6 - Marta Datang

944 189 32
                                    

"Bang, temen aku mau ke rumah," lapor Lyra, sejenak menurunkan ponselnya dan menatap Daniel yang tiduran di sofa seberang sambil membaca kitab perundang-undangan. Tumben waras.

"Emang lo punya temen?" tanya Daniel tanpa menoleh.

Lyra merengut. "Punyalah."

"Berapa?"

"Satu."

"Nama lengkap?"

"Marta Magdalena."

"Panggilannya?"

"Marta."

"Jurusan?"

"Desain interior."

"Anak mana?"

"Bekasi- eh bentar. Abang kok malah interogasi aku sih?!" Lyra langsung duduk dan menatap abangnya dengan galak.

Daniel mendenguskan tawa melihat keluguan adiknya. Ampun deh, nemu di pasar ikan mana sih bentukannya gini amat yang jadi adek gue. "Baru sadar lo?"

Lyra menghela napas, rebahan lagi di sofanya dan menatap layar ponsel. "Pokoknya besok Marta main kesini."

"Kenapa ngga Minggu aja?"

"Minggu dia ke gereja."

"Oh. Mudah-mudahan betah deh."

Lyra mengangguk setuju. "Harus lah, makanya rumah jangan dibikin kayak kapal pecah."

"Pfft!"

Cewek yang mengenakan piyama meski siang hari itu menatap abangnya yang tampak menahan tawa. Matanya memicing curiga. "Abang kenapa?"

"Dek," Daniel berbaring miring ke kanan untuk menghadap adiknya dengan tangan kanan menopang kepala, posenya persis seperti patung Budha, dan menatap Lyra (sok) bijak. "Umur lo udah 18 tahun. Udah waktunya fokus sama dunia nyata. Kalo lo masih sering terjebak sama dunia lo, ya gini jadinya."

"Gini gimana?"

"Ngga nyambung. Maksud gue, semoga Marta betah temenan sama lo yang suka ngomong sendiri. Yang kadang ngga nyambung. Suka ngelamun sendiri. Bukan betah di rumah ini. Yakali, makin oneng aja adek gue."

Lyra mengerutkan kening tidak terima, menatap abangnya yang sudah rebahan lagi, tapi dengan kitab terbuka yang menutupi wajahnya. "Bang, aku ngga ngomong sendiri! Dia emang ada kok."

"Ada. Ada dalam benak lo."

"Ck! Abang mah!" Lyra tidak tau kenapa abangnya masih berpikir bahwa selama ini Lyra hanya sendiri. Padahal kan waktu mereka kecil, abangnya juga yang menyaksikan bagaimana mobil remotnya mendadak jalan sendiri di tengah malam di saat baterainya saja mati. Mereka memang ada. Dan kebetulan Lyra memiliki kemampuan untuk mengenali mereka.

Abangnya juga menyaksikan bagaimana seorang 'paranormal' membantunya terapi selama setahun.

"Abang?"

"Hm?"

"Emang orang kayak abang ngga percaya mereka itu ada?" tanya Lyra random.

"Calon pengacara kayak gue harus terbiasa berpijak sama fakta-"

BRAK!!

Daniel berjengit kaget karena pintu kamar mandi bawah terbanting menutup, lantas menurunkan kitab perundang-undangan yang menutupi wajahnya dan mendapati Lyra membalas tatapannya dengan datar. Cowok itu lantas mendesah. "Angin," gumamnya yakin.

"Angin mana yang masuk lewat jendela yang ketutup?" tanya Lyra, mencibir abangnya yang sudah cuek rebahan lagi. "Abang cuma perlu percaya mereka eksis, biar ngga diganggu lagi."

Anak Mapala - 🌐SHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang