32 | Awal Baru

17 0 0
                                    

Mungkin benar yang dikatakan orang bahwa dalam hidup pasti akan menemui badai, tapi badaipun tak akan kekal abadi. Langit tak akan rela jika kegelapan senantiasa menghalangi sinar mentari mencapai bumi. Untuk itulah terkadang pelangi hadir untuk mengobati, bahwa setelah gelap akan ada indah yang siap menemani.

-Author-

***

Kondisi Saga berangsur membaik. Kini ia juga sudah dipindahkan ke kamar inap biasa tidak lagi di ICU. Hal ini tentunya membuat seluruh keluarganya bahagia. Meskipun saat ini Saga masih belum bisa bergerak leluasa seperti sedia kala, setidaknya ia tidak lagi tergeletak lemah di atas ranjang.

"Udah Ma, Saga sudah kenyang," Saga merengek seperti anak kecil tatkala Ratih terus menerus menyuapinya bubur.

"Kenyang apanya, kamu bahkan baru memakan tiga sendok Ga. Satu kali lagi ya," bujuknya.

Saga menggeleng pelan, "Tapi Saga kenyang banget Ma."

Cklekk

"Assalamu'alaikum," suara lembut yang berasal dari pintu mengalihkan pandangan Saga dan Ratih.

Mata Raatih berbinar melihat siapa yang datang kali ini. Dengan segera ia bangkit dan menghampiri gadis itu.

"Wa'alaikumsalam. Nah untung Jihan datang, Tante minta tolong ya sama kamu, tolong bunjuk dia agar mau makan," ucap Ratih pada Jihan.

Jihan hanya tersenyum malu. Matanya beralih menatap Saga yang sedari tadi hanya diam saja sejak kedatangannya. Jihan duduk di samping tempat tidur Saga dengan semangkok bubur yang sudah ada di tangannya.

Tangan Jihan secara perlahan terulur ke depan mulut Saga. Ia memberikan isyarat agar Saga membuka mulutnya, dan Saga tak kuasa untuk menolak itu. Semangkok bubur akhirnya tandas juga. Ratih yang menyaksikan itu, sangat amat merasa bahagia.

"Kamu sendiri?" tanya Saga.

"Iya," jawab Jihan singkat.

"Pak Satya nggak marah?" tanyanya lagi.

Sudah Jihan kira, Saga pasti mengira ia sudah menikah dengan Zaydan. Jihan memang belum memberitahu kebenarannya, mungkin kali ini adalah waktu yang tepat untuk menyelesaikan kesalahpahaman yang ada di antara mereka.

"Apa yang Mas Saga pikirkan tentang aku dan Mas Zaydan?" tanya Jihan balik.

Saga kebingungan tak mengerti maksud perkataan Jihan.

"Mas Saga mengira aku menikah dengan Mas Zaydan?"

Saga mengangguki pertanyaan Jihan.

"Kami tidak menikah."

"Maksudnya?"

"Memang benar Mas Zaydan pernah melamarku dulu, tapi aku menolaknya. Setelah lamarannya aku tolak, Mas Zaydan tetap memiliki hubungan baik denganku ataupun dengan keluargaku. Dia memang lelaki yang sangat baik. Dia memiliki semua kualitas yang diinginkan wanita manapun untuk bisa dijadikan seorang suami, tapi sayangnya itu bukan aku. Karena jujur aku tidak pernah bisa mencintainya sekuat apapun aku berusaha."

Saga hanya terdiam dalam keterkejutannya, namun binar bahagia di matanya tidak akan mungkin bisa berbohong.

"Aku sudah tahu semuanya dari Mbak Kanaya tentang apa yang terjadi pada malam itu. maafkan Jihan Mas, waktu itu Jihan tidak bisa berpikir dengan jernih. Pikiran Jihan sangat kalut karena kabar meninggalnya Simbah. Maafkan Jihan karena menolak semua penjelasan dari Mas Saga," lanjut Jihan.

Saga manarik ujung bibirnya. Rasa bahagia itu akhirnya kembali memenuhi ruang hatinya. Serasa ada banyak sekali bunga yang bermekaran di sana. Harapan yang pernah hilang itu akhirnya tumbuh kembali. Dan Saga akan memastikan jika harapan itu tidak akan mati lagi.

Sebuah KisahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang