31 | Mulai Membaik

15 0 0
                                    

"Akhirnya aku diberikan kesempatan untuk bisa terbangun lagi, maaf jika telah membuat kalian khawatir."

-Saga-

***

Matahari masih tampak malu-malu saat pria itu akhirnya membuka matanya perlahan. Hal pertama yang ia kenali di ruangan bernuansa putih tersebut adalah wajah wanita paruh baya yang matanya sangat terlihat sayu dengan lelehan air mata yang masih membanjiri pipinya. Lisannya tak henti-hentinya mengucap syukur melihat putranya itu akhirnya bangun dari tidur yang cukup panjang. Hatinya berdebar kencang berharap lelaki itu akan mengeluarkan suaranya.

"Mas Saga bisa mendengar suara saya?" tanya dokter padanya.

Saga hanya menggerakkan pelan kepalanya menatap dokter yang bername tag Hendrik itu. Namun itu cukup membuktikan bahwa Saga memang mendengar ucapannya.

"Alhamdulillah. Kondisi Mas Saga sudah cukup stabil Bu saat ini, hanya saja kita perlu untuk terus menjaga Mas Saga. Jangan membicarakan hal-hal yang akan membebani pikiran Mas Saga terlebih dahulu ya Bu, karena tekanan sedikit apapun tidak baik bagi proses penyembuhan Mas Saga. Baik kalau begitu saya permisi dahulu," ucap Dokter Hendrik.

"Terima kasih dok," balasnya.

Mulutnya yang masih tertutupi masker oksigen itu akhirnya terlihat seperti mengucapkan sebuah kata, hanya saja sangat lirih dan bahkan tak terdengar oleh Ratih.

"Alhamdulillah kamu sudah sadar nak, lain kali jangan seperti ini lagi ya. Mama nggak suka." ucap Ratih.

Secara perlahan Saga merespon ucapan Ratih. Ia mulai menangis melihat wanita yang ada di hadapannya ini begitu mengkhawatirkannya.

"Ma," gerak bibir dari balik masker oksigen yang masih menutupi mulut dan hidungnya itu seakan menandakan ada yang ingin Saga katakan.

"Iya sayang ada apa? Ada yang sakit?"

Tangan Saga bergerak perlahan membuka maskernya. "Ma...af, Sa...ga buat Ma..ma khawatir,"

Tangan Ratih terulur mengusap pelan dahi putranya itu. Terlihat beberapa peluh menempel di sana. Tubuhnya masih terlihat pucat dan lemah, sungguh Ratih tak pernah melihat Saga selemah ini.

"Mama nggak papa sayang, Mama cuma pengen Saga cepet sembuh biar bisa kumpul sama Mama Papa lagi."

Saga merespon ucapan Ratih dengan menangis. Air matanya begitu lancar mengalir menuruni pelipisnya.

"Kamu tahu nak, kemarin ada seseorang yang datang menjengukmu."

Saga menatap Ratih penuh tanya. "Si...apa?"

"Kamu mau ketemu dengan dia?"

Saga menganggukkan kepalannya perlahan.

"Kamu tunggu di sini, Mama panggil dia dulu." Setelah itu Ratih keluar untuk memanggil seseorang.

Daun pintu itu terbuka. Terlihat seorang gadis yang mengenakan gamis cream dan khimar berwarna senada itu masuk ke dalam ruangan Saga. Perlahan tapi pasti ia menghampiri Saga di brankarnya. Sementara itu Saga hanya menatap dengan tatapan setengah terkejut melihat kehadirannya di sini.

Di luar, Zaydan dan Kayra sudah menunggu Jihan. Dari balik kaca jendela yang tembus pandang itu Saga bisa melihat jelas ternyata Jihan tidak datang sendiri, melainkan dengan Zaydan dan Kayra. Air matanya meleleh begitu saja mengingat bahwa mungkin Jihan hanya akan menjadi angan yang tak terwujud baginya.

"Hai Mas apa kabar?" tanya Jihan

Saga membuang mukanya. Jihan sadar bahwa Saga sedang mengacuhkan dirinya.

Sebuah KisahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang