"Kayaknya ada yang udah punya doi baru nih," sindir Karina yang baru saja duduk di kursinya.
"Maksudnya?" Winter mulai kebingungan.
"Gue barusan liat lo ngobrol bareng cowok pake kacamata di depan kelas. Itu siapa sih?"
Winter memutar bola mata dan mengembuskan napas malas. Kemudian ia menceritakan kepada sahabatnya itu ketika ia bertemu Sungchan di perpustakaan dan kembali ke kelas bersamanya. Ia juga menceritakan awal pertemuannya dengan Sungchan. Karina menyimak dan tampak sesekali mengangguk.
"Oh jadi namanya Sungchan. Temen Ningning sama Giselle?"
"Iya."
Karina tersenyum licik. "Kirain lo nyari pelarian gara-gara liat doi sama cewek lain," godanya.
"Gak lah. Gue mah tetep setia sama Jeno," jawab Winter sembari menepuk lengan Karina pelan.
"Gimana ya, kok gue gak yakin. Kayaknya lo bakal kesengsem sama Sungchan deh." Karina belum puas menggoda Winter.
Winter menatap Karina malas. Ia ingin membalas perkataan sahabatnya itu namun guru yang mengajar pelajaran Bahasa Inggris sudah memasuki kelas. Akhirnya ia membuka bukunya dengan malas tanpa merespon perkataan Karina.
Di dalam hati sebenarnya ia ragu. Ragu dengan dirinya dan perasaannya. Apakah ia akan tetap menyukai Jeno atau perasaan itu akan berkurang? Ia juga takut jika ia sering bertemu dengan Sungchan dan pemuda itu mengambil hatinya. Apa ia harus menjaga jarak dari pemuda itu? Ia bingung.
....
Hari ini Jeno berlatih basket. Bel pulang sekolah sudah berbunyi beberapa menit lalu. Ia dan Jaemin sudah berganti pakaian. Seragam tim basket mereka berwarna biru tua. Kini mereka berjalan menuju lapangan basket.
SMA Masa Depan memiliki dua buah lapangan. Ada lapangan indoor dan outdoor. Lapangan outdoor digunakan untuk upacara, kegiatan pramuka, dan pentas seni setiap setahun sekai. Sedangkan lapangan indoor digunakan untuk olahraga termasuk latihan basket.
Jeno, Jaemin, dan beberapa siswa anggota tim basket sudah berkumpul di lapangan. Mereka segera memulai latihan. Sebelum bermain, mereka tidak lupa untuk pemanasan. Jeno sebagai kapten tim diminta untuk memimpin pemanasan mereka. Setelah pemanasan selesai, mereka dibagi menjadi dua tim untuk bertanding.
Di tribune duduk seorang gadis cantik yaitu Yeji. Ia sengaja datang untuk melihat Jeno berlatih. Dengan sedikit berbohong pada teman-temannya, ia berhasil menonton pemuda itu berlari membawa bola di lapangan.
Saat beristirahat, Jeno yang melihat Yeji duduk tidak jauh darinya segera berjalan menghampiri gadis itu. "Hai," sapa Jeno.
Yeji tampak tersenyum dan membalas sapaan pemuda itu. Entah mengapa jantungnya tidak bisa dikendalikan. Ia menjadi gugup ketika Jeno berjalan mendekat. Tanpa ia sadari senyum yang ditunjukkannya menjadi senyum canggung. Namun Jeno tidak memperhatikannya.
"Ngapain di sini?" tanya Jeno yang ingin tahu mengapa gadis itu belum pulang.
"Ehm, gue cuma pengen liat kalian latihan."
Jeno bertanya lagi karena masih penasaran. "Kenapa pengen liat kita latihan?"
Yeji tampak berpikir beberapa detik lalu berkata, "Gue suka aja ngeliat orang main basket. Hehe...." Jeno hanya mengangguk.
Kemudian Yeji mengeluarkan sehelai kain dari tasnya. Tangan kanannya yang memegang kain diulurkan ke arah kepala Jeno dan mengelap keringat di pelipis pemuda itu.
Jeno yang terkejut sontak memegang tangan Yeji yang berada di kepalanya. Mereka berdua terpaku, menatap satu sama lain. Kemudian dengan cepat Jeno melepaskan genggamannya dan Yeji menarik tangannya.
"Sorry, gue cuma pengen ngelap keringet lo aja," ucap Yeji yang menundukkan kepalanya. Ia tidak berani menatap mata Jeno.
"Iya. Gak papa." Jeno juga tampak memalingkan wajahnya. Ia merasa jantungnya berdetak cepat.
....
Winter dan Karina ditugaskan guru yang mengajar mata pelajaran terakhir untuk membawa buku tugas teman-teman mereka ke ruang guru. Dengan senang hati mereka melakukannya. Mereka berpikir jika mereka menuruti perintah guru tersebut, maka mereka akan diberi nilai tambahan pada rapot masing-masing. Suatu pekerjaan yang menguntungkan.
Lorong-lorong sekolah mulai sepi. Mayoritas siswa sudah menuju tempat parkir dan gerbang sekolah. Winter dan Karina sudah selesai meletakkan buku-buku di meja guru. Setelah itu mereka memutuskan untuk segera pulang.
Di tengah perjalanan Winter menghentikan langkahnya. Matanya membesar. Ia teringat bahwa ada yang tertinggal di laci mejanya.
"Hape gue ketinggalan di laci!"
"Kok bisa?" tanya Karina.
"Lo keluar dulu aja. Gue mau ngambil hape gue dulu keburu pintu kelasnya dikunci! Tungguin gue di gerbang!" teriak Winter berlari ke kelas meninggalkan sahabatnya yang masih berdiri di tempat seraya menggelengkan kepala.
"Kebiasaan lupa," gumam Karina kemudian berjalan menuju gerbang.
Winter berlari sekencang mungkin karena takut jika pintu kelasnya sudah dikunci oleh penjaga sekolah. Biasanya kelas mulai dikunci sepuluh menit setelah bel pulang berbunyi.
Beruntungnya, pintu kelas belum terkunci. Ia segera mengambil ponselnya yang tertinggal di laci mejanya. Setelah memegang benda persegi panjang berwarna merah muda itu, ia mengembuskan napas lega. Kemudian ia memutuskan untuk segera menuju gerbang untuk menemui Karina yang menunggunya untuk pulang bersama.
Entah mengapa kakinya berjalan menuju rute yang lebih jauh untuk menuju ke gerbang, yaitu melewati lapangan indoor. Ia hanya mengikuti suara ramai yang terdengar dari lapangan karena sekolah sudah mulai sepi. Ia sebenarnya takut jika melewati tempat sepi.
Seperti yang ia duga, ada tim basket yang sedang berlatih. Matanya melirik sekilas ke arah para siswa berbaju biru itu. Kemudian tanpa sengaja ia melihat dua orang yang sedang duduk di tribune. Seorang gadis berseragam dan salah satu tim basket berbaju biru.
Winter membesarkan matanya. Ia tidak berkedip setelah melihat siapa orang di tribune itu yang tidak lain adalah Yeji dan Jeno. Seketika tangannya melemas. Ia tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Yeji sedang mengelap pelipis Jeno dengan sehelai sapu tangan.
Air mata mulai mengalir di pipinya. Ia tidak bisa melihat pemandangan itu lagi. Kakinya berlari tanpa tujuan. Ia tidak peduli dengan sepinya lorong. Ia tidak peduli jika ada hantu yang mungkin muncul di depannya. Pikirannya terus memutar kejadian yang baru saja ia lihat.
Tanpa ia sadari ia berlari ke taman belakang sekolah. Tangisannya semakin menjadi. Pipinya sudah basah karena air mata yang deras mengalir. Ia duduk di salah satu kursi. Di kursi itulah ia mencurahkan semua kesedihannya saat ini.
Ia tahu memang ia hanya penggemar seorang Lee Jeno. Namun perasaan yang dirasakannya bukan hanya sekadar mengagumi. Ia sudah dalam tahap mencintai. Ia merasa begitu sakit ketika melihat pemuda itu sangat dekat dengan gadis lain. Namun apa daya, Jeno tidak mengenalnya.
"Kenapa gue kayak gini sih?" batinnya.
Di tengah tangisnya, ia merasakan ada seseorang yang duduk di sebelahnya. Kemudian terlihat uluran tangan yang memegang sebuah sapu tangan.
"Cewek cantik kayak lo ternyata bisa nangis juga?" ujar orang itu.
🌸🌸🌸🌸
Siapa ya yang duduk di sebelah Winter?
Apa kalian penasaran?
Kalo penasaran tunggu bab selanjutnya ya^^
Jangan lupa vote, komen sebanyak-banyaknya, dan share ke temen-temen kalian^^
Terima kasih🙏
KAMU SEDANG MEMBACA
LUCID DREAM
Fiksi PenggemarSemua orang tahu bahwa lucid dream itu adalah mimpi yang terasa nyata. Hal yang sama juga dialami oleh Winter, seorang pemimpi, oh bukan, lebih tepatnya seorang penghalu. Namun ia mengalaminya dengan mata terbuka. "Ini beneran?! Astaga gak nyangka g...