Suasana sekitaran area pemakaman luas itu tampak terlihat sepi dan lengang di saat matahari tepat berada di atas kepala seperti siang ini. Masih di tambah lagi cuaca cerah dengan matahari menyengat dan cukup terasa membakar kulit siapapun yang berada di bawah sinarnya. Panas.
Setidaknya alam cukup baik ketika hari ini sang surya bersinar cerah setelah 4 hari sebelumnya bersembunyi di balik awan gelap untuk menurunkan hujan.
Sementara itu, sesosok tinggi pria tampan dengan sebuah kacamata hitam menggantung di hidung mancungnya tengah melangkahkan kaki panjangnya memasuki area pemakaman tersebut. Dengan membawa sebuket mawar merah di tangannya.
Langkah kaki panjangnya berhenti tepat di depan sebuah batu nisan yang di atasnya bertuliskan nama Kwon Yuri.
"Aku datang Yuri-ah" ucap sendu pria yang kini menundukkan kepala dan berjongkok di depan batu nisan tersebut, sembari mengangkat tangan dan melepaskan kacamata hitamnya.
Hari ini merupakan peringatan satu tahun meninggalnya sang kekasih atau sebut saja sang mantan kekasih, Kwon Yuri. Wanita bermarga Kwon itu mengalami sebuah insiden kecelakaan hebat hingga membuatnya meninggal di lokasi kejadian dengan luka parah di kepalanya.
Rasanya sungguh sangat berat dan menyakitkan sekali, ketika sang pria seolah di paksa untuk merelakan kepergian Yuri pada saat itu juga. Bahkan sampai saat ini pun dirinya belum bisa sepenuhnya merelakan wanita itu pergi dari sisinya. Ingatan pria muda itu lantas melayang dan mengembara, kilas balik mengenai kejadian satu tahun lalu. Sedangkan mata hitamnya kini justru menatap layu dan kosong ke arah makam di depannya.
"Maafkan aku, Yuri-ah"
Malam di mana kejadian itu, seharusnya sang pria menjemput Yuri di universitas tempat wanita itu menimba ilmu. Namun sayangnya, pekerjaan yang menumpuk di kantor telah membuat dirinya lupa akan janji menjemput wanitanya. Karena alasan tersebut, sudah bisa di pastikan bahwa dirinya terlambat menjemput sang kekasih.
Seandainya saja malam itu ia meninggalkan pekerjaannya dan menjemput Yuri tepat waktu, mungkin saja kejadian menyedihkan dan memilukan itu tidak akan pernah terjadi dalam hidupnya.
'Ah, benar sekali' batinnya pilu.
Tapi apa mungkin dirinya menunda pekerjaan pada malam itu? Sedangkan pekerjaan tersebut memang harus segera di rampungkannya saat itu juga untuk memenangkan proyek besar bagi perusahaan miliknya pada esok harinya. Meskipun akhirnya justru sang ayah yang maju dan memenangkan proyek itu di saat dirinya tengah berduka atas meninggalnya Yuri.
Sekalipun pria itu menyesalinya hingga jungkir balik pun, toh Yurinya yang telah pergi tidak akan pernah kembali lagi di sisinya. Karena pada kenyataannya, mereka telah di pisahkan oleh dunia yang berbeda.
Setelah cukup lama berbicara sendiri di depan makam Yuri, akhirnya pikiran pria itu mulai terbuka. Berdamai dengan hatinya adalah cara terbaik baginya. Semua pasti akan jauh terasa lebih baik.
Satu tahun kini telah berlalu, melewati hari tanpa kehadiran Yuri di sisinya. Kenyataannya, dirinya tetap baik-baik saja tanpa kehadiran wanita itu hingga detik ini. Mungkin saja ini adalah saat dan waktu yang tepat untuk sepenuhnya merelakan kepergian Yuri dari hidupnya untuk selama-lamanya.
"Aku akan sepenuhnya merelakan mu dan mudah-mudahan pula aku bisa segera mendapatkan pengganti mu, Yuri-ya" tidak lupa pula serangkaian doa yang pria itu panjatkan untuk dirinya sendiri di akhir.
Hm , meskipun sulit, setidaknya pria itu akan berusaha untuk kembali jatuh cinta.
Pria yang tidak lain adalah Choi Siwon itu menghembuskan nafas lega, hingga tangan besar yang kini menggenggam mawar merah kesukaan Yuri itu terulur maju. Meletakkan pelan mawar merah itu di atas makam di depannya. Berlanjut kemudian dengan membenahi posisinya untuk kembali berdiri. Dengan gerakan cepat pula tangan Siwon mengusap setitik air mata yang tanpa sadar keluar dari sudut matanya, sebelum pria itu kembali mengenakan kacamata hitamnya.