26: Don't Worry

149 52 19
                                    

Ketika guru Kimia akhirnya masuk, Aga dan Ringgo juga baru datang. Yuga tebak, mereka pasti habis dari kantin. Dasar murid nakal.

Suasana kelas yang biasanya lumayan ricuh, entah mengapa mendadak hening sejak mendengar pengakuan Kei beberapa waktu lalu.

"Kok sepi, sih? Hawa kelas berasa dingin banget," gumam Ringgo setelah berhasil duduk di sebelah Yuga.

"Perasaan lo aja, Kampret. Bu Kimia kan emang galak, makanya pada diem." Aga memang sangat tidak peka dengan keadaan.

"Bu Kimia? Kalau yang ngajar Bahasa Indonesia, lo nyebutnya Bu Bahasa Indonesia gitu?"

"Bu Wina. Gue bilang Bu Kimia, karena namanya susah."

"Bu Keuis. Emang susah, ya?"

"Susah. Lo orang Bandung, jelas merasa gampang."

"Lo aja yang payah, gitu aja nggak bisa."

Yuga tanpa sadar memukul meja. Cukup pelan, hingga hanya Aga dan Ringgo yang terkejut.

"Kenapa, Bro? Oh iya, soal kejadian di kantin tadi kita minta maaf, ya. Sumpah, kita nggak maksud bikin lo malu." Ringgo berbicara dengan sopan, karena takut dengan wajah Yuga yang terlihat suram.

"Berisik, masalah itu kita bahas nanti pas pulang sekolah," balas Yuga berusaha tidak emosi.

"Oke siap, Boss!"

Setelah Bu Keuis menjelaskan materi dan memberi tugas, Yuga langsung berusaha fokus mengerjakan tugas karena ia tidak mood menyontek Ringgo. Ia masih kesal.

"Kei beneran gay bukan, sih? Bisa aja dia bohong buat nutupin kasus Yuga. Iya, kan?"

"Tapi dia keliatan serius banget tadi dan sama sekali nggak malu."

"Kalo dia bener gay, nggak mungkin dia seberani itu ngaku depan umum."

"Iya, pasti Kei cuma berusaha nutupin kasus Yuga."

Ringgo dan Aga sempat terdiam sejenak saat tidak sengaja mendengar murid-murid perempuan yang bergosip di dekatnya.

Aga yang duduk di sebelah Kei, melirik Kei yang tetap terlihat tenang. Aga pun menyikut pelan lengan Kei. "Apa maksud mereka, Kei? Gue salah denger, apa gimana?"

Kei menoleh, tersenyum tipis. "Nanti aja bahasnya, oke? Tugas lo udah selesai? Ada yang lo nggak ngerti?"

Aga menunjuk bukunya sambil bertopang dagu. "Nomor enam."

Kei pun mendekat dan menjelaskan soal yang Aga tidak mengerti dengan sabar. Aga juga menyimak, tanpa peduli pandangan murid-murid yang memperhatikan mereka.

Aga malah memelototi murid-murid tersebut, hingga mereka kembali pura-pura sibuk mengerjakan tugas.

"Gue kagum, karena lo nggak reflek menjauh atau dorong gue," gumam Kei pelan.

Aga menaikkan satu alisnya. "Apa salah lo, sampai berharap gue bakal dorong lo?"

"Kayak yang lo denger dari yang lain. Gue--"

"Gue mau denger penjelasan lo langsung, bukan dari orang lain. Nanti lo bakal jelasin semuanya, kan?"

"Ya, lo tenang aja."

[]
Aga kayaknya cuma bisa santai kalo ngobrol sama Kei.
Kei memang hebat.

Cutie Pie [Short version]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang