[5]: Kopi

5.4K 396 6
                                    

Renaldo berjalan keluar dari ruangannya sambil mengurut keningnya. Tidak lupa dia mengendorkan dasi yang dia gunakan.

Meeting dadakan dengan klien membuatnya merasa kehabisan oksigen.

Mungkin saat ini dia menyesali keputusannya untuk berhenti dari dunia musik dan fokus pada perusahaan keluarganya. Terkadang dia masih merindukan band yang dibuat sejak masa SMP tersebut. Pikiran Renaldo berlarian, menampilkan scene saat-saat dia dan Qyana masih bersama, saat-saat hidupnya belum jungkir balik.

Setelahnya sosok Qyana digantikan oleh sosok Tyara yang polos dan menggemaskan. Tyara yang selalu memikirkan perasaan orang lain.

Tyara apa kabar ya? Batin Aldo sambil menatap ruangannya kosong.

Saat itulah matanya menangkap buku harian Tyara yang menyembul keluar dari tas kerjanya. Dengan senyum lelah Renaldo mengamati buku harian itu secara seksama dan mulai membaca paragraf selanjutnya.

*****

"Tyara!"

Tyara menoleh ke arah belakang dan tersenyum lebar saat menemukan sosok Renaldo yang sedang berdiri di hadapannya saat ini.

"Hai," Tyara balas menyapa Renaldo sambil tersenyum.

"Langsung pulang?" Renaldo memasukkan tangannya ke dalam saku celana, tanda jika dia sedang gugup.

"Kayaknya aku mau ke coffee shop sambil bikin bahasan buat besok deh."

Tyara menatap Renaldo dengan pandangan heran, sedangkan yang ditatap berusaha untuk menghilangkan rasa gugupnya.

"Ada apa, Do?"

"Lo cantik banget sih, Ty," Renaldo menatap Tyara tanpa berkedip.

"Hah? Cantik? Makasih. Eh, Do, aku rasa aku harus pergi sekarang," suara lembut dan lambaian tangan Tyara seolah menyadarkan Renaldo dari lamunannya.

"Tyara, boleh saya ikut?"

Tyara tersenyum manis dan menarik lengan Renaldo tanda ia tidak keberatan. Entah kenapa pipi Renaldo terasa panas walau hanya dengan sentuhan ringan dari jemari Tyara.

"Pantesan aja dari pertama kita ketemu banyak yang ngeliatin kamu, senyum-senyum sendiri, dan aku ngerasa familiar. Ternyata kamu Aldo yang itu," Tyara menekankan kata 'itu' dan menatap Renaldo dengan jenaka.

"Dan saya nggak pernah ngira yang nanyain saya tentang personal disorder adalah perempuan yang sayang pikir masih 18 tahun," Renaldo berusaha menutupi rasa gugupnya.

"Ehm, kita mau ke coffee shop di daerah mana?" Renaldo berusaha mengalihkan pembicaraan mereka.

"Coffee shop yang ada di deket sini aja, kopinya lumayan enak kok."

Renaldo menatap Tyara tanpa berkedip, entah kenapa dia merasa nyaman dan ingin terus berbincang dengan perempuan mungil yang berjalan di sebelahnya ini. Perasaan yang sudah lama mati setelah ditinggal oleh mantan kekasihnya.

"Do? Ada apa?"

Suara halus milik Tyara membuyarkan lamunan Aldo.

"Hah? Enggak. Eh, by the way, kamu suka kopi atau gimana? Kayaknya kamu tau banyak tentang coffee shop di kota ini," Renaldo memasukkan tangannya ke dalam saku jaket yang dia gunakan.

"Sebenernya aku udah nggak boleh minum kopi lagi karna maag, tapi tetep aja kopi itu relief aku pas aku jenuh. Terutama kopi item," Tyara menatap jalanan di depannya.

"Kamu pernah patah hati? Jarang lho ada perempuan yang suka kopi item," suara Renaldo yang kalem yang dalam menghanyutkan Tyara di kebisingan kota.

ElegyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang