Winter terbangun karena mendengar bel berbunyi. Ia melihat jam dinding, rupanya itu adalah bel jam pelajaran terakhir. Ia melihat seluruh sudut ruangan, tidak ada Sungchan. Apakah ia kembali ke kelas untuk mengikuti pelajaran?
Untuk mengisi kekosongan, ia menyalakan ponselnya dan membuka media sosial. Baru membuka kunci, sebuah pesan masuk, ia memutuskan untuk membaca pesan itu terlebih dahulu. Ternyata itu pesan dari Ningning.
Sorry gue gak ngangkat telpon lo tadi. Gue lagi rapat sama Karina.
Begitulah bunyi dari pesan yang dikirim Ningning. Secepat mungkin Winter membalasnya. Selesai membalas, ia membuka media sosial. Ia melihat-lihat unggahan dari akun yang dia ikuti.
Tidak terasa, bel pulang berbunyi. Pintu UKS terbuka. Masuklah tiga orang temannya, yaitu Karina, Ningning, dan Giselle. Raut wajah mereka terlihat cemas.
"Sorry banget, Win, tadi gue gak ngangkat telpon lo. Gue bantu beres-beres buku di perpus," ujar Giselle.
"Gue juga minta maaf, Win," lanjut Ningning.
"Harusnya gue bantu lo bawa buku. Gak bakal kayak gini jadinya." Kali ini Karina yang berujar.
Winter tidak mau sahabat-sahabatnya menyalahkan diri mereka atas hal yang bukan merupakan kesalahan mereka. Ini adalah kesalahannya sendiri. Seharusnya ia yang meminta maaf karena membuat kawan-kawannya khawatir.
"Ini bukan salah kalian kok. Gue aja yang ceroboh. Udah, gak usah nyalahin diri kalian sendiri. Gue yang minta maaf udah bikin kalian khawatir, tapi gue gak papa kok," jelas Winter.
Ketukan pintu menarik perhatian mereka. Masuklah Sungchan. "Lo pulangnya bareng gue aja."
Winter terkejut. "Eh gak usah, gue udah banyak ngerepotin lo. Gue bisa pulang sendiri kok."
"Udah, Win. Lo bareng Sungchan aja," bujuk Ningning.
Giselle menambahi, "Iya, lo bareng Sungchan aja. Lo kan gak bisa jalan, dia bisa gendong lo kok. Iya, kan?" Ia melirik Sungchan.
"Iya," jawab Sungchan dengan senyumnya.
"Bener banget tuh. Kalo lo pulang bareng kita, bakal repot. Soalnya kita gak kuat gendong lo, lo kan berat," ucap Karina.
"Yaudah, Win. Kita bertiga balik dulu ya." Ningning mengajak Karina dan Giselle keluar meninggalkan Winter dan Sungchan.
"Loh kok kalian kabur sih?!" Winter melihat ketiga sahabatnya keluar ruangan.
Sungchan membalikkan badannya dan meminta Winter naik ke punggungnya untuk digendong. Winter naik ke punggung Sungchan dan mereka mulai berjalan keluar dari UKS menuju ke tempat parkir.
Setelah sampai mobil, Sungchan mendudukkan Winter di kursi dan ia pun memasuki mobil. Ia menyalakan mesin dan menancap gas keluar dari sekolah menuju rumah Winter.
Selama perjalanan tidak ada yang membuka percakapan. Sungchan fokus menyetir dan Winter tenggelam pada pikirannya sendiri. Tidak terasa, mereka sampai di depan rumah berlantai dua itu. Sungchan keluar dari mobil dan menggendong Winter untuk masuk ke dalam rumah.
"Loh ini Winter kenapa?" tanya Taeyeon setelah membuka pintu rumah.
"Tadi Winter ja-"
"Cuma keseleo, Ma," potong Winter.
Taeyeon mempersilakan Sungchan masuk. Setelah dua remaja itu duduk di sofa ruang tamu, ia bertanya lebih lanjut mengenai keadaan anaknya.
"Ceritanya panjang, Ma."
"Lagian sih kamu main HP terus," cibir Taeyeon.
Winter masih tidak mengerti jalan pikiran ibunya yang selalu menyalahkan ponselnya. Entah ketika ia mengeluh pusing, capek, bahkan sakit perut pun yang selalu disalahkan adalah ponselnya. Ia masih belum menemukan titik terang mengenai alasan yang dibuat oleh ibunya itu. Apa salah ponselnya?
"Ini gak ada hubungannya sama main HP, Ma. Orang Winter gak sengaja nginjek tali sepatu kok."
"Berati salah kamu sendiri yang ceroboh."
Karena tugasnya mengantar Winter sudah selesai, Sungchan pamit pulang kepada Taeyeon dan Winter. Taeyeon mengucapkan terima kasih kepadanya karena telah mengantar anaknya pulang.
Karena tidak bisa menaiki tangga, Winter memasuki kamar tidur yang ada di lantai bawah. Ia berjalan dibantu dengan ibunya. Setelah itu ia duduk di tempat tidur dan berganti pakaian dengan pakaian yang diambilkan ibunya.
....
Esok harinya, Winter tidak masuk sekolah karena kakinya masih membengkak. Ia sudah semalaman mengompres kakinya menggunakan es batu tetapi bengkak di pergelangan kakinya belum menghilang. Ia tahu bahwa butuh beberapa hari untuk kakinya sembuh.
Seharian ia hanya rebahan, makan, membuka media sosial, dan menonton televisi. Ia merasa bosan. Lebih baik ia mengikuti pelajaran dan bertemu temannya daripada berada di kamar. Ia butuh teman.
Jam menunjukkan pukul empat sore, ini waktu bel pulang berbunyi. Ia yakin teman-temannya itu sedang bersiap untuk pulang.
Ia menyuap sesendok agar-agar di piring sambil melihat kumpulan video-video lucu di televisi. Ibunya sedang pergi ke rumah tetangganya untuk membantu mempersiapkan arisan. Ia sendirian di rumah, sangat membosankan.
Suara pintu dibuka menarik perhatiannya, ternyata itu Taeyeon yang baru kembali dari rumah sebelah. Wanita paruh baya itu berjalan menuju kamar mandi dan bersiap diri untuk menghadiri arisan rutin.
"Mama arisan dulu ya, Sayang," ucap Taeyeon setelah selesai bersiap.
"Iya, Ma."
"Permisi tante," kata seseorang yang berada di depan pintu.
"Winternya ada di dalem. Masuk aja, tante mau arisan dulu di sebelah. Temenin Winter ya," pesan Taeyeon sebelum ia pergi.
"Siap, Tante."
Winter melihat ke arah pintu. Ia seperti mendengar suara Karina. Dan benar saja ketiga sahabatnya itu datang ke rumah. Senyum senang terlukis di wajahnya.
"Untung kalian dateng. Gabut banget gue seharian," keluh Winter.
Karina menjawab, "Gue yang bosen gak ada lo di sekolah. Tahu gak, tadi gue disuruh jawab sama Pak Siwon. Mana gue gak ngerti lagi, gak bisa nanya sama lo."
Pak Siwon adalah guru matematika. Ia memang tampan, tetapi mata pelajaran yang ia ampu membuat para siswanya mengibarkan bendera putih jika diberi pertanyaan.
"Lo bisa nanya Shuhua. Dia kan jago banget matematika," tukas Winter.
"Yakali. Dia mana mau ngasih jawaban terang-terangan."
"Lo gak punya cemilan atau makanan apa gitu? Laper banget gue." Ningning memegang perutnya yang sudah keroncongan.
"Harusnya kalian yang bawa jajan ke sini. Gue mana bisa beli. Di kulkas ada melon tuh, makan sana."
Ningning segera berlari menuju dapur untuk mengambil melon yang diberitahu Winter. Ia membuka kulkas abu-abu itu dan melihat sepiring melon yang telah di potong.
"Win, gue boleh minta roti tawar gak?!" teriak Ningning dari dapur.
"Ambil aja mumpung gratis!" jawab Winter.
"Tahu kalian ke sini mendingan tadi gue pesen seblak sama lo. Pengen banget makan seblak gue," lanjutnya pada Karina.
Giselle tampak sibuk dengan ponselnya. Rupanya ia sedang melihat-lihat media sosialnya. Seketika matanya melebar, ia menutup mulutnya yang terbuka. Kemudian ia menepuk paha Winter beberapa kali.
"Win win, liat nih!" Ia menunjukkan layar ponselnya pada Winter Karina yang penasaran juga ikut melihat.
"Kemarin lo sama Jeno?" tanya Giselle.
Mata Winter membesar ia tidak menyangka dengan apa yang dilihatnya. Ada yang mengunggah foto ketika ia tengah digendong oleh Jeno.
🌸🌸🌸🌸
Halo semua^^
Aku cuma mau ngingetin kalo cerita ini masih panjang, jadi bagi yang gak sabar nunggu momen Jeno sama Winter dimohon sabar sedikit lagi ya🙏
Kalo ada kritik atau saran bisa komen ya, agar aku bisa bikin cerita ini menjadi lebih baik lagi^^
Jangan lupa vote, komen sebanyak-banyaknya, dan share ke temen-temen kalian ya^^
Terima kasih🙏
KAMU SEDANG MEMBACA
LUCID DREAM
FanfictionSemua orang tahu bahwa lucid dream itu adalah mimpi yang terasa nyata. Hal yang sama juga dialami oleh Winter, seorang pemimpi, oh bukan, lebih tepatnya seorang penghalu. Namun ia mengalaminya dengan mata terbuka. "Ini beneran?! Astaga gak nyangka g...