9 | Obat

23 2 0
                                    

"Ternyata benar, tak semua yang terlihat di depan kita adalah sebuah kebenaran. Manusia memiliki 1001 cara untuk menutupi kekurangannya dan menampilkan sosok lain untuk berdrama di depan manusia lainnya."

-Jihan-

***

Sejak pagi Yumna sudah membuat keributan di rumah keluarga Rahadi. Ia mengikuti setiap langkah Zaydan kemanapun Zaydan pergi (kecuali kamar mandi). Zaydan hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya menghadapi kelakuan adik kecilnya itu. Yumna terus saja merengek pada Zaydan memintanya agar mau menemani jalan-jalan, tapi Zaydan tidak mengiyakannya. Bukan tanpa alasan, hari ini dia ada beberapa jadwal mengajar di kampus.

Dengan setelan kemeja navy dan celana kain hitam, nampaknya Zaydan sudah siap untuk berangkat ke kampus. Dia segera menghampiri meja makan untuk menyantap sarapan yang telah dibuat oleh Diajeng. Yumna yang masih saja meregek mengikuti langkah Zaydan duduk di kursi meja makan.

"Mas, cuti satu hari emang nggak boleh ya?" rengeknya.

"Kamu pikir ini kampus milik Ayah, main minta cuti gitu aja. Ya sudah sih dek besok kan bisa, besok Mas ada waktu jadi bisa temenin kamu kemanapun kamu mau."

"Tapi Nana maunya sekarang Mas. Kalian mah gitu, kemarin katanya kangen sama Nana sekarang Nana udah di rumah malah dicuekin Nananya." Ucapnya dengan mata yang berkaca-kaca.

"Adek kenapa ngomongnya kayak gitu, nggak baik nak. Besok ya Bunda temenin sama Mas Arya juga, Bunda kan ada pengajian sayang hari ini. Oh atau Nana mau ikut pengajian sama Bunda?" ucap Diajeng.

Diajeng mematikan kompor dan menghampiri kedua anaknya yang sedang berdebat di meja makan. Ruang makan keluarga Rahadi yang didesain menyatu dengan dapur sangat memungkinkan Diajeng yang saat itu sedang memasak mendengar perdebatan kedua anaknya.

Yumna yang terlanjur badmood hanya diam saja ketika Diajeng berbicara. Menjadi anak bungsu di keluarga ini menjadikan Yumna memang sangat manja. Ini bukanlah pertama kali Yumna merengek seperti anak kecil, bahkan hampir setiap kali anak itu pulang dari Jakarta pasti ada saja kelakuannya yang membuat seluruh anggota keluarga sedikit bersabar.

Yumna memilih roti tawar lalu mengoleskan selai coklat ke permukaannya untuk sarapannya pagi ini. Mengabaikan nasi goreng favorit buatan bundanya yang sudah Diajeng siapkan. Hal ini membuat Diajeng tersenyum samar memahami anaknya itu pasti sedang merasa kesal.

Zaydan mengelus lembut puncak kepala Yumna yang sedang tak terbalut jilbab. "Ya sudah adek maunya apa nanti Mas beliin?"

Yumna menggeleng.

Zaydan terlihat memikirkan sesuatu untuk mebujuk Yumna. Dan kini ia mengerti apa yang harus dia katakan. "Kalo jalan ditemenin Jihan mau?"

Yumna menoleh menatap Zaydan dengan tatapan datar, "Nana tuh pengennya jalan ditemenin Mas, quality time berdua."

"Ya terus gimana dek, Mas beneran nggak bisa hari ini. Besok deh Mas janji, Mas bakal turutin kemanapun Nana mau pergi, mau ya?" bujuk Zaydan.

Yumna mendengus kesal, "Yasudah deh besok, tapi janji ya? Awas boong lagi."

"Iya sayang"

"Tapi Nana hari ini mau ke café aja, Mas anterin Nana kesana. Nana mau kenalan lebih deket sama Jihan," ucap Nana sembari menggoda Zaydan, Zaydan hanya bisa pasrah mendengar godaan Nana.

Diajeng yang mendegar perkataan kedua anaknya hanya bisa bertanya-tanya siapa perempuan yang mereka maksud. Belum sempat Diajeng bertanya, ternyata Abrar -Ayah yang mendahului untuk bertanya.

Sebuah KisahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang