"Cewek cantik kayak lo ternyata bisa nangis juga?" ujar orang itu.
Winter menghentikan tangisannya dan menoleh ke sebelah. Ia tidak bisa melihat orang di sebelahnya dengan jelas karena air mata yang menghalangi pandangan.
"Ini apa?" tanya Winter sambil menunjuk sapu tangan di hadapannya.
"Ini sapu tangan buat ngelap air mata lo. Mau gue yang ngelapin atau mau sendiri?" tanya orang itu.
Winter menerima sapu tangan putih itu dan segera menghapus air matanya. Kemudian barulah ia bisa melihat dengan jelas orang di sebelahnya itu. Ternyata Sungchan yang tidak memakai kacamata dan kini sedang tersenyum padanya.
"Kok lo bisa ada di sini?" tanya Winter.
"Gak penting kenapa gue bisa ada di sini. Yang penting itu kenapa lo bisa nangis."
Kejadian beberapa waktu lalu kembali terekam di kepala Winter. Ia terdiam, tidak ingin mengatakan apa yang menyebabkan ia menangis. Ia takut jika pemuda di sebelahnya itu akan menertawakannya. Untuk apa menangisi orang yang tidak mengenal kita?
"Kenapa diem?" tanya Sungchan lagi.
"Ah, gak papa. Gue cuma sedih aja."
Dari raut wajah Winter, Sungchan tau bahwa gadis itu tidak hanya sedih. Sebenarnya ia ingin tahu alasan Winter menangis, namun ia tidak berhak memaksanya untuk bercerita. Mungkin gadis itu belum ingin menceritakan apa yang ia rasakan. Toh mereka baru mengenal dua hari.
"Kalo gitu, gue boleh minta nomer lo?"
Winter mengerutkan dahi. "Buat apa?" tanyanya.
"Gue mau ngajak lo keluar nanti malem. Lo mau?" ajak Sungchan. Winter mengangguk, ia sudah lama tidak jalan-jalan pada malam hari.
"Boleh."
"Nanti malem gue jemput. Lo share lokasi aja. Nomer lo?"
Winter memberikan nomor pribadinya kepada Sungchan. Ia tidak tahu pemuda itu akan membawanya ke mana, namun ia menurut saja apa yang dikatakannya. Lagipula ia butuh refreshing setelah melihat kejadian beberapa waktu lalu.
Ah, kejadian itu. Ia kembali merasa sesak jika mengingatnya. Namun ia tidak ingin terlarut dalam rasa sedih itu. Kini ia ingin pulang dan beristirahat.
"Anjir!" teriak Winter seketika lalu menutup mulutnya dengan kedua tangan. Sungchan sedikit terkejut.
"Eh, maaf. Gue gak sengaja ngagetin lo," jelas Winter.
Ia teringat bahwa Karina sedang menunggunya di gerbang. Kini ia yakin bahwa sahabatnya itu kesal padanya karena telah membiarkannya menunggu lama. Pasti Karina sudah bersiap-siap dengan kepalan tangannya.
"Sorry, gue pergi dulu, ya. Sapu tangannya biar gue cuci dulu. Makasih."
Tanpa menunggu jawaban dari Sungchan, Winter segera berlari menuju gerbang untuk menemui Karina. Sungchan hanya memandangnya dengan tatapan bingung.
"Gak usah di cuci juga gak papa," gumamnya.
Ia tersenyum seraya menggelengkan kepalanya. Gadis aneh, batinnya. Kemudian ia beranjak dari kursi dan berjalan menuju tempat parkir untuk mengambil mobilnya untuk pulang.
Winter berlari sekencang mungkin dengan napas terengah-engah. Setelah sampai di gerbang, ia menengok ke kanan dan ke kiri mencari sosok sahabatnya. Di ujung gerbang terlihat Karina yang berdiri sambil memakan cilok yang dibelinya tidak jauh dari sekolah.
"Sorry, gue lama," ujar Winter kepada Karina.
"Lo dari mana aja sih? Lama banget sampe cilok gue mau abis nih," protes Karina seraya menunjukkan ciloknya yang hanya tersisa dua butir.
KAMU SEDANG MEMBACA
LUCID DREAM
FanfictionSemua orang tahu bahwa lucid dream itu adalah mimpi yang terasa nyata. Hal yang sama juga dialami oleh Winter, seorang pemimpi, oh bukan, lebih tepatnya seorang penghalu. Namun ia mengalaminya dengan mata terbuka. "Ini beneran?! Astaga gak nyangka g...