"Woy! Lo di sini juga ternyata?" tanya seseorang yang tiba-tiba datang menghampiri Sungchan.
Winter melihat wajah orang itu. Seketika ia melebarkan matanya, tidak menyangka dengan apa yang dilihatnya kini. Seorang pemuda dan seorang gadis berdiri di sebelah Sungchan. Mereka adalah Jeno dan Yeji. Seketika itu ia ingin pergi dari situ menjauh sejauh-jauhnya menjaga hatinya dari kerusakan yang lebih parah lagi.
Ia membeku di tempatnya, tidak tahu harus bagaimana. Akhirnya ia memilih untuk melihat konser yang tertutupi oleh penonton, membiarkan pemuda di sampingnya mengobrol dengan orang yang ia suka.
Usahanya mengacuhkan mereka gagal, ia merasa sebuah tangan merangkulnya. Ia melihat ke samping, ternyata itu tangan Sungchan.
"Kenalin, ini Winter," ujarnya pada Jeno.
Dengan senyum manisnya, Sungchan melihat Winter. Ia seperti mengode gadis itu untuk memperkenalkan diri.
Winter terkejut, ia tersenyum kaku. Tidak tahu harus berekspresi bagaimana. "Halo, gue Winter. Anak kelas sebelas IPA satu."
Jeno tersenyum. "Gue Jeno."
Setelah perkenalan singkat itu, Winter kembali memalingkan wajahnya pada penyanyi solo yang sedang bernyanyi di atas panggung. Jantungnya berdegup kencang sekaligus sedih karena Yeji yang berdiri di sebelah Jeno.
Sungchan masih mengobrol dengan Jeno, sesekali merespon perkataan Yeji. Pemuda itu seakan lupa bahwa ia datang bersama dengan seorang gadis. Ia tampak asik dengan temannya mengacuhkan Winter yang masih dengan perasaan yang kacau.
Penyanyi sudah menyelesaikan lagu yang dinyanyikannya. Musik pun berhenti dilanjutkan dengan MC. Sungchan menengok ke kiri, melihat Winter yang masih melihat ke panggung meskipun tidak ada yang bernyanyi.
Ia baru sadar bahwa ia terlalu mendiamkan gadis itu. Akhirnya ia meraih tangan Winter dan berkata kepada Jeno. "Kita pergi dulu, Jen. Mau liat-liat yang lain."
Winter senang karena Sungchan membawanya pergi. Namun ia merasa tidak terima melihat Jeno bersama Yeji. Ia berharap bahwa dirinya yang berada di samping pemuda itu, bersenang-senang bersama.
"Lo suka permen kapas?" tanya Sungchan.
"Suka," jawab Winter singkat. Pikirannya masih belum bisa beralih dari Jeno.
Tangannya ditarik mendekati sebuah gerobak dengan permen kapas berwarna-warni. Ia terkejut karena Sungchan tiba-tiba membeli sebuah permen kapas berwarna merah muda. Yang lebih membuatnya terkejut adalah permen kapas itu diberikan kepadanya.
"Buat lo," ujar Sungchan dengan senyum manisnya.
"Eh, buat gue?!"
"Iya. Gue liat dari tadi lo murung mulu, jadi gue beliin ini buat lo," jelas Sungchan sembari meraih tangan Winter dan memberikan permen kapas itu.
Winter terpaku melihat Sungchan. Pemuda itu sangat baik kepadanya. Mereka berjalan berdampingan. Sungchan sesekali menunjuk sebuah permainan seperti capit boneka atau kereta mini untuk anak-anak berusaha memberi tahu apa saja yang ada di pasar malam.
Meskipun Winter menyimak apa yang dikatakan pemuda di sampingnya, tetapi pikirannya masih dipenuhi oleh Jeno. Ia masih cemburu dengan Jeno yang dekat dengan Yeji.
Sungchan mengajak Winter untuk melihat-lihat aksesoris. Terdapat banyak aksesoris seperti topi, jam tangan, sabuk, dan aksesoris wanita yang ada di sekeliling mereka. Sekilas di kejauhan Winter melihat dua sosok yang memenuhi otaknya, yaitu Jeno dan Yeji yang tengah asik bermain permainan basket mini.
Dua remaja itu tampak tertawa bersama sembari melempar bola basket ke ring mini. Sesekali Jeno menunjukkan ibu jarinya kepada Yeji karena berhasil memasukkan bola ke ring. Setelah itu Yeji meminta Jeno untuk berfoto bersama. Jeno terlihat sedikit malu pada awalnya, namun pemuda itu tidak keberatan untuk mengambil beberapa foto.
"Hei! Ada apa?" Sungchan mengalihkan perhatiannya.
"Eh, gak papa."
"Udah setengah sembilan nih. Mau pulang?"
"Iya."
Mereka menaiki mobil kemudian Sungchan membawa mobilnya keluar dari tempat parkir. Musik jazz terdengar merdu, cocok dengan suasana malam yang mulai sepi. Lagu berjudul 'Jazz Bar' yang dinyanyikan oleh tujuh gadis cantik dengan nama grup Dreamcatcher itu masuk dengan sopan ke dalam telinga Winter.
Tangannya ditepuk-tepukkan ke atas pahanya pelan mengikuti ketukan musik. Kepalanya sesekali mengangguk-angguk kecil. Lagu yang sangat bagus menurutnya. Benar-benar membuat siapa pun orang yang mendengarnya menjadi rileks. Ditambah lagi dengan suara anggotanya yang lembut membuat pendengar menjadi lebih menikmati lagu.
"Suka sama lagunya?" tanya Sungchan yang melihat Winter begitu menikmati musik.
"Iya, lagunya bagus banget. Judulnya apa?"
Sungchan tersenyum. Ia merasa senang bisa membuat Winter menikmati lagu yang diputarnya. "Judulnya Jazz Bar. Lagunya Dreamcatcher. Tau?"
"Dreamcatcher yang lagunya Rock semua itu?" Winter memastikan.
"Iya. Gue suka banget Dreamcatcher soalnya unik, mereka girlgrup K-pop yang mengangkat genre rock ke dalam konsep mereka. Tapi gak semua lagu mereka rock. Beberapa lagu mereka juga pake genre lain kayak yang lo denger tadi. Ada jazz, ballad, edm, macem-macem. Mereka juga sering cover lagu lain misalnya Lucky Strike, Bang Bang Bang, Copycat, Speechless, dan masih banyak lagi," jelas Sungchan.
Winter mengangguk-anggukkan kepalanya. Ia menjadi penasaran dengan grup yang baru saja Sungchan jelaskan. Ia ingin sekali mencari informasi mengenai Dreamcatcher lebih dalam lagi. Jarang sekali ada girlgrup K-pop yang menggunakan genre rock dalam konsep mereka. Ia akan mencari informasi tentang mereka sesampainya di rumah.
"Ehm, gimana tadi? Lo seneng jalan-jalan sama gue?" tanya Sungchan tiba-tiba.
Winter memandang pemuda itu kemudian tersenyum. "Seneng, kok. Makasih udah ngajakin gue ke pasar malem."
"Tapi gue rasa lo gak seseneng itu deh."
Winter terkejut, jantungnya berdetak kencang satu kali. "Maksud lo apa?"
"Tadi gue liat lo kayak sering diem gitu, kayak gak menikmati."
Ternyata Sungchan menyadari apa yang dirasakan Winter. Ia bertanya untuk memastikan apakah gadis itu benar-benar senang pergi ke pasar malam atau tidak. Ia mengajaknya ke pasar malam karena tidak ingin Winter bersedih lagi, sudah cukup ia melihat gadis itu menangis di taman belakang sekolah.
"Cuma perasaan lo aja kali. Gue seneng banget lo ajak keluar, udah lama juga gue gak jalan-jalan malem," jawab Winter dengan senyuman.
Sungchan menghela napas lega. "Syukur deh kalo lo seneng. Gue sengaja ngajakin lo keluar biar lo gak sedih lagi. Gue gak suka liat cewek nangis, apalagi nangis sendirian kayak tadi sore."
Jantung Winter berdegup kencang lagi. Ia teringat ketika Sungchan datang dan memberikan sapu tangannya ketika ia menangis. Hei! Ada apa dengannya?
"Sekali lagi makasih. Oh iya, soal sapu tangan gue balikin besok, ya. Soalnya belum kering."
"Gak usah. Itu buat lo aja."
Winter melebarkan matanya. Ia merasa tidak enak dengan kebaikan Sungchan. Mengapa pemuda itu baik sekali padanya?
"Eh, gue gak enak sama lo. Besok tetep gue balikin."
Akhirnya mereka sampai di depan rumah Winter. Ia mengucapkan terima kasih untuk yang terakhir kali dan keluar dari mobil. Tidak lupa juga ia melambaikan tangan ketika mobil Sungchan sudah melaju.
Sebelum memasuki rumah, ponselnya berdering dari dalam tasnya. Ia melihat siapa yang menelpon malam-malam. Ternyata Karina. Sesegera mungkin ia menggeser lingkaran hijau pada layar.
"Halo, kenapa, Rin?"
"..."
"Astaga gue lupa soal kemah!"
🌸🌸🌸🌸
Halo semua^^
Gimana sama bab ini?
Suka gak?
Kalo suka jangan lupa vote, komen sebanyak-banyaknya, dan share ke temen-temen kalian ya^^
Terima kasih🙏
Oh iya siapa yang InSomnia di sini?🙌
Aku InSomnia loh^^
InSomnia itu nama fandom Dreamcatcher^^
KAMU SEDANG MEMBACA
LUCID DREAM
FanfictionSemua orang tahu bahwa lucid dream itu adalah mimpi yang terasa nyata. Hal yang sama juga dialami oleh Winter, seorang pemimpi, oh bukan, lebih tepatnya seorang penghalu. Namun ia mengalaminya dengan mata terbuka. "Ini beneran?! Astaga gak nyangka g...