20: Freak People

176 56 32
                                    

Yuga, Ringgo, Aga, dan Kei berkumpul di karpet berbulu kesayangan Yuga, sambil memakan dua kotak pizza yang baru dipesan sang tuan rumah.

"Kayaknya kurang, deh." Ringgo bergumam dengan mulutnya yang penuh, "Yuga, kok lo cuma pesen dua, sih?"

Yuga melirik Ringgo yang duduk di sebelahnya. "Harusnya berapa?"

"Empat kotak, lah."

"Hmm, biar masing-masing makan satu kotak gitu, ya?" Yuga mengangguk-angguk, "tapi masalahnya, ini kan gue yang traktir, bukan nyokap gue. Gue tuh belinya pake uang jajan yang gue sisihkan setiap hari. Jadi, apa Anda mengerti, Ringgo Febrian?"

"Baik, saya mengerti. Saya merasa tersanjung karena ditraktir dengan uang yang Anda kumpulkan susah payah. Terima kasih banyak, Tuan Muda Yuga," ucap Ringgo begitu sopan, bahkan sambil membungkuk ke arah Yuga.

"Baguslah, jika Anda sadar." Yuga pun menepuk-nepuk kepala Ringgo.

Di sisi lain, Kei dan Aga hanya terbengong melihat drama kedua bocah tersebut.

"Semakin lama gue kenal kalian, gue merasa semakin takjub," kata Kei terkekeh. "Kalian kok bisa aneh banget, sih?"

Yuga mengernyit. "Kita berdua aneh? Apanya?"

Aga berdecak. "Hubungan kalian berdua aneh. Kadang kayak sahabat sejiwa, tapi kadang kayak majikan dan babu. Kadang bahkan kayak musuh dari lahir. Kenapa bisa kayak gitu coba? Gue sama Kei nggak paham."

Ringgo ikut berdecak. "Gue sama Yuga tuh udah kenal lama banget. Segala aib dan sifat buruknya udah gue hafal luar kepala, begitu juga sebaliknya. Jadi, tiap kita berantem pun, pasti nggak akan lama. Gue kadang terpaksa berpura-pura jadi babu, biar dia seneng."

"Maaf, karena bikin kalian berdua merasa nggak nyaman sama hubungan aneh kita." Yuga berkata dengan nada yang tidak bersalah.

"Berarti kalian udah kenal berapa tahun?" tanya Kei penasaran.

Ringgo berusaha menghitung dengan jemarinya. "Pokoknya, sejak kita masih kecil. Kelas satu SD, kayaknya."

Yuga mengangguk. "Yep. Sampai rasanya gue kadang muak liat muka Ringgo mulu."

"Heh, gue juga bosen liat muka lo yang nggak berubah sejak lulus SD!" protes Ringgo.

"Bukan salah gue, kalau gue diberi kelebihan awet muda."

Yuga dan Ringgo terus berdebat hingga Aga akhirnya menyalakan TV yang ada di kamar Yuga. "Bro, lo lagi suka nonton anime apa?"

"Lo mau nonton anime? Bukannya Lo nggak suka? Bentar, gue connect TV gue ke internet dulu." Yuga malah balik bertanya.

"Gue penasaran, seseru apa anime yang lo tonton sampe bikin lo lupa makan. Emang aneh?"

Yuga tanpa sadar tersenyum lebar, lalu pindah duduk di sebelah Aga. "Nggak aneh! Ayo, ayo, lo harus nonton Boku No Hero Academia. Ada karakter yang sifatnya mirip banget kayak lo, sumpah."

"Oh, ya? Kalo gitu keren, dong?!"

Kei pun ikut duduk di sebelah kiri Yuga. "Gue ikut nonton ulang, boleh?"

"Boleh, boleh." Senyum Yuga semakin lebar, karena Kei ikut bergabung.

Di sisi lain, Ringgo malah tiduran telungkup di kasur Yuga. "Astaga, apa serunya sih nonton anime? Mending kita nonton film horror, guys."

"Kalo lo nggak suka, lo boleh tidur. Anggap rumah sendiri aja, selow. Jangan berisik." Yuga berusaha tenang meladeni Ringgo yang protes seperti anak kecil.

"Oke, Tuan Muda."

Dua puluh menit kemudian, saat satu episode hampir berakhir, seseorang tiba-tiba berteriak heboh. "GILA, GILA. Kok Bakugo bisa mirip banget kayak Aga, sih?! Merinding gue!"

Yuga menoleh ke belakang, ke seseorang yang tiduran telungkup di kasurnya dan diam-diam ikut menonton. "Gue kira lo tidur. Dari tadi nggak bersuara."

Ringgo pun menyengir. "Ternyata seru juga, ya. Kenapa lo nggak pernah maksa gue buat nonton anime coba? Dasar aneh!"

"Gue sering nyuruh lo nonton anime yang gue suka, dan lo selalu bilang nggak suka kartun. Kan kampret!"

"Heh, masa? Gue nggak inget, tuh."

"Berantem aja kita di luar, ayo!"

"Ayo! Lo pikir gue takut, hah?! Gue gini-gini juga anak taekwondo!"

Kei menghela napas, lalu menyikut Aga. "Cuma lo yang bisa menghentikan kebodohan mereka berdua."

"Gue lagi nggak mood marah-marah."

Kei mendengus. "Jadi, kita biarin aja? Mereka makin berisik, loh."

"Entar juga tiba-tiba baikan. Jangan lupa, hubungan mereka kan emang seaneh itu."

"Oh, iya. Gue hampir lupa."

[]
Hari itu, Ringgo gue nobatkan sebagai sahabat terkampret.

Cutie Pie [Short version]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang