18 | Sebuah Cerita

19 1 0
                                    

"Aku pernah dengar bahwa orang yang paling banyak tertawa dan membuat orang lain bahagia adalah dia yang sebenarnya paling dalam lukanya, dan ternyata malam ini aku melihat dan mendengarnya sendiri bahwa orang seperti itu memang benar adanya."

-Jihan-

***

Sesuai dengan kata-katanya tadi siang, malam ini Saga benar-benar menjemput Jihan. Setelah menunggu Jihan begitu lama, akhirnya kini mereka sudah berada di perjalanan menuju rumah Jihan.

Malam kian larut namun jalanan Surabaya seakan tak pernah sepi. Lalu lalang kendaraan masih menghiasi setiap sudut jalan. Para pedagang kaki lima terlihat sangat sibuk sekali dengan para pembelinya. Café-café lain pun masih buka, sangat berbeda dengan ARCA yang tiap jam 9 sudah menutup dirinya.

Udara malam ini sangat sejuk, seakan mengobati udara siang tadi yang begitu menyengat seolah tengah membakar sesuatu.

Dua manusia yang sedang berada di atas jok motor ini sama-sama sibuk dengan pikiran mereka masing-masing. Tak ada percakapan di antara mereka. Membiarkan vespa biru Saga terus melaju membelah jalanan yang ramai itu.

Tiba-tiba Saga berhenti di tepi jalan.

"Kok berhenti?" Jihan sedikit terkejut dengan tindakan Saga.

Saga melepaskan helm dari kepalanya, "aku mau ngomong sesuatu."

"Hah, di sini?" Jihan dengan muka cengonya terus saja menatap wajah Saga lewat spion. Saga terlihat tersenyum tipis tanpa mengucapkan sepatah kata pun.

"Ikut aku," Saga turun dari atas motornya diikuti Jihan yang juga turun.

Jihan hanya diam dan menatap Saga dengan tatapan menyelidik.

Karena tak mendapat respon, Saga langsug saja menarik tangan Jihan, dan lagi-lagi Jihan yang terkejut langsung saja menepis tangan Saga.

"Oh sorry aku lupa," ucapnya sambil melepaskan tangan Jihan. "Nggak usah mikir aneh-aneh Ji, ayo cepet ikut aku."

Akhirnya Jihan menuruti kata-kata Saga dan mulai membuntutinya. Ternyata Saga naik ke atas jembatan penyebrangan yang kebetulan berada tak jauh dari tempat Saga meberhentikan motornya.

Kini mereka sama-sama menatap jalanan yang terlihat jelas di hadapan mereka dari atas jembatan penyebrangan. Tanpa sadar Jihan tersenyum dan Saga yang menyadarinya juga ikut tersenyum.

"Ada suatu hal yang pengen aku ceritain ke kamu," Saga mulai membuka pembicaraan di antara mereka.

"Apa?" Jihan menatap Saga penasaran.

"Tempo hari kamu bertanya banyak hal tentang aku kan? Malam ini aku ingin sedikit cerita ke kamu."

"Mas, Jihan nggak pernah memaksa Mas Saga untuk cerita, kalau memang Mas Saga belum siap, nggak papa kok."

Lagi-lagi Saga tersenyum, "Kita memang kenal belum lama, tapi aku sudah begitu yakin untuk menceritakan ini semua ke kamu. Malam ini aku hanya ingin kamu mendengarkan semua ceritaku, aku yakin kamu orang yang tepat untuk mendengar ini semua. Setelah psikiaterku tentunya." Saga mengakhiri kalimatnya dengan kekehan pelan.

Saga belum memulai ceritanya tapi tatapan mata yang begitu sendu sudah terlihat dengan jelas di matanya.

"Oke, Jihan akan dengerin semua cerita Mas Saga."

"Makasih ya. Jadi, semua ini bermula bertahun-tahun yang lalu. Aku hanya memiliki satu saudara dan dia adalah Samudra Argantara Hardikusuma. Aku dan Kak Samudra memang terlahir dari rahim yang sama tapi kita memiliki sifat dan kegemaran yang berbeda. Sejak dulu Kak Sam sangat tertarik dengan bisnis, itulah mengapa Papa selalu saja membandingkan aku dengan Kak Sam. Kak Sam yang cerdas, Kak Sam yang penurut, blablabla. Aku rasa anak manapun tidak akan suka jika dibanding-bandingkan dengan orang lain." ucap Saga tanpa mengalihkan tatapannya dari jalanan di depannya.

Sebuah KisahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang