"Lo ngapain ke sini?"
Sungchan terkejut melihat Jeno juga mendatangi rumah Winter malam ini. Ia kira hanya dirinya yang datang untuk menengok Winter. Ia dengar mengenai perkelahian tadi sore dari Haechan.
"Gue kira cuma gue yang dateng. Ternyata lo juga," jawab Jeno.
"Yaudah ayo masuk," ajak Sungchan.
Mereka berdua berdiri di depan pintu dan mengetuk sambil mengucap salam. Beberapa saat kemudian pintu terbuka.
"Eh, ada Nak Jeno sama Nak Sungchan. Pasti mau nengokin Winter, kan? Anaknya ada di taman belakang, ayo tante anter." Taeyeon tampak sumringah melihat dua pemuda itu berkunjung untuk menjenguk putrinya.
Winter tampak duduk di kursi sembari memandangi taman belakang rumah. Ponselnya diletakkan di meja kecil di sampingnya karena tangannya sedang memegang kopi yang masih diminumnya.
"Sayang, ini ada temenmu," ucap Taeyeon kepada Winter.
"Silakan kalo mau ngobrol-ngobrol, tante tinggal ke ruang tengah dulu, mau nonton drakor," lanjutnya kepada Jeno dan Sungchan.
"Kalian ngapain ke sini?" Winter terkejut mendapati dua pemuda itu berada di rumahnya.
"Kita mau nengokin lo," jawab Sungchan.
"Gimana keadaan lo? Gue khawatir banget," ujar Jeno.
Jantung Winter mulai berdetak kencang. Ia menatap Jeno tanpa berkedip. Khawatir? Jeno khawatir padanya? Ada apa ini?
"Ehm... ehm...." Sungchan berpura-pura batuk.
Winter dengan cepat kembali tersadar. Ia berusaha menenangkan jantungnya. Ada Sungchan di sampingnya, ia harus bersikap biasa.
"Eh, gue gak papa kok. Kalian gak usah khawatirin gue," jawab Winter dengan sedikit cengiran.
"Win, gue mau ngomong sesuatu," ujar Sungchan.
"Ngomong apa?"
Sungchan terdiam sejenak. Winter menunggu apa yang ingin dikatakan pemuda itu. Jeno penasaran.
"Gue ke sini gak cuma mau nengokin lo, gue juga sekalian mau pamit."
Perkataan Sungchan membuat Winter sedikit terkejut dan juga bingung. Pamit? Memangnya Sungchan mau pergi ke mana? Mengapa dia pamit?
"Maksudnya?" tanya Winter.
"Besok gue mau pindah ke luar kota. Papa gue ada dinas di sana setahun, jadi sekeluarga juga dibawa," jelas Sungchan.
Winter tidak tahu harus bagaimana, ia bingung mendengar itu. Selama ini Sungchan sangat baik padanya. Meski baru mengenal beberapa waktu, tetapi pemuda itu sudah ia anggap teman baiknya. Ia sedikit merasa kehilangan.
"Kenapa lo tiba-tiba pindah?" tanya Jeno.
"Sebenernya gue emang udah sering pindah-pindah rumah sih dari kecil."
"Jangan lupain temen-temen lo di sini ya. Sering-sering hubungin kita-kita juga," ujar Winter.
"Siap komandan!"
Jeno bertanya kepada Sungchan apakah besok pemuda itu akan berangkat dan Sungchan mengiyakan. Hal itu membuat Winter merasa lebih kehilangan karena malam ini adalah kali terakhir ia bertemu dengan pemuda itu.
"Oh iya, ada satu hal lagi yang mau gue bilang." Sungchan lagi-lagi membuat Winter dan Jeno penasaran.
"Apa?" Kali ini Jeno yang bertanya.
"Win, gue suka sama lo."
Winter melebarkan mata, begitu juga Jeno. Apakah Sungchan akan menembak Winter? Bukankah dia akan pergi jauh? Jika memang benar dan mereka berpacaran bukankah mereka alan menjalani hubungan jarak jauh?
"Lo nembak Winter?" Jeno memastikan apakah yang didengarnya memang benar atau tidak.
"Gue cuma mau ngungkapin perasaan gue aja. Gue gak akan minta lo jadi pacar gue. Gue tahu lo juga gak bakal terima gue jadi pacar lo, Win. Gua tahu ada seseorang yang lebih pantes dibanding gue." Sungchan berkata kepada Winter, tetapi pada akhir kalimatnya dia melirik Jeno.
"Kalo gitu gue pamit pulang ya. Belum beres-beres soalnya. Bye, Win, Jen."
Winter tidak bisa berkata-kata. Ia memandang Sungchan yang pergi dan berpamitan dengan ibunya. Di taman belakang itu masih ada Jeno.
"Ehm, gue juga mau ngomong sesuatu," ucap Jeno kepada Winter.
"Ngomong apa?"
"Gue mau minta maaf, gue gak bisa menuhin janji gue ke mama lo buat jagain lo. Harusnya tadi gue gak langsung pulang."
Lagi. Kini perasaan Winter benar-benar dibuat kacau oleh kedua pemuda yang datang ke rumahnya ini. "Eh, gue gak perlu dijagain kok. Gue kan bukan siapa-siapa lo, jadi lo gak usah minta maaf."
"Tapi itu permintaan mama lo dan gue udah janji. Maaf ya, Win. Lain kali gue bakal berusaha buat jagain lo sebisa gue."
"Gak usah gak pa-"
"Udah malem, gue pamit pulang ya. See you tomorrow."
Winter belum sempat menyelesaikan perkataannya namun Jeno sudah melangkah pergi. Pemuda itu tampak menemui Taeyeon dan terdengar meminta maaf kepada wanita itu.
"Maaf, tante," ucap Jeno yang terdengar samar-samar.
"Gak apa-apa, Nak Jeno. Malah tante yang merasa bersalah udah ngebebanin kamu. Waktu itu tante bener-bener khawatir, jadi tante bilang begitu."
Winter menguping pembicaraan dari tempatnya duduk. Entah mengapa ia tidak terpikir untuk berjalan menghampiri Jeno dan mamanya. Hingga Jeno keluar rumah dan mengendarai motornya untuk pulang.
🌸🌸🌸🌸
Halo semua^^
Promosi dikit boleh kan yak hehe😁
Boleh nih mampir ke channel youtube tobangadudu, isinya cuma sing cover sih😅
Makasih buat yang mau berkenan mampir🙏
Gimana sama bab ini? Kalo suka jangan lupa vote, komen sebanyak-banyaknya, dan share ke temen-temen kalian ya^^
Terima kasih🙏
KAMU SEDANG MEMBACA
LUCID DREAM
FanfictionSemua orang tahu bahwa lucid dream itu adalah mimpi yang terasa nyata. Hal yang sama juga dialami oleh Winter, seorang pemimpi, oh bukan, lebih tepatnya seorang penghalu. Namun ia mengalaminya dengan mata terbuka. "Ini beneran?! Astaga gak nyangka g...