Setelah usai mereka melaksanakan sholat isya berjamaah, mereka memutuskan untuk memurojaah qurannya bersama, tak ada lagi jadwal setelah ini, namun tak ingin menghamburkan waktu, mereka mengisinya dengan lantunan ayat suci alquran secara bersamaan.
1 jam berlalu, salman sebenarnya masih ingin sekali melanjutkannya, namun melihat wajah istrinya yang terlihat kecapean, ia memutuskan untuk mengakhirinya, padahal fatimah mengaku tak apa-apa.
"mau ngomong apa hayoh..." rayu salman yang merasa jengkel atas istrinya yang diam saja, padahal tadi bilang ingin mengatakan sesuatu.
"kalau aku cerita semuanya, andai itu menyakitkan kamu, àpa kamu akan pergi? sebaiknya belum saatnya aku menceritakannya"
"bahagiakah? sedihkah? itu tak penting bagiku, sebuah keyakinan, itu adalah pondasi sebuah hubungan, maka dari itulah keyakinan adalah yang utama, hanya saja cinta adalah sebuah dasar yang mengawali kisah hubungan itu, untuk memperkuat suatu hubungan itu, kita butuh keyakinan, jadi anisa....bahagia maupun sedih bagiku sebuah perkara yang lumrah, itu biasa dalam setiap hubungan"
Fatimah tersenyum, semoga saja ini adalah waktu yang tepat untuk menceritakan 2 minggu terakhir ini.
"tapi kamu janji gk bakalan ninggalin aku?" sambil mengacungkan wajah salman.
"aku janji" kini salmanpun mengaitkan kelingkngnya di kelingking munggil fatimah, sebagai arti sebuah kesepakatan.
"karna kau adalah istriku"
Fatimah menghela nafas panjang sebelum bercerita, cerita dimana dirinya tersadar akan cinta gelapnya.
"maaf aku telah berbohong kepadamu" lirih fatimah memulai cerita.
" aku tak bisa mengatakannya, terlalu sakit bagiku untuk mengingatnya"sambung fatimah
"percayalah...innallohama'ana"
Mendengar itu, fatimah menghela nafas panjang.
"aku sedang tidak hamil salmaaan"
DOR
"aku sedang tidak hamil salman"
"aku sedang tidak hamil salman"
Kalimat itu seakan rekaman yang telah membom hatinya, raut wajahnya yang semula tersenyum, kini berubah menjadi siratan beribu pertanyaan.
Fatimah yang melihat salman seperti itu, ia langsung menunduk.
"aku sudah katakan, ini terlalu sakit untuk di bicarakan"
Tak ada jawaban dari salman, fatimah tak enak hati terus berada disana jika seperti ini, ia berniat untuk pergi dari sana, sakit rasanya jika terus di teruskan.
Baru saja fatimah membalikan tubuhnya, sebuah tangan kekar menahan tangannya.
"jangan pergi, sudah ku katakan bahagia atau sedih tak penting bagiku" lirihnya.
Fatimah menoleh ke arah salman, hancur rasanya melihat suaminya meneteskan air mata, fatimah benar-benar merasa menjadi istri yang amat durhaka, tega sekali ia membiarkan butiran kecil itu dari mata indah milim suaminya.
"aku tak ingin melanjutkannya lagi salman, aku tak ingin melihatmu menangis" sambil menghapus air mata salman walau dirinya juga membutuhkan itu.
"air mata ini sudah menjadi sahabatku ketika aku mulai menikah, jadi kamu jangan khawatir melihatnya"
"maafkan aku salman, maafkan aku!" tangisnya semakin memburu, ia menghambur ke pelukan salman, ia butuh kedamaian, rasanya ingin sekali ia lari dari kenyataan ini.
"tidaka ada yang perlu di dalahkan dalam hai ini, semuanya hanya permainan takdir"
"tapi aku yang menjadi pertama dalam hal ini, maafkan aku salman"
"aku tak menyalahkannmu, itu ujian buatku, aku sudah melewatinya, dan itupun dengan buah manis, udah yaaa kamu jangan nangis, aku gk kan pernah pergi, dan sial cerita kamu, apapun itu, akan aku terima"
"tapi aku gk mau buat kamu sakit hati "
"lebih baik pahit tapi jujur daripada manis tapi bohong, lagian udah terlanjur cerita juga kan?"
"kamu selalu buat hatiku bahagia, tapi kenapa aku belum pernah membuatmu bahagia"
"kata siapa? senyuman indahmu iti sudah cukup membuatku bahagia, kalaupun tidak ada yang membuatku bahagia, setidaknya kamu bahagia, dan sesungguhnya kebahagiaanku terletak disana"
Lagi-lagi fatimah tersenyum, pria ini tak pernah lekang membuat fatimah tersenyum, suatu anugerah istimewa baginya, entah doa apa yang telah ia panjatkan hari itu.
"aku boleh gk tidur disini?" sambil terus memeluk salman
"boleh, tapi kasian dikitlah sama suami"
"loh? kok gitu?"
"ya masa tidur akunya duduk begini, enak juga kamu nyender di dada aku, lah aku? kemana?"
"kan katanya kapanpun siap jadi sandaran?"
"hehe....iya iya bercanda, tapi harus cerita sekarang yaaa!"
Fatimah mengangguk.
-
-
-
-
-
-
-
KAMU SEDANG MEMBACA
FATIMAH
Teen FictionSebuah kisah cinta di awali dari 2 minggu lalu. Fatimah menyadari betapa gelapnya cinta tanpa ikatan, dosa, cibiran, itu ia ketahui setelah 2 minggu lalu, 2 minggu dimana ia mengaku hamil atas suaminya yang sudah jelas jelas belum sama sekali ia sen...