34 | Menjelang Hari H

13 0 0
                                    

"Pada akhirnya nama kita tetap berada dalam satu undangan yang sama, yang membedakan adalah kamu sebagai mempelainya dan aku sebagai tamu undangannya,"

-Zaydan-

***

Mobil SUV berwarna silver itu kini telah terparkir di halaman ARCA. Sepasang manusia keluar dari mobil dan melangkah masuk ke dalam ARCA dengan menenteng totebag yang berisikan undangan pernikahan mereka. Ya, mereka adalah Jihan dan Saga yang tak lama lagi akan segera melangsungkan pernikahan.

Baru satu langkah kaki Jihan melewati pintu ARCA, ia sudah disambut dengan teriakan Ningsih yang setengah bersorak melihat kedatangan Jihan.

"Jihaannnn," teriaknya sembari berlari menghampiri Jihan. "Udah lama nggak ketemu, kamu kemana aja Ji?" lanjutnya.

Jihan tersenyum melihat ekspresi Ningsih yang seperti anak kecil itu. Semenjak berkuliah, Jihan memang memutuskan untuk berhenti bekerja penuh di ARCA. Ia hanya mengambil kerja di waktu-waktu senggang perkuliahannya. Semua itu juga atas perintah dari Zaydan tentunya.

Walaupun sudah tidak bekerja penuh, Jihan masih sering mengunjungi ARCA di luar jam kerjanya. Hanya saja, selama dua bulan terakhir Jihan memang sedang terfokus kepada pemulihan Saga jadi tidak sempat untuk berkunjung ke sana.

Terkait acara lamaran Jihan, Ningsih dan karyawan ARCA yang lain sepertinya belum sepenuhnya tahu karena memang Jihan juga tidak berani terlalu berkoar-koar. Tamu undangan yang datang ke acaranya kemarin pun sebenarnya kebanyakan berasal dari pihak Saga.

Entah bagaimana reaksi Ningsih dan yang lainnya nanti ketika mengetahui bahwa Jihan akan segera menikah.

"Iya maafin Jihan ya Mbak, soalnya akhir-akhir ini Jihan emang lagi sibuk banget makanya jarang ke sini." Jawabnya.

Ningsih melirik ke arah Saga, lalu kemudian menatap Jihan dengan penuh selidik. Seakan mengerti maksud Ningsih, Jihan lalu mengambil satu buah undangan dan menyerahkannya kepada Ningsih.

"Oh iya Mbak kenalin, ini Mas Saga. Maksud dan tujuan Jihan datang ke sini untuk memberikan ini. Datang ya Mbak, restui Jihan dan Mas Saga."

Ningsih menerima undangan itu dengan muka kebingungan. Perlahan-lahan ia membaca isi undangan tersebut. "Ini, ini beneran kamu mau nikah?" tanyanya.

Jihan mengangguk.

"Bentar-bentar, ini otak Mbak Ning agak sedikit loading nih. Gimana ceritanya? Kok bisa?" tanyanya sekali lagi.

"Ehmm, ceritanya lumayan puanjang Mbak. Kapan-kapan Jihan ceritain ya, maaf nggak ngabarin Mbak Ning tentang ini, ya karena memang acaranya juga serba mendadak Mbak," jelasnya.

"Mas Zay udah tahu?"

"Udah, kemarin Mas Zay sama Bunda juga datang pas acara lamaran Jihan."

"Yasudah, Mbak Ning juga cuma bisa doain semoga acara kalian lancar sampai hari H. Nanti Mbak Ning usahakan buat datang deh."

"Makasih Mbak. Oh ya, Mas Roy sama yang lainnya ada Mbak?"

"Roy libur hari ini Ji, kalo yang lain sih ada kayaknya di dapur. Mau tak panggilin ta?"

"Eh enggak Mbak, biar Jihan aja yang nyamperin mereka." Jihan mengambil alih totebag yang semula dipegang oleh Saga. "Jihan mau ke dapur dulu, Mas mau ikut apa di sini aja?" tanyanya pada Saga.

"Aku tunggu di sini aja ya," Jawab Saga sembari duduk di kursi kosong sebelahnya.

"Mas Saga mau minum apa biar Ningsih buatin?" tanya Ningsih.

Sebuah KisahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang