[27]: Emosi

3.1K 247 5
                                    

Pikiran Tyara dipenuhi dengan ucapan Rara sejak kemarin. Sampai ia tidak begitu bersemangat menyambut hari ini, hari ia diperbolehkan keluar dari rumah sakit.

"Natyara," panggil Nathan sabar.

Tyara hanya menoleh lemah ke arah Nathan. Tidak menjawab pertanyaannya.

"Kok kayaknya lo nggak semangat?"

Gelengan lemah dari Tyara menjawab semuanya.

Nathan menghela nafas.

"Lo tuh nggak pernah bisa boongin gue." Nathan menatap Tyara dalam, tetapi gadis itu malah memalingkan wajahnya.

Membuat Nathan merasa serba salah.

Melihat Tyara tidak akan bercerita lebih jauh, Nathan pun berlalu dari hadapan Tyara dan kembali menumpuk menumpuk milik Tyara yang telah dirapihkan oleh Nathalia setelah dokter berkata Tyara boleh pulang, agar lebih mudah saat membawanya.

Nathalia sedang mengurus administrasi Tyara, sedangkan Rian sedang mengambil mobil dari basement.

Sisa gerimis membuat Tyara terhanyut. Rasanya ia ingin berlari keluar, meminta Tuhan menurunkan hujan dan menitikkan air matanya agar tidak ada satupun yang dapat melihat air matanya.

"Tyara," suara Nathan kembali memanggil Tyara.

"Kenapa sih, Nath?" Sembur Tyara langsung.

Nathan gelagapan, baru kali ini Tyara membentaknya. "Eh, Rian udah di lobi depan," ucapnya hati-hati.

Tyara hanya mengangguk samar.

Nathan mengambil tas ransel dan juga travel bag milik Tyara. Di dekapan Tyara ada selimut kesayangan serta dua boneka yang selalu ia bawa kemanapun.

"Udah semua nggak ada yang ketinggalan?" Tanya Nathan mengingatkan.

Mata Tyara berkeliling menatap ruangan yang ia huni selama beberapa minggu ini.

Setelah yakin Tyara mengangguk dan menyender di senderan kursi rodanya. Menunggu Nathan mendorong kursi tersebut.

Sebelumnya Nathan mengambil cardigan Tyara, disampirkannya cardigan itu di pundak Tyara sebelum mereka meninggalkan ruangan.

Kali ini sebuah senyum terbit di wajah manis Tyara. Walaupun masih pucat, tapi setidaknya gadis ini sudah bisa tersenyum.

"Nath, kalau gue ngedrop lagi gimana?"

Pertanyaan Tyara membuat Nathan membeku. Hening melanda keduanya selama beberapa menit.

Nathan meremas pundak Tyara pelan, "Apapun nanti yang terjadi, gue bakal ada di samping lo."

Setelahnya Nathan kembali mendorong kursi roda Tyara dengan lembut.

"Gue jadi inget pas lo masuk rumah sakit karna gue," kenang Nathan pahit.

Tyara tertawa perlahan.

"Dan gue inget percakapan kita waktu lo ngajak gue muterin taman rumah sakit." Tambah Tyara halus.

"Padahal lo udah janji nggak akan bikin diri lo celaka dan bikin gue panik karna lo kritis," Nathan menaruh salah satu tangannya di pundak Tyara.

"He he, maaf ya," jawab Tyara becanda.

"Ada masalah sama Aldo?" Tanya Nathan langsung.

Tyara diam membatu, "Darimana lo tau?"

Nathan terkekeh hangat, "Muka lo kalau lagi berantem sama Aldo keruh."

Dengusan Tyara terdengar jelas. "Bukan sama Aldo doang, sama Faris juga."

Sinis.

Nathan menaikkan alisnya walaupun sadar Tyara tidak dapat melihat reaksinya.

ElegyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang