"Pada akhirnya kita hanya akan dihadapkan dengan dua pilihan, menyelesaikan kesalahpahaman atau berjalan pergi untuk saling melupakan."
-Author-
***
Hari ini adalah hari wisuda Saga. Hari yang sudah Saga tunggu-tunggu setelah menyelesaikan studi empat tahun lamanya. Walaupun kampus yang ia tempati saat ini merupakan bagian dari yayasan milik papanya, namun Saga tetap bersikap seperti mahasiswa lainnya. Menjadi salah satu putra pemilik yayasan, bisa dibilang harusnya Saga memiliki previlage tersendiri, namun Saga sendiri sangat tidak suka ketika ada teman ataupun dosen yang memperlakukan Saga dengan berbeda hanya karena embel-embel nama papanya. Apalagi ditambah semasa kuliah dulu bisa dibilang hubungan Saga dan papanya sangat tidak baik.
Saga keluar dari ballroom tempat prosesi wisudanya berlangsung. Hari ini ia ditemani mama dan papanya. Dengan pakaian yang seragam, mereka menghadiri momen penting putranya tersebut. Saga yang mengenakan setelan jas warna hitam lengkap dengan kacamata hitam, tampak sangat berbeda dari biasanya.
Mungkin ini adalah hari terakhirnya berada di Indonesia karena rencananya ia akan pergi ke Sydney besok pagi. Tapi masih ada satu hal yang sangat mengganjal di hati dan pikirannya, apalagi kalau bukan karena Jihan. Hingga hari ini pun ia masih belum bisa menghubungi Jihan. Bahkan tadi pagi Saga baru menyadari kalau Jihan memblokir nomornya.
"Mama sama Papa balik duluan ya," ucap Ratih.
"Iya Ma nanti Saga nyusul."
Ratih dan Rehan pergi meninggalkan Saga di tempatnya. Kali ini Saga masih harus menyelesaikan beberapa urusannya, termasuk mencari tahu kemanakah Jihan sebenarnya.
"Hai Ga, selamat ya, " Kanaya datang dengan membawa buket berisi coklat untuk Saga. Saga yang terkejut tak lantas mengambil buket tersebut dari Kanaya. "Ini untukmu," Kanaya menyodorkan buket yang sedari tadi ia pegang.
"Oh iya makasih ya." Saga menerima buket tersebut.
"Jihan nggak nemenin kamu?" tanya Kanaya.
"Sejak semalam nomornya tidak aktif, di kost juga nggak ada."
"Ga, apa Jihan marah ya?"
Saga menggeleng, "nggak tahu."
"Saga, saya ingin berbicara sama kamu berdua saja." Tiba-tiba Zaydan menghampiri Saga dan mengajaknya bicara empat mata.
Tanpa pikir panjang Saga langsung mengiyakan ajakan Zaydan. Dia pikir Zaydan mungkin akan membicarakan tentang Jihan, dan dari situ Saga akan bertanya kemana Jihan sebenarnya.
"Kay, aku pergi dulu ya. Btw, thank's buketnya."
"Iya Ga, sama-sama."
Saga mengikuti langkah kaki Zaydan. Setelah menjauhi keramaian, atau lebih tepatnya disudut taman, tanpa aba-aba Zaydan langsung menonjok wajah Saga. Saga terkejut bukan main. Bahkan bukan hanya sekali, tapi berkali-kali.
"Ini karena kamu membuat Jihan menunggu sendirian malam-malam," ucapnya setelah tonjokan pertama. "Ini karena kamu menghianati Jihan dengan bersama perempuan lain malam itu," ucapnya setelah tonjokan kedua. Saat hendak menonjok lagi, tangan Saga mampu menahannya.
"Maksudnya apa sih Pak?" tanya Saga tidak paham dengan perlakuan Zaydan barusan.
"Kamu masih tanya kenapa?! Sekarang saya tanya sama kamu, semalam kamu berjanji akan menjemput Jihan kan?" kali ini nada Zaydan mulai meninggi.
"Iya, tapi—"
"Tapi kamu nggak datang dan ngebuat dia menunggu berjam-jam sendirian. Dan saya lihat dengan mata kepala saya sendiri kamu malah jalan dengan wanita yang membawakanmu buket tadi. Sudah saya katakan sejak dulu, jangan mempermainkan perasaan Jihan, apa kamu masih ingat itu!" Zaydan terus-menerus menunjuk ke depan wajah Saga untuk menegaskan kata-katanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sebuah Kisah
General FictionIni adalah sebuah kisah tentang bagaimana seorang gadis mampu membuat seseorang kembali mengenal siapa Rabbnya. Sebuah kisah tentang cinta dengan segala rintangan untuk bisa mencapai akhir bahagia. Dan sebuah kisah cinta dalam diam dari sesorang unt...