part 41

75 14 0
                                    

Suara ambulance menggema di halaman kampus.

Orang-orang panik memegang dadanya masing-masing, jantung mereka berdegup berkali-kali lebih cepat.

Semua orang yang ada disana menganga tak percaya, baru sepersekian detik merasakan kebahagiaan yang belum usai namun kejadian tak mengenakan terjadi.

Dirinya bagai sebuah lelucon, ia pernah hampir dimatikan namun masih diselamatkan.
Nyawanya bak sebuah permainan tuhan, trauma akan kecelakaan tragis yang pernah merenggut nyawa masih berputar di memori otaknya.

Ntah mengapa Tuhan begitu senang mempermainkan takdirnya, berkali-kali hampir mati lalu kembali dihidupkan.

Terkadang ia berfikir,- jika seperti ini, kenapa tuhan tidak mengambil nyawanya untuk selamanya? Kenapa tuhan berikan lagi kehidupan untuknya?.

Sakitnya sudah kronis tapi fisiknya masih baik-baik saja, dengan kata lain luka di hati dan benaknya masih membekas bahkan bertambah.

Ambulance pergi meninggalkan area kampus, disusul dua mobil lain dibelakangnya.

Didorongnya brankar darurat dengan tergesa menuju ruangan putih bertuliskan IGD.

Beberapa orang berlarian tak tentu arah dilorong rumah sakit, kejadian ini seperti the Javu yang mereka alami.

Mereka berharap ini tidak akan pernah terjadi,

Lagi.

Garis hijau merentang disebuah monitor dengan suara khasnya.

Seorang pria berjas putih dengan stetoskop yang digenggamnya menghela nafas berat, ia memperhatikan pasiennya yang tergeletak di brankar.

Ia pasrah, tugasnya sudah selesai dan diambil alih oleh yang maha kuasa.

Ia sudah hafal betul dengan pasien dihadapannya itu "kamu gadis yang kuat, bertahun-tahun menahan rasa sakit walau sudah berkali-kali diajatuhkan"

"Sus, kainnya" pinta sang dokter

Kain putih itu dibentangkan diatas tubuh seorang gadis yang betah terlelap diatas brankar.

Dia adalah gadis yang baik, mungkin pasiennya lupa bahwa dulu ia pernah menyelamatkan nyawanya.

-

Orang-orang telah pergi meninggalkan pemakaman, dengan pakaian serba hitam dan putih juga payung yang mereka bawa.

Beberapa dari mereka menyempatkan untuk menaburkan bunga dan air diatas rumah terakhir yang baru dibuat itu, mereka datang dengan duka cita.

Namun beberapa orang masih setia disana dengan tangis yang belum reda.

Mereka masih berfikir akan kejamnya takdir yang kembali mengambil seseorang yang paling mereka sayang beberapa tahun belakangan ini.

Namun kali ini mereka benar-benar tidak bisa membantah, delapan orang itu harus kembali menerima kenyataan pahit bahwa orang yang mereka jaga harus pergi selamanya.

Kenangan-kenangan itu kembali berputar.

Tawanya, senyumnya, kepolosannya, sifat cerianya, kedewasaannya, nasehatnya... Ahh! Itu semua hanya kenangan, kenangan yang hanya akan menjadi kenangan.

Apa ini akhirnya? Tapi kenapa? Kenapa secepat ini? Bahkan gadis itu belum memberikan jawabannya!

Sudah banyak orang yang kembali menghampiri mereka berkali-kali untuk meminta mereka pulang karna hari mulai gelap, namun berkali-kali juga mereka menolak.

Isakkan itu terdengar pilu, mereka menangis sembari mengusap sebuah papan kayu berwarna putih bertuliskan,-

Tamara Amelia

Binti

Raharja.

He is mine '²Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang