerutkan keningnya tanda ia sedang berfikir.

Pantes aja dia tau, alamat e-mail ku kan bisa gampang dicari. Dodol, batin Tyara sembari menatap bayangannya kembali di cermin dan menata rambutnya sebelum benar-benar meninggalkan ruangan apartemennya.

Entah mengapa perasaan Tyara bagaikan di atas awan, dia bahagia dan ingin tersenyum setiap saat. Perasaan yang jarang timbul setelah

kepergian Nathan dari hidupnya. Namun Tyara tidak mau membiarkan secuil kenangan ia dan Nathan merusak harinya.

Saat melihat sebuah toko bunga, Tyara berjalan dengan anggunnya dan matanya terus tertuju pada bunga mawar putih, bunga kesukaannya sejak dahulu.

"Mau bunga yang mana, Neng?"

ElegyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang