Part 31 {Aku Harus Pergi}

111 6 1
                                    

"Cerita sama aku, kenapa?" Dita segera membuka pembicaraan antara Nisya dan si kembar, setelah kepergian Kakak-kakak nya dari Ruang Tamu ini, Dita langsung saja mencari tau apa yang belum ia tau.

Nisya tersenyum masam, sebenarnya dia tidak ingin membahas masalahnya dengan Firman lagi. Tetapi bagaimana lagi? Kalau Dita sudah tanya kalau nggak di jawab pasti gadis itu akan tetap mengejarnya setiap hari bukan lagi setiap hari bisa saja setiap jam, setiap menit, setiap detik. Dan jangan lupakan juga dengan sifat cerewetnya itu kalau sudah berbicara pasti tidak sangat sulit untuk berhenti, tetapi sialnya lagi gadis itu sangat ia sayangi.

"Ceritakan Na."

Terlihat Lena menatap kearah Nisya sambil menunjuk dirinya sendiri. "Kok aku sih Sya."

"Nggak papa Na, cepetan."

Lena menghembuskan nafasnya gusar, akhirnya Lena mulai menceritakan semuanya tentang hubungan Nisya dan Firman, mulai dari datangnya Fani yang mencoba mendekati Fikri tetapi selalu gagal karena sifat cuek Fikri terhadap Fani, terus ganti dengan mendekati Firman dan ternyata mereka malah pacaran. Lena juga menjelaskan alasan Firman memacari Fani.

Huftt..

Terlihat Dita menghembuskan nafas kasar, dia mati-matian menahan rasa kesalnya dari tadi setelah mendengar cerita dari Lena, semua laki-laki itu ternyata sama. Sama-sama selalu berasumsi sendiri tanpa mau mendengarkan kebenarannya terlebih dahulu.

"Aku jadi emosi sendiri dengernya Sya, kenapa harus begini sih? Kamu harus segera selesaikan ini semua Sya, aku nggak mau ada kesalahpahaman antara kamu dan Firman yang terpenting sebelum kamu pergi ke Bandung kamu harus sudah menyelesaikannya."

Nisya menganggukan kepalanya setelah mendengarkan pejelasan dari Dita, Dita benar ia harus segera menyelesaikan semuanya terlebih dahulu besok ia akan mengajak Firman ketemuan sekalian dia mempertemukan Dita dan Fikri.

"Iya Ta, besok ya tapi kalian harus ikut." Lena dan Leni tau apa yang Nisya telah rencanakan makanya dia menganggukan kepalanya tanpa ragu.

"Okey." Balas Dita.

***

Dita sudah tiba di Taman yang sudah dijanjikan dari tadi ia hanya menggunakan gamis warna abu-abu dengan jilbab yang senada dengan warna gamisnya serta cadar yang menutupi sebagian wajahnya. Tetapi teman-temannya belum ada yang datang sama sekali.

"Ta."

Dita membalikan tubuhnya menghadap kearah seseorang yang memanggilnya.

Deg

Jatungnya terasa seperti berhenti berdetak saat melihat siapa yang memanggilnya, ia tidak menyangka bakalan dipertemukan kembali dengan laki-laki itu.

Iya, dia Fikri laki-laki itu berdiri tepat dihadapannya sekarang. Kenapa harus sekarang Ya Allah? Ia belum siap, benar-benar belum siap.

"Assalamu'alaikum."

Dita membalas salam dari Fikri lirih sangat lirih hampir tidak terdengar oleh Fikri.

"Bagaimana kabar kamu Ta?"

Dita hanya terdiam saja tanpa ada niatan untuk menjawabnya mulutnya terasa kelu, ia tidak tau harus ngapain apakah ini waktunya ia mengetahui semua alasan yang bakalan laki-laki itu katakan?

"Ta?"

Dita mengerjap-ngerjapkan matanya beberapa kali ia baru saja tersadar dari lamunannya. "A-apa tadi Fik?" Dita terlihat seperti orang bodoh dihadapan Fikri sekarang ini.

Fikri terkekeh pelan mendengar pertanyaan Dita. "Bagaimana kabar kamu Ta." Ujar Fikri sambil menekankan disetiap kata-katanya.

Dita terlihat menahan rasa malunya, jujur saja dia ingin segera pergi dari hadapan laki-laki itu. "Al-Alhamdulillah baik Fik." Jawab Dita sambil terbata-bata.

"Alhamdulillah, aku juga baik Ta." Ujar Fikri tanpa rasa malu sekalipun mungkin sifat cuek Fikri bisa hilang jika berhadapan dengan Dita saja, ini buktinya tidak ada yang tanya kabarnya sama sekali tetapi laki-laki dengan PD nya berbicara tentang kabarnya, apakah urat malu laki-laki itu sudah putus?

Dita sedikit menyunggingkan senyumnya dibalik cadar. "Aku mau menjelaskan semuanya sekarang Ta, aku tidak ingin kesalahpahaman ini terus berlanjut." Ujar Fikri menatap kedua manik mata Dita lekat.

Dita menghembuskan nafasnya pelan, "kita berbicara disana saja." Ujar Dita sambil menunjuk kearah kursi yang ada ditengah-tengah taman.

Mereka berdua sudah duduk diatas kursi yang ada ditengah-tengah Taman, tetapi bukannya ada yang memulai membuka pembicaraan mereka berdua malah sama-sama diam membisu tanpa ada yang berniat memecahkan keheningan diantara mereka.

"Fik."

"Ta."

Tadi diam sekarang sekali berbicara malah bersamaan, "kamu duluan saja." Ujar Dita.

Fikri menatap kearah Dita sejenak, sebelum ia memulai pembicaraannya. "Sebenarnya, aku pernah mendengar pembicaraan kamu dengan Nisya tentang Kak Fildan, aku tau perasaan yang aku miliki ini hanya perasaan sepihak saja karena orang yang aku cintai mencintai orang lain, apakah kamu tau ternyata rasanya sakit Ta."

Dita sudah tidak bisa menghentikan laju air matanya yang tiba-tiba keluar tanpa permisi. "Apakah kamu tau Fik? Disaat kamu mulai menjauhiku aku juga merasakan sakit seperti apa yang kamu rasakan aku terasa kehilangan, aku kehilangan sahabatku, teman dekatku." Dita menatap Fikri sambil menyeka air matanya yang turun.

"Makanya kalau niat menguping pembicaraan seseorang itu jangan setengah-setengah jadi salah paham kan? Apakah kamu juga tau kalau aku sebenarnya juga menyukai kamu, tetapi saat aku melihat kamu mulai menjauhiku rasanya hidupku hancur aku merasa kehilangan sahabat seperti mu."jelas Dita lagi.

Fikri juga ikutan menangis, apakah salah laki-laki menangis? Tidak kan? "Maaf.." hanya kata-kata itu yang mampu keluar dari mulut Fikri.

"Makanya jadi orang jangan suka berasumsi sendiri, dan malah menjauh tanpa sebab." Ujar Dita sebal.

"Maafkan aku Ta, maaf."

Dita akhirnya menganggukan kepalanya tanda ia memaafkan Fikri.

"Ternyata semua laki-laki itu sama ya, sama-sama suka mengambil kesimpulan sendiri tanpa ada niatan untuk mencari kebenarannya." Sindiran telak dari Dita membuat dia merasa ketar ketir sendiri, ternyata Dita nya tajam juga kalau bicara.

"Maaf Ta."

"Sudah aku maafin dari dulu."

Fikri langsung saja menampilkan senyum terbaiknya, akhirnya Dita memaafkannya.

"Kamu apakah kapan kembali ke Banyuwangi lagi?" Tanya Fikri membuka obrolannya kembali.

"InsyaAllah setelah Hari Raya."

"Oh, kapan kamu akan menetap disini lagi Ta?" Fikri terus memberikan Dita pertanyaan.

"Nanti kalau aku sudah lulus S1." Ujar Dita santai.

Fikri membelalakan matanya, kedua matanya seperti mau copot. Apa tadi nunggu lulus S1? Gimana bisa? S1 itu sangat lama bukan?

"Kenapa nggak kuliah disini saja sih Ta, kan disini Universitasnya juga bagus Ta." Ujar Fikri seperti menego barang belanjaan, persis seperti ibu-ibu yang lagi nawar barang belanjaannya wkwk.

"Karena aku ingin menggapai cita-citaku."

Fikri menghela nafas kasar, apakah gadis itu tidak bisa kuliah disini saja? Ia sangat-sangat nggak rela Dita pergi. "Jangan pergi Ta, disini saja."

Dita menatap Fikri sendu, ini semua sudah menjadi keputusannya yaitu untuk bisa kuliah ditempat yang dia impikan. "Aku harus pergi Fik, karena aku ingin mencapai semua apa yang aku inginkan."

Kata-kata harus pergi seperti nyanyian yang berisi lirik lagu galau bagi Fikri.

~Assalamu'alaikum~

Hari ini aku update kembali, terimakasih untuk yang sudah membaca cerita aku, cerita ini tinggal 2 atau 3 part lagi bakalan Tamat, jadi aku mohon untuk kalian semua tolong berikan vote kalian agar aku semangat dalam menyelesaikan cerita ini, hehe..

Jangan lupa vote dan komennya ya..

~Wassalamu'alaikum~

Cinta Sepihak ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang