Semua orang tahu bahwa lucid dream itu adalah mimpi yang terasa nyata. Hal yang sama juga dialami oleh Winter, seorang pemimpi, oh bukan, lebih tepatnya seorang penghalu. Namun ia mengalaminya dengan mata terbuka.
"Ini beneran?! Astaga gak nyangka g...
Kini Winter sudah menginjakkan kakinya di rumah Jeno. Ia duduk di sofa ruang tamu, menunggu Tiffany yang sedang bersiap-siap. Matanya tertarik pada beberapa foto yang terpajang di dinding ruangan. Foto yang menampakkan anggota keluarga Lee.
"Jeno sering banget foto sama Om Donghae," gumamnya yang memerhatikan betapa banyaknya foto ayah dan anak itu. Memang ada foto Jeno bersama dengan Tiffany, namun tidak sebanyak dengan Donghae.
"Sudah lama nunggunya?" Suara dari dalam rumah mengalihkan pandangan Winter.
Tiffany sudah keluar dari kamarnya dan menyambut Winter yang sudah menunggu. Winter segera berdiri dan menyapa sang tuan rumah.
"Maaf ya, tante lama siap-siapnya. Pasti kamu udah laper. Ayo langsung aja ke meja makan. Tante udah nyiapin beberapa makanan, semoga kamu suka."
Winter mengikuti Tiffany ke ruang makan. Ia terkejut ketika melihat makanan di atas meja makan panjang itu yang begitu banyak. Tidak hanya banyak, hidangan itu juga bervariasi. Mulai dari ayam goreng, ikan bakar, steak, salad, hingga spaghetti.
Tiffany mempersilakan Winter untuk duduk berhadapan dengannya agar lebih enak berbincang. Kemudian Jeno terlihat turun dari lantai atas dan bergabung di meja makan. Pemuda itu duduk di sebelah Winter. Gadis itu merasa bahwa jantungnya bisa saja lepas karena duduk bersebelahan dengan Jeno, namun ia berusaha untuk tidak menghiraukannya dan memilih untuk fokus kepada Tiffany.
"Tante gak tahu kamu suka makan apa, jadi cuma ini yang bisa tante siapin. Semoga kamu suka," ujar Tiffany ramah.
"Tante harusnya gak perlu repot-repot nyiapin makanan sebanyak ini. Makasih udah ngundang Winter makan siang," jawab Winter sedikit canggung.
Tiffany tersenyum. Sekarang Winter tahu bahwa mata Jeno mirip dengan ibunya.
"Malah tante yang makasih sama kamu udah dateng ke sini. Ayo dimakan."
"Iya, Tante."
Winter yang tidak tahu harus berkata apa lebih memilih untuk menyantap makanan yang ada di piringnya. Ia tidak berani melihat Jeno atau menatap Tiffany yang juga sedang makan. Beberapa suap nasi sudah ia telan dan belum ada percakapan lagi.
"Oh iya, Winter, kamu udah punya pacar?"
Winter yang sedang minum langsung tersedak, namun ia menahan air yang berada di dalam mulutnya tidak menyembur keluar. Dengan perlahan ia menelan air putih itu dan sedikit terbatuk.
"Ehm, belum, Tante," jawab Winter dengan sedikit cengiran.
Tiffany mengangguk dan sedikit tersenyum. "Berarti tante bisa ngajak kamu ke sini kapan aja. Kamu mau, kan, main ke sini lagi?"
Winter tidak mengerti apa hubungan memiliki pacar dengan berkunjung ke rumah Jeno. "Iya, Tante. Kalo Winter diundang lagi, Winter mau dateng."
"Wah tante seneng dengernya. Tante pengen banget punya anak perempuan. Di rumah tante sering ngerasa kesepian soalnya."
Winter yang tidak tahu harus menjawab apa hanya tersenyum dan melanjutkan makan. Sebenarnya ia sempat melirik Jeno sebentar, pemuda itu fokus makan dan tidak merasa tertarik dengan pembicaraan.
"Winter, makanan kesukaan kamu apa? Besok kalo kamu main ke sini lagi biar tante buatin."
"Eh, Winter suka nasi goreng, Tante."
Sebenarnya Winter hanya asal menyebut nama makanan. Ia bingung harus menjawab apa karena ia suka semua makanan.
"Tapi Tante gak usah repot-repot buatin makanan. Biasanya Winter udah makan di rumah dulu sebelum pergi, hehe...."
Tiffany tertawa. "Gak papa ah, tante emang suka masak."
Setelah makanan habis, Winter tidak tahu harus bagaimana. Jeno memutuskan untuk pergi entah ke mana.
Karena tidak tahu harus apa, akhirnya Winter membantu Tiffany membawa piring kotor ke tempat cuci piring. Tiffany melarangnya membantu, tetapi ia tetap bersikeras membantu.
"Makasih ya udah bantuin beresin. Nanti biar tante yang cuci. Oh iya, habis ini kamu ada rencana gak? Kalo gak ada kamu di sini dulu aja, temenin tante, kebetulan habis ini ada drama yang tante suka tayang."
"Winter gak ada rencana kok hari ini." Jawab Winter singkat.
Tiffany merasa senang dan mengajak Winter menuju ruang tengah untuk menonton drama. Winter duduk di sofa depan televisi bersebelahan dengan Tiffany yang bersemangat menonton.
Mata Winter terfokus pada sebuah foto yang terpajang di sebelah televisi besar itu. Terdapat foto Jeno dan seorang gadis yang lebih kecil darinya.
"Itu siapa?" batin Winter penasaran.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
🌸🌸🌸🌸
Halo semua^^ Maaf lama gak update soalnya akhir-akhir ini sibuk banget, ada kegiatan di kampus:') Gimana sama bab ini? Kalau suka jangan lupa vote, komen sebanyak-banyaknya, dan share ke temen-temen kalian ya^^ Terima kasih🙏