34 - Kultum Dari Daniel

766 188 20
                                    

Terbiasa menikmati waktu yang ada, cenderung santai, membuat Lyra menyadari bahwa belakangan ini ia sedang tidak ingin waktu berlalu.

Alasannya apalagi kalau bukan karena tidak mau ditinggal mas crush pergi KKN.

Cewek itu mengeluhkan Faro yang harus KKN di pedalaman. Kalau di perkotaan sih jadinya PKL.

Sekarang, setiap bangun tidur Lyra selalu melihat tirai lucu hadiah dari Faro, memastikan benda itu baik-baik saja dan tersenyum.

Bahkan setelah Lyra rutin mengonsumsi vitamin dari dokter, sudah tidak ada lagi memar yang ia dapat meski sejak awal Dokter Bram bilang Lyra baik-baik saja.

Belakangan ini mereka juga semakin dekat. Faro sudah seringkali terang-terangan menunjukkan perhatiannya. Bahkan di kampus cowok itu tidak segan menggandeng kelingking Lyra dan mengayunkannya di sepanjang perjalanan dari sekre ke lapangan parkir. Kan gemas.

Ah iya, orang akan mengira mereka cinlok.

Dan ajaib juga, tidak pernah ada yang mengganggu Lyra soal Faro. Padahal kan biasanya hal seperti itu pasti terjadi. Pasti ada pihak yang tidak terima kalau cowok populer kampus ternyata dekat dengan cewek biasa saja yang tidak populer, bahkan cenderung aneh.

Tapi meski begitu, menjelang keberangkatan KKN, Faro jadi semakin sibuk. Cowok itu memiliki agenda rapat yang banyak, entah dengan kelompok KKN-nya, atau dengan Profesor Haris mengenai proyek dan skripsi, atau entah dengan yang lain lagi yang membicarakan prospek dengan perusahaan di Sumatra.

Meski sering menghabiskan waktu bersama di mobil cowok itu, Lyra kadang hanya jadi obat nyamuk yang mendengarkan Faro menerima telepon. Benar-benar cowok itu.

Untungnya Lyra sayang.

Cewek itu juga serius dengan perkataannya pada Bunda bahwa ia mengebut mendoakan Faro biar jadi jodohnya.

Lyra menatap Faro yang kali ini sedang membicarakan Pangandaran, sinyal, rumah kontrakan, dan Pak Kades. Dari cara bicara dan pembahasannya, Faro tampak terencana dan detail sekali.

Harus bisa dapet Kak Faro pokoknya.

Kemudian setelah teleponnya selesai dan Faro hendak melajukan kembali mobilnya, cowok itu menyadari Lyra masih menatapnya daritadi. "Kenapa, Ra? Laper lagi?" tanyanya mengingat mereka baru saja makan nasi Padang dan Lyra sempat nambah.

Cewek bermata kucing itu menggeleng. "Kenapa sih Kak Faro dari kemarin ngomonginnya Pangandaran, Kalimantan, Sumatra terus?!" protesnya.

Faro mengernyit heran, bertanya tanpa suara lewat raut wajahnya.

"Ngomongin Singapura kapan?" todong cewek itu. "Liburan ke rumah akunya kapan lagi? Mama nanyain Kak Faro tuh."

Mendengar gerutuan Lyra, Faro tersenyum. Tangannya terulur mengusak rambut panjang Lyra. "Sekarang udah inget?"

"He'em. Lagian Kak Faro ngapain coba dulu itu pake topi terus, jadinya aku ngga inget. Udah gitu pas ketemu lagi di Jakarta sok-sokan kayak yang belum kenal."

Faro tergelak, membiarkan Lyra terus menggerutu sepanjang sisa perjalanan pulang.

"Jadi kapan kakak ke Singapura lagi?"

"Tunggu Coldplay gelar konser lagi disana," jawab Faro.

Lyra samar-samar ingat kalau dulu teman-teman Daniel menginap di rumah karena mau datang ke konsernya Coldplay. Cewek itu manyun dengan tangan bersedekap. "Berapa tahun lagi tuh?!"

"Ngga tau juga ya," kekeh Faro.

"Kak Faro," Lyra memposisikan duduknya menghadap Faro dengan wajah serius. "Selama KKN nanti ngga bakal lirik-lirik cewek lain kan?"

Anak Mapala - 🌐SHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang