Satu minggu kemudian, hari-hari Yuga dan ketiga sahabat anehnya terasa begitu damai. Tidak ada yang meliriknya dengan sinis atau bisik-bisik tidak jelas lagi.
Semua kembali normal.
Bahkan, Yuga merasa semakin populer di kalangan para siswi. Mereka jadi mulai berani menyapa Yuga dan bahkan memberi Yuga makanan ringan.
Yuga lumayan heran, karena makanan ringan atau minuman yang diberikan para siswi adalah semua yang Yuga sukai. Tahu dari mana mereka?
"Yuga! Habis pelajaran olahraga, kan? Ini Thai Tea buat kamu, tolong diterima ya!" Seorang kakak kelas cantik memberikan sebotol minuman untuk Yuga dengan buru-buru, lalu pergi bahkan sebelum Yuga sempat berterima kasih.
"Whoa! Ini kan Thai Tea yang selalu lo beli setiap ke mini market! Hebat juga tuh kakak kelas," ujar Ringgo semangat, mengejutkan Yuga.
"Terlalu hebat, sampai bikin gue curiga." Yuga pun membuka minumannya, lalu meminumnya dengan senang. "Ringgo, lo mau ngaku sesuatu ke gue, nggak?"
"Heh? Ngaku ... apa?" Ringgo tersenyum canggung. "Memangnya apa salah Hamba, Tuan Muda?"
"Bener bukan lo?"
"Apanya? Gue nggak ngerti."
"Bukan lo yang jual informasi makanan dan minuman favorit gue ke mereka?" tanya Yuga datar.
"Jual info pribadi lo? Ha-ha, nggak. Gue sama sekali nggak terima uang sepeser pun!"
Yuga mengernyit. "Jadi, lo ngasih tau mereka secara cuma-cuma?"
Ringgo menghela napas. Ia heran, kenapa kalau urusan begini Yuga tidak bisa dibodohi. "IYA! Kenapa? Gue kan cuma mau bantu mereka, lagian lo juga keliatan seneng dapet hadiah dari mereka."
"Bego, kenapa lo kasih tahu mereka secara gratis? Kan lumayan buat uang jajan lo," ujar Yuga lalu meminum Thai Tea-nya hingga habis. "Thanks, bro! Berat badan gue kayaknya mulai bertambah. Yey!"
"What? Jadi, harusnya gue kasih harga gitu dari setiap info gue?"
Yuga mengangguk. "Why not?"
"Hmm, lo nggak marah? Atau, jangan-jangan lo ngomong gini buat menguji kesetiaan gue sebagai sahabat lo sejak kecil?"
Yuga tertawa lalu merangkul Ringgo. "Mana mungkin?"
Dari tawa Yuga, Ringgo merasa semakin curiga bahwa Yuga benar-benar marah. "Iya iya, gue nggak akan bagiin informasi pribadi lo ke siapa pun lagi! Puas?"
Yuga mengencangkan rangkulannya. "Nice, lo lulus. Selamat!"
Ringgo mengembuskan napas lega. "Syukurlah, firasat gue ternyata nggak salah. Lo marah, kan?"
"Nggak terlalu, sih. Gue seneng dapet makanan dan minuman gratis setiap hari, tapi ... gue lama-lama merasa nggak enak. Karena, gue nggak bisa ngasih apa pun ke mereka. Gue bukan idol yang bisa ganti hadiah mereka dengan lagu terbaru atau penampilan di panggung."
"Lo mau bales kebaikan para penggemar lo di sekolah ini? Serius?"
Yuga mengangguk. "Kalau ada cara buat bales kebaikan mereka, tentu aja gue mau."
"Nah! Lo tahu kalau bulan depan ada acara pentas seni, kan? Gimana kalau kita tampil buat ngisi acara?"
Yuga memiringkan kepalanya, memandang Ringgo dengan heran. "Tampil? Ngapain? Ngelawak, gitu?"
"Aga bisa main drum, Kei bisa main gitar, gue bisa main keyboard, dan lo bisa nyanyi sambil main bass. Sempurna, kan?" Ringgo tersenyum lebar, terlihat sangat bersemangat.
"Terus?"
"Kita buat band, bodoh!"
Yuga terdiam sejenak, sebelum tawanya meledak. "Band? Aduh, gue bahkan nggak begitu suka nyanyi."
"Tapi, suara lo bagus! Gue pernah denger lo nyanyi, dan suara lo nggak kalah merdu dari penyanyi profesional!"
Yuga menggeleng. "Gue pemalu. Lo lupa?"
Ringgo dengan kesal menarik tangan Yuga, lalu menyeretnya ke lapangan tempat Aga dan Kei masih bermain basket berdua. "Hei, Guys! Gue mau tanya sesuatu ke kalian!"
Kei yang hampir melempar bola basket ke ring, jadi berhenti dan memandang Ringgo dengan bingung. "Nanya apa? Gue kira kalian udah duluan ke kelas, katanya capek?"
Aga melipat tangan, lumayan kesal karena pertandingannya dan Kei terhenti. "Nanya apaan, sih?!"
"Menurut kalian ... apa Yuga pemalu?"
Kei menaikkan satu alisnya. "Pemalu? Sejak kapan? Kenapa gue baru tahu?"
"Dia tuh malu-maluin, bukan pemalu! Gitu aja pake nanya!" seru Aga kesal.
"See? Nggak ada yang menganggap Lo pemalu, Yuga baby." Ringgo menatap Yuga dengan puas.
Yuga menunduk, lalu menepis tangan Ringgo. "Kalau di depan kalian, gue memang bukan pemalu. Tapi, kalau harus tampil depan banyak orang ... gue nggak bisa! Gue punya demam panggung!"
"Haaahh?!"
[]
KAMU SEDANG MEMBACA
Cutie Pie [Short version]
Teen FictionTentang Yuga, yang nama belakangnya dirahasiakan. Yuga bosan dibilang imut, padahal sifatnya berbanding terbalik dengan wajahnya. Lalu, masalah terbesar Yuga adalah ... sudah ada tiga cowok memberikannya surat cinta sejak ia masuk SMA. Padahal, Yuga...