36: Comfort Crowd

148 43 22
                                    

Pentas seni sekolah Yuga sebelumnya, tidak pernah seramai ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pentas seni sekolah Yuga sebelumnya, tidak pernah seramai ini. Yuga pun heran, bagaimana bisa panggung kecil memiliki penonton sebanyak itu.

Yuga dan yang lain masih berkumpul di belakang panggung, tapi Yuga sudah terlihat pucat setelah tahu sebanyak apa penonton yang akan melihatnya.

"Yuga, lo gugup?" tanya Kei, menepuk pundak Yuga. Jelas sekali Yuga sempat melamun beberapa saat.

"Yep." Yuga mengangguk pelan, lalu memandang ketiga sahabatnya dengan ngeri. "Kayaknya, gue bakal pingsan nanti pas naik ke panggung."

Aga mendengus. "Pingsan aja coba kalo berani, nanti bakal langsung gue lempar lo ke penonton."

"Heehh? Kejam amat!" protes Yuga, menahan diri untuk tidak menonjok Aga. "Terus, gue harus gimana, dong? Gue gugup banget, kepala gue mulai pusing...."

Aga, Kei, dan Ringgo dalam hati rasanya ingin tertawa. Karena baru kali ini, mereka melihat Yuga merengek seperti anak kecil. Imut sekali! Ringgo sampai harus menahan diri untuk tidak merekamnya.

"Relax!" Kei menahan kedua bahu Yuga. "Atur napas lo, tutup mata lo, dan jangan pikirin apa pun! Buruan!"

"Hah?" Mau tidak mau, Yuga menurut. Tapi, saat ia mulai memejamkan beberapa saat, ia seperti mendengar suara ketiga sahabatnya yang cengengesan.

Yuga otomatis membuka mata, melihat ketiga sahabatnya itu sedang merekamnya. "Heh! Kalian ngapain?!"

"Habisnya, kapan lagi coba kita bisa melihat Tuan Muda Yuga selemah ini?" jawaban Ringgo benar-benar membuat Yuga naik darah.

"Apa?! Lemah?!"

"Kalau bukan lemah, terus apa? Lo udah latihan keras selama sebulan ini, dan lo takut pingsan hanya karena penontonnya banyak? Emangnya lo kira sebelumnya, yang bakal nonton kita cuma sepuluh orang, gitu?" jelas Aga panjang lebar. Yuga bahkan tidak ingat kapan terakhir kali Aga bicara sebanyak itu.

"Yuga, jangan heran kalau yang nonton kita banyak banget. Lo lupa ya kalo vokalis band kita tuh terkenal sampai ke sekolah lain? Like foto vokalis kita di Instagram aja selalu di atas seribu, kan?" sindir Kei menahan tawa.

Yuga mendadak merasa malu, tapi senang. "Masa, sih?"

"Lo beneran lupa, kalo lo seterkenal itu? Cih, dasar kampret." Aga mendengus, membuang pandangan ke arah lain sambil melipat tangan.

Yuga mengusap tengkuknya dengan canggung. "Walau gue males mengakuinya, tapi kalian juga nggak kalah keren. Jadi, pasti ada beberapa penonton yang dateng karena mau lihat kalian. Bukan cuma gue...."

Aga, Kei, dan Ringgo hanya bisa tersenyum kesal mendengar kata-kata Yuga.

"Beberapa penonton, ya?" Ringgo masih tersenyum, tapi tangannya dengan cepat merangkul Yuga dengan erat. "Gue nggak nyangka lo ternyata sesombong ini, Yuga. Wajah memang tidak menjamin hati seseorang, ya."

"Hah? Apa yang salah sama kata-kata gue? Emang bener, kan? Paling yang dateng niat nonton lo cuma dua orang, Ringgo."

"Dua orang?!" seru Ringgo tidak terima. Tidak mungkin sesedikit itu!

"Kalo gue berapa, hah?!" tanya Aga tiba-tiba.

"Aga sepuluh, kalo Kei baru dua puluh."

"Mereka lumayan, ya! Kenapa gue cuma dua, heh?!"

Yuga tanpa sadar tertawa. Sangat lepas, hingga matanya menyipit dan lesung pipinya terlihat. "Lagian lo kan nggak sekeren mereka, kampret."

"Apa lo bilang?!" Ringgo tambah berpura-pura seolah mau memelintir leher Yuga.

Kei tertawa. "Udah? Apa lo masih gugup, Yuga?"

Yuga terdiam, lalu menyikut perut Ringgo dengan santai. "Wow, gue merasa lebih tenang. Bahkan gue nggak sabar buat lihat reaksi penonton. Aneh banget."

"Syukurlah kalo gitu, tapi perut gue jadi sakit karena lo sikut!" Ringgo memelototi Yuga dengan kesal, tapi juga merasa lega karena rasa gugup Yuga akhirnya hilang.

"Sorry, sorry!" Yuga masih bisa terkekeh tanpa dosa. Lalu tiba-tiba ia mengulurkan tangan ke depan, mengajak semua untuk tos sebelum tampil. "Pokoknya, ayo kita tampil sekeren mungkin! Bahkan lebih keren dibanding pas latihan."

"Siap, Tuan Muda Yuga!" Kei menaruh tangannya di atas tangan Yuga.

"Udah pasti, lah!" Aga pun juga menaruh tangannya di atas tangan Kei.

"Ew, gue nggak mau pegang tangan Aga." Ringgo berdecak malas.

"Gue juga males dipegang sama lo, ya!"

"Ayolah, Ringgo." Yuga menarik tangan Ringgo dan menaruhnya di atas tangan Aga. "Hmm, tunggu dulu. Apa nama band kita?"

"Emang itu penting, ya?" tanya Aga mengernyit.

"Penting lah, bego. Gimana kalau nama bandnya Ringgo and the boys?"

Tentu saja usulan Ringgo ditolak mentah-mentah oleh yang lain. Mereka semua kompak menghela napas sambil menggeleng tidak setuju.

"Gimana kalau The Healing?" tanya Yuga setelah berpikir cukup keras.

"The Healing?" gumam Kei, Aga, dan Ringgo dengan kompak.

"Gimana? Setuju, nggak?"

"Oke, saat gue teriak The Healing, kalian bilang fighting dan tangan kita ke bawah, ya," ujar Kei yang otomatis terdengar seperti leader. Yang lain pun mengangguk mengerti. "The Healing...."

"Fighting!"

[]

Cutie Pie [Short version]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang