[16]: Menunggu

3.1K 295 3
                                    

"Than, gue mau nanya."

Dingin. Nathan dapat merasakannya, namun ia tetap acuh dan hanya menunggu kelanjutan ucapan Aldo.

"Cheryl itu siapa lo?"

Nathan hanya terdiam tidak dapat menjawab, satu nama itu selalu membuatnya teringat akan gadis yang sangat ia sayangi.

"Lo nggak tau kan perasaan Tyara pas liat lo sama Cheryl gandengan tangan di acara itu tapi besoknya dengan gampang lo meluk dia?!" Nada suara Aldo meningkat.

Pandangan Nathan terarah pada berkas, tapi pikirannya melayang bersama Tyara. Apa kabar gadis itu? Apakah kondisinya membaik?

"Nggak mau jawab?" Tantang Aldo dingin.

"Lo baru tau kejadian itu kan? Apa hubungannya pula Tyara sama Cheryl? Lo sakit hati liat Tyara sedih karna Cheryl? Lo marah karna gue meluk Tyara? Sekarang, lo pikir, emangnya nggak sakit liat orang yang lo sayang minta lo jemput malem-malem karena penyakitnya kambuh? Lo pikir gampang ngeliat Tyara nangis kesakitan sambil cerita tentang lo? Egois kalau lo bilang gue nggak mikirin perasaan Tyara.

"Lo bilang, lo butuh kejelasan tentang perasaan Tyara, tapi apa lo pernah nyadarin perasaan lo buat siapa? Sebelum lo tanya buat siapa perasaan Tyara, lebih baik lo tanyain ke diri lo sendiri!"

Nathan menatap Aldo dingin dan berlalu setelahnya.

Pandangan Aldo terjatuh pada buku harian Tyara, haruskah ia membaca kembali buku itu?

Dengan gusar, Aldo kembali membuka-buka halaman buku harian Tyara.

*****

Tyara menatap jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya. Badannya sudah mulai terasa lemas, terutama setelah seharian ini bekerja.

Tapi itu semua tidak menyurutkan semangat Tyara untuk bertemu dengan Aldo, ya walaupun dia sudah telat 2 jam, tapi Tyara tetap menunggu pertemuan itu. Ia akan menjelaskan semuanya kepada Aldo, ia pun akan jujur tentang perasaannya kepada Aldo.

Memang, semenjak pertemuan di gala dinner dua bulan lalu, Aldo menghilang begitu saja dari peredaran, bahkan akun-akun sosial medianya pun sudah terbengkalai.

Ty, saya ga bisa dtg.

Tyara tersenyum miris saat membaca SMS yang baru masuk tersebut, dari Aldo. Apakah Aldo tidak tahu, bahwa ia sudah menunggu pertemuan ini?

aku tunggu smp kamu bs dtg.

Tyara sadar, sudah seharusnya ia beristirahat dan meminum obatnya sekali lagi, tapi ia tetap bertahan menunggu kehadiran Aldo. Dulu ia yang mengecewakab Aldo, apalah artinya menunggu tiga jam jika dibandingkan perlakuannya dahulu?

Para pelayan menatap ke arah Tyara dengan iba, bukan karena kesendiriannya, tetapi karena kehampaan yang Tyara pancarkan. Para pelayan sudah berbaik hati memperbolehkan Tyara hanya memesan segelas minuman dan berkata bahwa ia akan memesan makanan saat Aldo datang tanpa mengusirnya.

Tiga jam tanpa terasa telah berlalu, restaurant tempat ia akan bertemu dengan Aldo sudah mulai sepi, meja-meja sudah mulai dirapihkan, namun Tyara masih tetap kukuh menunggu Aldo. Tidak ada satu orang pun yang tega meminta Tyara meninggalkan mejanya.

Badannya sudah melemas, Tyara sadar, seharusnya saat ini dia sudah mengistirahatkan tubuhnya di kasur. Terlelap dalam mimpi yang menyelimutinya.

Tapi kenyataannya, dia masih menunggu sosok itu datang. Datang dan menghilangkan rasa sakit yang saat ini dia alami.

Matanya sudah tidak lagi dapat berkompromi, Tyara terlelap dengan anggun.

"Mbak, maaf."

Suara itu membangunkan Tyara dari tidurnya.

"Ini sudah jam 12 malam, restaurant sudah tutup, dan kami akan pulang." Halus namun penuh sindiran.

Tyara tersenyum getir. Aldo benar-benar tidak datang.

Tyara melangkah keluar restaurant setelah membayar minumannya. Dia menelpon seseorang, entah siapa, karena kondisi badannya sudah melemah.

*****

"Than, jelasin dia sakit apa!"

Nathan tersenyum tipis.

"Ngerasa bersalah?"

Aldo hanya diam membuang mukanya dari pandangan Nathan.

"Myasthenia gravis." Ujar Nathan dingin.

Sekali sentak Aldo menatap Nathan dengan tajam. Ia belum pernah mendengar nama itu sebelumnya.

"Penyakit langka, hanya.1:1.000 kemungkinan penderitanya. Penyakit autoimun dimana persambungan otot dan saraf atau neuromuscular junction berfungsi secara tidak normal dan akhirnya menyebabkan kelemahan otot menahun. Dia nggak boleh kecapekan, nggak boleh tidur malem, nggak boleh banyak kegiatan. Terutama di atas jam.4 sore.

"Selain itu, dia komplikasi. Kena siriosis hati peradangan ginjal. Ironis kan? Perempuan sekuat dan sehebat Tyara harus nerima penyakit ini. Ironis, karena harus perempuan seriang Tyara yang harus ngalamin.

"Tapi, demi lo dia ngelanggar semua aturan itu. Dia ketiduran dan nelfon gue buat minta jemput. Sedangkan lo? Dimana lo saat itu?!"

Aldo terdiam mendengar nada sinis dalam suara Nathan.

Dia ingat, saat itu Rara mengajaknya bertemu, dan dia terpaksa membatalkan janjinya dengan Tyara secara sepihak.

"Lo pergi sama Rara kan? Iyalah, karen sampe kapanpun dia bakal jadi pusat hidup lo. Titik hidup dimana lo selalu ngikutin kemanapun dia pergi."

"Dimana gue bisa ketemu sama Tyara?" Lirih Aldo.

Nathan terkekeh sinis, "Pikirin dulu, buat siapa hati lo sebenernya? Tyara, atau Rara."

Nathan berlalu setelahnya.

"Than, apa gue masih ada kesempatan?"

Pertanyaan itu sukses membuat Nathan berbalik badan dan menghadiahkan bogem mentah untuk Aldo.

---

Nathan membawa seikat bunga krisan putih untuk Tyara. Dengan perlahan dia membuka pintu kamar perawatan Tyara.

"Hai, apa kabar?"

-----

a/n

HAIII

Maaf bgt udh late update entah berapa bulan. Gagal deh nyelesaiin akhir Februari. Tapii, berhubung lagi libur inshaa Allah gue bakal nulis banyak chapter (aamiin). Jadii semoga bisa ngobatin kangen buat kalian kalian yang udh nunggu kelanjutannya.

ElegyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang