33 | Lamaran

19 0 0
                                    

"Menuju hari-hari penuh haru."

-Author-

***

Jam sudah menunjukkan pukul 14.00. Rumah mewah milik keluarga Hardikusuma terlihat begitu penuh siang ini. Jihan yang ditemani pakdhe dan budhenya terlihat begitu anggun dengan kebaya sederhana berwana navy senada dengan kemeja yang digunakan Saga.

Agenda pada siang hari ini adalah pengajian syukuran atas kesembuhan Saga sekaligus acara lamaran resmi Saga dan Jihan. Pada awalnya Jihan ingin lamaran mereka dilaksanakan secara sederhana saja dan mengundang kerabat dekat, tapi kemudian dari pihak keluarga Saga menginginkan lamaran mereka digabung dengan acara syukuran, yang artinya lamaran mereka akan dilaksanakan sedikit lebih mewah dari yang ia bayangkan.

Meskipun dari pihak keluarga Saga tak pernah mempermasalahkan keadaan ekonomi keluarga Jihan, namun tetap saja ada kekhawatiran tersendiri bagi keluarga Jihan jika nantinya akan timbul masalah dari perbedaan yang ada di antara mereka tersebut. Kesederhanaan yang Jihan dan keluarganya miliki sangat berbanding terbalik dengan segala kemewahan yang Saga dan keluarganya miliki. Bahkan dalam jangka waktu dua bulan ini Saga berulang kali meyakinkan Jihan dan keluarganya untuk tidak mempedulikan apa yang selama ini menjadi keresahan bagi mereka. Hingga tibalah hari ini mereka bisa berkumpul menjadi satu di dalam ruangan yang sama.

Acara demi acara berlangsung dengan hangat dan khidmat. Kini tibalah waktunya bagi Saga untuk mengutarakan maksudnya pada keluarga Jihan.

"Bismillahirrohmanirrahin, maksud saya berdiri di sini yaitu untuk memohon restu dan memohon izin dari Pakdhe dan Budhe selaku wali dari Jihan Maira untuk dapat mengemban tanggung jawab yang yang sebelumnya dipegang oleh Pakdhe dan Budhe untuk bisa menjaga Jihan dengan baik. Saat ini saya ingin mengajukan diri saya untuk bia menjaga Jihan dengan baik sampai akhir hayat nanti." Suara Saga yang begitu tegas mampu menghipnotis semua orang yang ada di ruangan itu untuk larut dalam keharuan.

Tak sedikit dari mereka yang mengabadikan momen sakral itu dengan mata yang berkaca-kaca. Jihan pun sama, ia bahkan tak pernah menyangka Saga bisa seserius itu dalam mengutarakan niatnya.

"Saya sebagai pakdhenya Jihan menyambut baik niatan Mas Saga untuk dapat mempersunting Jihan menjadi bagian hidup Mas Saga. Saya pribadi memberikan restu, tapi..."

Rusdi –padhenya Jihan sengaja menjeda ucapannya untuk menggoda Saga. Terlihat sekali raut mukanya langsung berubah. Siapapun bisa melihat dengan jelas ada kecemasan di matanya.

"...saya kembalikan lagi ke Jihan apakah dia bersedia atau tidak, karena yang akan menjalani pernikahan adalah Jihan, bukan saya." lanjutnya.

Ucapan Rusdi seketika mampu menghadirkan tawa di ruangan itu. Saga terlihat menghembuskan napasnya pelan sembari tersenyum malu-malu.

Mikrofon yang semula dipegang oleh Rusdi kini sudah beralih ke tangan Jihan. kini gilirannya untuk menyambut pertanyaan dari Saga.

"Sebelum aku menerima kamu sebagai suamiku, aku ingin bertanya. Apakah kamu yakin untuk menjadikanku sebagai pasanganmu dengan segala kekurangan yang aku miliki sepanjang hidupmu?" tanya Jihan dengan suara bergetar seiring dengan debaran jantungnya yang seakan tak dapat ia kendalikan.

"In syaa Allah, aku siap menerima kamu dengan segala kekurangan dan kelebihan yang kamu miliki. Aku siap membersamai kamu dalam kondisi apapun sepanjang hidupku. Jadi, bersediakah kamu untuk menerimaku menjadi bagian dari hidupmu?" Saga menjawabnya dengan penuh ketegasan dan keseriusan.

Jihan menarik napasnya dalam-dalam. Suasana seketika menjadi begitu senyap menantikan jawaban yang akan Jihan berikan kepada Saga.

"Bismillahirrohmanirrohin, dengan iringan restu dari Padhe dan Budhe. In syaa Allah, aku Jihan Maira menerima Mas Saga Wilantara Hardikusuma menjadi calon suamiku," ucapan Jihan sedikit bergetar di akhir. Matanya berkaca-kaca, semacam ada satu kegelisahan yang sudah menguap begitu saja sesaat ia mengatakan jawabannya.

Sebuah KisahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang