5 | Sebuah Awal

24 3 0
                                    

"Jangan berusaha menunjukkan bahwa kamu istimewa, suatu saat kamu pasti akan diistemawakan oleh orang yang sudah berhasil kamu buat jatuh cinta."

-Zaydan-

***

Jam di dinding sudah menunjukkan pukul sembilan malam, itu artinya tugas Jihan di ARCA sudah selesai. Semua karyawan café juga sudah mulai membereskan meja dan kursi agar tak berserakan. ARCA memang sedikit berbeda dengan café-café pada umumnya, di saat café-café lain buka hingga tengah malam, maka ARCA hanya akan buka sampai pukul sembilan saja. Ini adalah salah satu kebijakan yang telah ditetapkan oleh Zaydan agar karyawannya memiliki waktu yang cukup untuk beristirahat dan tidak terlalu merasa tertekan bekerja di tempatnya. Menurut Zaydan kenyamanan para karyawannya adalah yang utama.

"Ji, kamu pulang sendiri gapapa kan? Maaf banget loh ya soale aku dijemput sama suami." Tanya Ningsih pada Jihan yang masih terlihat membereskan tempat kasir.

Jihan memang biasanya pulang bareng Ningsih naik angkot ataupun ngojek karena kosan mereka satu arah, jadi Ningsih sedikit merasa tidak enak pada Jihan karena malam ini ia tak bisa menemaninya pulang.

"Gapapa Mbak, lagian masih jam segini juga. Udah sana pulang kasian suaminya nungguin tuh, so sweet banget sih kalian. Jihan pengen deh nanti kalo punya suami diperhatiin juga kaya Mbak Ning," goda Jihan.

"Heleh Ji, suamiku tuh kalo gak lagi ada maunya cueknya minta ampun, nih aku curiga pasti ada maunya mangkane pake acara jemput segala." ucapan Ningsih membuat Jihan sedikit menahan tawanya.

"Ih Mbak Ning gaboleh tau ngomongin suami sendiri."

"Iya deh bu ustadzah. Eh Ji gimana kalo malem ini kamu pulangnya sama si Roy aja dia kan pake motor, ga tega aku ngeliat kamu pulang sendiri. bentar tak panggilin anaknya," Ningsih celingak-celinguk mencari keberadaan Roy. Roy muncul dari arah dapur dan sudah bersiap untuk pulang. "Roy sini," panggilnya.

"Iya Mbak," jawab Roy.

"Kamu anterin pulang Jihan ya, soale aku dijemput suami. Ya masa kamu tega ngebiarin gadis cantik ini pulang malem-malem sendiri, mau ya."

"Eh nggak usah Mas Roy nanti ngrepotin, nih Mbak Ning emang berlebihan banget." sahut Jihan karena merasa tidak enak dengan permintaan Ningsih pada Roy.

"Eh gapapa kok Ji, nanti kamu pulangnya sama aku aja. Bener apa kata Mbak Ning, anak gadis nggak boleh pulang sendirian, ya gak Mbak," lirik Roy pada Ningsih.

"Bilang aja kamu seneng kan Roy."

"Nggak berani Mbak, sainganku terlalu berat. Pak bos kalo marah serem, hihh takut." Ucap Roy sambil mengendikkan bahunya dan memasang muka meringis ngeri.

Sedetik kemudian Ningsih mulai tertawa sambil menepuk-nepuk bahu Roy, sama seperti kebiasaan perempuan saat tertawa pada umumnya.

"Aww... Sakit tahu Mbak!" Roy meringis sembari memegang bahunya.

Jihan hanya menggeleng saja melihat tingkah dua makhluk di depannya saat ini. Mereka sering sekali bertingkah seperti anak kecil. Tapi itulah yang membuat Jihan semakin sayang dengan mereka. Menurut Jihan pertengkaran di antara Ningsih dan Roy adalah moodboster.

"Eh udah jadi pulang nggak nih, kok malah ngobrol." Sela Jihan agar Ningsih dan Roy menghentikan tingkah mereka.

"Yaudah aku pulang dulu yo," Ningsih pergi meninggalkan Roy dan Jihan.

Ceklek

Kedua orang itu menoleh dan mendapati Zaydan baru keluar dari ruangannya. Masih dengan setelan kemeja hitam dan celana cream yang sedari siang ia gunakan. Hanya saja, saat ini kemeja itu sudah keluar dari dalam celananya sehingga menutupi gesper dengan merk terkenal yang selalu Zaydan gunakan.

Sebuah KisahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang