25 | Malam Berkesan

25 1 0
                                    

"Pertemuan dan perpisahan. Layaknya kisah Adam dan Hawa yang terpisah 500 tahun lamanya dan akhirnya Allah pertemukan mereka kembali di Jabal Rahmah, cukup memberikan bukti bahwa jodoh tahu dimana 'rumah' mereka sebenarnya."

-Jihan-

***

"Mas ini seriusan kita makan di sini?" Mata Jihan tak berhenti menatap gedung restoran yang bisa Jihan tebak bukanlah restoran biasa. Sangat mewah bisa terlihat dari orang-orang yang keluar masuk dengan menggunakan setelan rapih. Berbanding terbalik dengan dirinya yang hanya mengenakan pakaian sederhana. "Mas salah kostum nggak sih?" tanyanya polos.

Saga tergelak mendengar ucapan Jihan.

"Kok ketawa? Cari tempat lain aja yuk." Ajak Jihan setengah memohon.

"Kenapa sih, nggak papa tahu. Lagian ini tempat langganan keluarga aku dulu, nggak bakalan diusir kok." Jawab Saga dengan entengnya.

"Tapi Jihan nggak nyaman Mas, Jihan ngerasa kaya gembel tahu nggak." Jihan terus memberengut kesal. "Mending cari angkringan kek. Oh ya lupa,kamu kan orang kaya mana mungkin cocok makan di angkringan." Ucap Jihan setengah ketus.

Saga tersenyum. "Oke, kamu makan dimana? Aku turutin. Mau di angkringan, di kaki lima, ayok. Malam ini aku jadi sopir kamu pokoknya."

Mata Jihan berbinar, "beneran?" tanya Jihan memastikan.

Saga mengangguk.

"Kalau gitu kita ke tempat ini aja, aku suka makan di sini." Jihan menujukkan layar ponselnya ke depan Saga.

"Siap tuan putri." Jawab Saga sembari melajukan mobilnya lagi.

Jarak tempat yang Jihan tunjukkan tadi kebetulan tidak terlalu jauh. Hanya membutuhkan kira-kira 15 menit dari restoran mewah tadi.

Angkringan sederhana namun dengan konsep elegan itu cukup ramai saat ini. Meskipun sangat ramai, namun tidak terasa sesak sama sekali. Cahaya lampu warm white di setiap sudut juga menambah kesan romantis. menu yang disajikan di angkringan ini juga sangat bervariasi dengan harga yang terjangkau tentunya. Jihan tidak salah untuk memilih tempat ini.

Setelah melihat-lihat menu yang ada, mereka pun langsung memesan beberapa makanan dan minuman. Mereka memilih bangku kosong yang terletak di sudut ruangan itu untuk mereka tempati. Tempat yang cukup strategis untuk menyaksikan lalu lalangnya jalanan Surabaya malam ini. Angin yang berhembus pelan seakan menambah suasana bahagia yang mereka rasakan. Langit malam ini juga sangat indah. Taburan bintang serta cahaya bulan yang sempurna turut menghiasi langit yang semula gelap itu.

"Ji, lihat langit deh, malem ini indah banget ya. Terlihat sangat berbeda," kata Saga dengan mengarahkan telunjuknya pada langit.

"Berbeda?"

"Iya, malam ini adalah pertengahan bulan, bulan terlihat sangat mempesona dengan diameter sempurnanya, langit cerah dihiasi dengan gugusan bintang-bintang yang berkilauan, dan kamu tahu apa bedanya? Bedanya adalah malam ini aku dapat melihat semua keindahan itu denganmu."

"Apaan sih gombal banget, " semu merah tak dapat disembunyikan Jihan. Sayangnya ini adalah malam jadi semu merah yang hadir di pipi Jihan tidak dapat dilihat oleh Saga.

"Setiap melihat langit, mataku selalu tertuju pada satu bintang, yakni bintang Sirius[1]. Kamu tahu bintang itu?"

"Siapa yang tak kenal dengan Sirius, satu-satunya bintang yang disebut dalam Al-Qur'an dengan sebutan bintang Syi'ra. Bintang yang pernah diagung-agungkan dan disembah oleh orang-orang jahiliyah masa itu. Hingga datanglah ayat Allah yang memberi penekanan bahwa ada yang lebih agung dari Syi'ra, yakni Tuhan yang menciptakan Syi'ra[2]."

Sebuah KisahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang