S A T U

393 97 235
                                        

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Rin!!! gue punya kabar baik untuk lo, lo penasaran nggak?!!!!" ucap Sabrina dengan girangnya. Namun hal itu hanya membuat Karin jengah, sudah tau akan kebiasaan sahabatnya kalau sudah senang pasti akan malu-maluin, apalagi ini mereka ada di kantin. Sabrina datang menghampiri Karin dan sedikit mengeraskan suaranya membuat semua penghuni kantin melihat ke arah mereka.

"Isss, apaan sih lo. Berisik tau nggak. Emang sepenting apa sih sampai lo teriak- teriak, sakit telinga gue, malu-maluin aja!?" Sabrina hanya menyengir menanggapi ucapan Karin. Dia tak peduli dengan hal itu, yang terpenting untuk dia itu kabar yang akan dia beritahu kepada sahabatnya itu.

"Hahahah, biasa aja kali, gue ada kabar yang begitu baik hingga membuat gue terlalu bahagia pake banget-banget." Terlalu berbelit- belit membuat Karin memasang wajah malasnya, Sabrina memang kebiasaan membuat orang penasaran. Dan ujung-ujung nanti nggak jadi ngomong.

"Lo kalau nggak jadi ngomong nggak usah buat gue penasaran kali, Bambang." Kesal Karin lalu menyentil jidat Sabrina membuat sang empunya meringis. Dan tanpa pedulinya Karin bangkit dari tempat duduknya, pergi meninggalkan Sabrina yang menatapnya kesal.

                                     ****
Jam kosong, dua kata yang bisa membuat para murid senang. Dan tak heran lagi di jam yang seperti ini kelas sangat ricuh, sibuk dengan kegiatan masing-masing. Apalagi para kaum adam, mereka malah sibuk dengan sebuah nyanyian yang bisa membuat gendang telinga ingin putus. Namun diantara banyaknya suara yang gembreng, masih ada juga yang terdengar lebih bagus suaranya, siapa lagi kalau bukan Costa lelaki satu ini memang hobi menyanyi dan bermain gitar, dan dia juga satu ekstrakulikuler dengan Sabrina.

Dan di banyaknya hiruk-pikuk anak kelas Bahasa, ada pula sepasang mata yang tak henti-hentinya memandangi gelak tawa seorang gadis bermata hitam kecoklatan, yang tengah sibuk dengan bahasan yang entah apa itu bersama ke lima temannya. Hingga salah satu dari mereka menyadari akan adanya tatapan aneh yang di tujukan pada Sabrina.

"Eh, Na gue rasa dari tadi si Refin lihatin lo mulu deh." Bisik Kiran, Sabrina mendengar langsung melihat ke arah Refin. Reflek mata mereka bertemu, namun itu tidak bertahan lama, dengan buru-buru Sabrina memutuskan kontak mata mereka. Dan melanjutkan kegiatan yang tertunda tadi. Beda halnya dengan Refin ia tetap melihat, memperhatikan gerak-gerik dari Sabrina.

Akhirnya waktu pulang pun tiba, Sabrina berjalan sendiri keluar kelas karena Karin sudah pergi dulu meninggalkannya. Dengan alasan sudah di jemput, sedangkan Kiran, Sheli, Della, Diva dan Rena sudah pergi entah kemana sebelum bel berbunyi, sudah menjadi kebiasaan bagi mereka.

"Na, bisa gomong sebentar nggak?" Tanya Refin dengan menampilkan senyuman dibibirnya. Refin mencegah Sabrina di depan kelas, dan kebetulan saat itu dia sedang sendiran. Karena Karin dan teman-teman lainnya sudah pulang duluan, mereka sudah di jemput, ralat hanya Karin dan yang lainnya nggak tahu pergi kemana. Jadi tingal lah dia sendiri, karena dia selalu membawa motor ke sekolah, karena jarak rumah dengan sekolahnya jauh.

"Eh, Refin ada apa ya? Tumben banget ngajak ngomong dan kayaknya serius banget." Memang Sabrina kurang dekat dengan Refin, dia memang lebih dekat sama teman- temannya Refin termasuk dengan Costa.

"Hmmm, itu Na sebenarnya...." Refin menggantungkan ucapannya, membuat Sabrina yang menunggu sambil menaikkan sebelah alisnya dan tersenyum pada Refin.
Senyum itulah kelemahan Refin saat ingin berbicara pada Sabrina. Dengan keyakinan dan keberanian yang mantap, ia melanjutkan lagi ucapannya,"sebenarnya, gue mau minta nomor WhatsApp lo, Na, mau nanya materi yang beberapa hari lalu gue nggak ngerti. Hmm....bolehkan Na?" Lanjutnya dengan kikuk.
Selama tiga tahun Refin tidak pernah menyimpan nomor gadis itu, padahal di grup kelas nomor Sabrina sudah ada. Tapi entahlah mungkin gengsi menguasainya, begitupun dengan Sabrina, ia juga tidak menyimpan nomor Refin alasannya simple, ia lupa.

Sabrina terkekeh sebentar, "ooh, lo mau minta nomor gue aja banyak banget mikir, gue kira ada sesuatu yang lebih penting. Refin... Refin hahahha." Sabrina menggeleng- gelengkan kepala lalu mengeluarkan handphone nya dan memberikannya pada Refin.
Refin yang mengerti mengambil nya dan mencatat nomornya, tak lupa ia pun menyimpannya, lalu dia kembalikan lagi pada Sabrina. "Mangkanya harus lihat grup kelas nomor gue udah ada di sana, gue mau save nomor lo tapi selalu lupa, eheh." Sambungnya, Refin pun ikut tertawa mendengar ucapan Sabrina.

"Nih Na, thanks ya nanti gue chat terus lo jelasin apa yang gue tanya, gue pulang dulu," pamit Refin, Sabrina mengangguk. Saat ingin melangkah Refin menghentikannya dan kembali bertanya pada Sabrina.

"Oh iya lo sama siapa pulang? Kalau sendiri biar gue antar." Sabrina hanya tersenyum akan ucapan Refin baru saja, lalu dia berlalu meninggalkan Refin menuju dimana ia memarkirkan motornya. Refin juga mengikutinya dari belakang sambil tersenyum seperti orang yang habis menang lotre saja.

"Gue duluan ya Fin." Refin hanya membalas dengan senyuman.

                                     ****
Kepergian Sabrina baru saja, membuat semua teman Refin keluar dari persembunyiaannya. Dan menghampiri Refin yang kesemsem sendiri, bahkan ia pun tidak menyadari kehadiran teman-temannya.

"Oik Fin, ngapain lo senyum-senyum sendiri kek orang yang kurang belaian aja lo." Penuturan itu mendapat geplakan dari Redan, membuat Costa meringis kesakitan, tapi itu tidak dipedulikan oleh Redan. Costa, lelaki yang selalu bermain-main tak pernah serius dalam segala hal, namun sekalinya serius membuat semua temannya terheran-heran.

"Goblok!! sakit tau!?" Aduan itu hanya membuat Redan memutarkan matanya malas. Redan tak kalah recehnya, bedanya dia bisa mengerti kondisi dibandingkan Costa.

"Weeeh, selamat ya bro, yaudah kalau gitu kita cabut yuk.” Ucap Redan sambil merangkul bahu Refin, dan mengajak yang lainnya untuk pergi dari sana.

” Ucap Redan sambil merangkul bahu Refin, dan mengajak yang lainnya untuk pergi dari sana

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Terimakasih sudah meluangkan waktunya untuk membaca cerita aku😊🥳

Jangan lupa vote and comen ya supaya author lebih semangat lagi lanjut ke part selanjutnya.


See you next part😘

Status : udah d revisi

Hilang dan Pergi (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang