"Mengikhlaskan adalah langkah awal untuk berdamai dengan keadaan."
-Author-
***
Jam dinding baru menunjukkan pukul 06.00, tapi Ratih sudah tidak dapat menemukan dimanakah keberadaan Saga. Padahal pagi ini ia ingin mengajak Saga untuk sarapan bersama.
"Saga kemana Ma?" tanya Rehan saat melihat Ratih yang berjalan menuju meja makan sendirian tanpa Saga.
Ratih hanya mengendikkan bahu. "Di kamar sih nggak ada. Mungkin lagi jogging kali ya Pa, tapi tumben dia bangunnya pagi banget."
"Udahlah, Saga juga udah gede biarin aja. Mending kita sarapan, nanti kalo Saga datang kayaknya Papa mau ajak kalian jalan-jalan deh," ucap Rehan.
"Jalan-jalan? Kemana?" tanya Ratih dengan mata yang berbinar.
Rehan tak menjawab, ia hanya tersenyum sembari mengoleskan selai coklat di atas rotinya.
Tok tok tok
Tak lama setelah itu terdengar suara ketukan pintu. "Bi, di depan kayaknya ada tamu, tolong bukain ya." Ucap Ratih pada Iyem yang sedari tadi mondar-mandir mengerjakan pekerjaan rumah.
"Baik Bu."
Mereka pun masih melanjutkan aktivitas makan mereka, sampai pada saat ada seorang bocah berusia sekitar empat tahunan masuk dan menghampiri mereka. Rehan dan Ratih pun tampak bingung siapa sebenarnya anak ini. Sedangkan bocah itu hanya berdiri mematung dan menatap kedua orang dewasa di depannya dengan tatapan yang tak kalah bingung.
"Ma, anak siapa?"
"Mama nggak tahu Pa."
"Dia cucu kalian Ma, Pa." Saga masuk dengan diikuti seorang wanita yang wajahnya tak asing lagi bagi Rehan dan Ratih. Untuk sejenak mereka terdiam mencerna apa yang ada di hadapan mereka saat ini.
Mata Rehan dan Ratih seketika terbelalak. Mereka berdiri. Ratih menghampiri wanita itu. Tanpa berlama-lama, Ratih langsung berhambur memeluk wanita itu. Ya, dia adalah Alana. Mantan kekasih Samudra sekaligus ibu dari Rayden.
"Kemana saja kamu selama ini Al, Tante kangen." Ucapnya lirih. Mereka sama-sama tak dapat menahan tangisnya. Keduanya saling meluapkan apa yang mereka rasakan. Meskipun Ratih tahu bahwa Alana adalah putri dari Raymon, tapi sejujurnya dia juga tak pernah menentang hubungan Alana dan Samudra. Hanya saja waktu itu dia tak kuasa untuk melawan kehendak dari suaminya.
"Tante maafin Alana, sejak Sam pergi, Alana sama sekali tidak pernah menemui kalian. Alana takut, Alana takut kalian akan membenci Alana karena semua kelakuan Papa," ucap Alana di tengah isaknya.
Merekapun melepaskan pelukan. "Tante sudah maafkan, Tante juga sudah mengikhlaskan kepergian Samudra, jadi kamu tidak perlu takut lagi." Ratih membatu Alana menyeka air mataya. Kemudian matanya beralih ke arah Rayden. "Apakah dia—?"
Alana menganggukkan kepalanya. Ratih langsung berbalik dan mensejajarkan tubuhnya di hadapan Rayden. Ratih memeluknya membuat bocah itu semakin kebingungan saja. Tidak dapat diungkapkan bagaimana perasaan Ratih saat ini melihat seorang anak yang ternyata darah daging dari putranya. Satu-satunya yang Samudra tinggalkan untuk keluarga ini.
"Kamu sangat mirip dengan Samudra nak," Ratih membelai pelan wajah lucu Rayden. Bagi Ratih, melihat wajah Rayden saat ini sama seperti melihat Samudra semasa kecil dulu. Ia kembali memeluk cucunya itu, sampai tanpa sadar pelukannya terlalu erat dan membuat Rayden kurang nyaman.
"Oma, aku sesak." Ucap bocah berpipi gembil itu.
Ratih melepaskan pelukannya, "maafkan Oma ya sayang. Oma bahagia banget bisa bertemu kamu. Mata kamu, hidung kamu, sangat mirip dengan papamu nak."
KAMU SEDANG MEMBACA
Sebuah Kisah
Fiksi UmumIni adalah sebuah kisah tentang bagaimana seorang gadis mampu membuat seseorang kembali mengenal siapa Rabbnya. Sebuah kisah tentang cinta dengan segala rintangan untuk bisa mencapai akhir bahagia. Dan sebuah kisah cinta dalam diam dari sesorang unt...