[21]: Back at Once

2.7K 250 0
                                    

Faris dan Nathan selalu menjaga Tyara bergantian. Mereka tidak mau mengambil resiko kehilangan Tyara lagi. Sementara itu Rian masih berusaha mencari siapa yang tega mencelakakan adiknya.

"Tante, Tyara masih belum mau makan?" Nana menoleh dan tersenyum pedih menatap Nathan. Sore hari ini memang tugas Nathan untuk menjenguk Tyara.

"Begitu, Than. Udah banyak cara yang Rian lakuin juga buat ngebujuk dia makan, tapi Tyara dari kecil selalu susah makan kalau lagi sakit, atau lagi ada pikiran," Nana menjawab sambil menatap Tyara yang sedang membaca novel kesukaannya.

"Ty," panggil Nathan lembut.

Namun tidak ada jawaban sama sekali.

"Ma...," panggil Tyara saat Nana beranjak ke arah pintu.

"Boleh Tyara minta satu permohonan?"

---

Dengan wajah kusut, Rian meminta Nathan, Faris, dan Faiz untuk menemuinya di kafetaria rumah sakit Tyara dirawat.

Nathan meninggalkan Tyara di kamarnya setelah meminta seorang perawat untuk menjaga kamar Tyara.

Semenjak Tyara sadar, kamar perawatan Tyara dijaga lebih ketat. Pihak rumah sakit pun beberapa kali meminta maaf dan berjanji untuk ikut membantu mencari pelakunya.

Sedangkan Faiz datang dengan kalem, seolah-olah sudah mengetahui topik yang akan Rian bicarakan.

Berbeda dengan Faris yang gelisah memainkan jemarinya.

"To the point, gue rasa gue tau siapa yang ngelakuin itu ke Tyara."

Faris menegang, Faiz hanya menatap Rian tenang.

"Tapi sebelumnya, gue mau nanya," Rian terdiam sejenak. "Aldo udah kesini lagi belum?"

Nathan menggeleng perlahan, begitu pula Faris.

Faiz menatap Rian tajam, "Lo nuduh Aldo?"

Rian tersenyum kalem dan menggeleng setelahnya.

"Tapi gue yakin semua ini ada hubungannya sama Aldo."

Faiz menggeram.

"Gue kenal Aldo lebih dari lo semua!"

Nathan menepuk bahu Faiz untuk menenangkan.

"Gue nggak nuduh Aldo," sanggah Rian dengan tenang namun dengan nada tajam tidak bisa dihiraukan.

Rian menatap Nathan.

"Than, lo tau Aldo deket sama siapa selain Tyara?"

Nathan membatu, namun menatap Faiz tajam setelahnya.

"Dia masih deket sama cewek itu?"

Faiz balas menatap Nathan, "Cewek itu punya nama. Dan dia punya alesan jelas."

Faris tercengang, "Lo udah tau siapa pelakunya?!"

Gelengan Faiz tidak membuat Faris tenang, dia tahu kakaknya menyembunyikan banyak hal.

"Siapapun dan apapun alesannya, itu nggak bisa dimaafin. Tyara hampir meninggal!" Suara Nathan meninggi.

Faris menghela nafas, "Gue tau kita semua frustasi, tertekan, tapi kalau kita sama-sama berantem nggak nyelesaiin apapun."
---

Nathalia menatap telepon genggamnya dengan nanar. Tidak tahu apakah ia harus menghubungi kembali orang itu, orang yang telah memutuskan untuk pergi dari kehidupan keluarga kecil mereka.

Tapi Nathalia kembali memikirkan Tyara, gadisnya itu pasti merindukan sosok Papa yang selalu ada untuknya, ada sebelum pertengkaran yang menghasilkan perceraian.

Setelah menguatkan batinnya, Nathalia menyentuh tombol berwarna hijau.

"Halo, dengan Barata Adhiyaksa."

Nathalia menegang saat mendengar suara mantan suaminya.

"Ini Nathali, saya tidak tahu apakah kamu sudah mengetahui berita terakhur tentang Tyara, tapi dia meminta untuk bertemu dengan kamu."

Barata terdiam sejenak.

"Sudah lama tidak mendapat kabar tentang Tyara dan Rian, saya pikir kamu memutus kabar mereka dariku."

Suara Barata sarat akan rasa rindu, terdengar jauh karna menerawang.

"Hmm," Nathalia membasahi bibirnya yang terasa kering. "Tyara dirawat di rumah sakit. Myasthenia gravis. Datanglah jika kamu merindukan dia."

Nathalia memutus sambungan telepon yang telah menguras habis emosinya, Tyara tidak pernah tahu alasan mereka berpisah.

Dan memutuskan untuk menghubungi Barata kembali walaupun hanya dalam beberapa menit telah membuat bom waktu itu aktif.

Tinggal menunggu semuanya terbongkar.

Sementara di sebrang sana Barata terdiam, dia harus mengakui percakapan itu telah membuka gembok hatinya yang terkunci rapat.

Hanya dengan mendengar suara Nathalia dapat membuat hatimya terkoyak.

"Pi?"

Suara itu memecah pikiran Barata.

"Papi harus ke rumah sakit," dia menatap putrinya sendu.

"Tapi Papi udah janji buat ngabisin waktu bareng aku!"

Barata menghela nafas berat.

"Ini tentang Tyara kan?"

Barata diam, tidak menjawabnya. Ia tahu ia akan melukai putrinya lebih dalam jika ia menjawabnya.

"Tyara. Selalu Tyara dan akan selalu Tyara." Gadis itu berjalan menjauhi ruang tamu.

"Tapi--"

"Anak Papi bukan Tyara doang!"

-----
a/n

gue bikin cerita baru, judulnya can not, boleh di check.

dan untitled udah finish.

gue juga butuh vote sebenernya.

bhay.

ElegyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang