Selesai mengunci pagar, Lyra langsung berlari kecil menyusul Faro dengan senyum yang berusaha ia tahan tapi gagal. Senyumnya berkembang menjadi cengar-cengir yang pasti akan membuat abangnya gumoh. Jaket parka yang cewek itu kenakan agak melorot dari bahu kanannya saat ia semakin dekat dengan Faro. Rambutnya yang ia kuncir ekor kuda bergerak mengayun ke kanan-kiri.
Carrier besar dan berat milik Lyra sudah dibawa cowok itu di punggungnya. Ajaibnya, Faro tidak terlihat keberatan sedikit pun sementara Lyra sekedar menyeretnya saja sudah sudah payah.
Sebaliknya, Faro masih terlihat seolah tidak membawa beban apapun. Posturnya tegap, langkah kakinya lebar dan mantap. Kedua tangannya di saku celana.
Saat menyadari Lyra tidak ada di sampingnya, Faro menghentikan langkah, menoleh ke tempat Lyra juga berhenti. "Kenapa di belakang? Sini jalan samping gue."
"Kak Faro jalannya kecepetan. Tas aku berat banget padahal."
"Emang berat sih." Faro nyengir.
Lyra meringis malu. Bawaannya memang heboh. Rempong pokoknya. Makanya semalam Daniel menginap di sekre daripada ambil resiko diteror Lyra yang pasti meminta pendapatnya mana saja yang harus dibawa, meski ujung-ujungnya sudah jelas dibawa semua.
Dasar cewek!
"Ya udah sini." Faro mengulurkan tangan kanannya untuk menggandeng Lyra dan lanjut melangkah.
Tubuh cewek itu langsung kaku, tapi tetap memaksakan jalan daripada diseret. Tangan Faro terasa hangat, melingkupi tangannya yang lebih kecil dan Lyra berharap tangannya sendiri juga terasa sama hangatnya seperti Faro. Kan biar sama-sama berkesan. Tapi momen ini betulan membuat Lyra ingin teriak sambil loncat-loncat saking gugupnya. "Kak-"
"Hm?"
"Aku bukan anak TK yang harus digandeng."
Faro tertawa. "Kalo ngga digandeng jalan lo lambat kayak Putri Solo."
"Kalo ini sih lari namanya."
Memang betul, Lyra jadi harus melangkah cepat - sesekali berlari kecil, buat mengimbangi langkah lebar cowok itu.
"Lagian Kak Faro jalan cepet banget. Itu kaki apa egrang coba?!"
Faro tersenyum geli tanpa menoleh. "Kita bisa ditinggal kalo kelamaan."
"Ngga apa-apa asal sama Kak Faro," gumam Lyra pelan.
Faro menoleh sekilas. "Kenapa, Ra?"
"Ngga, ngga ada apa-apa."
5 menit kemudian, mereka tiba di bis berwarna merah di depan komplek. Faro langsung menyerahkan carrier Lyra pada kondektur bis yang memasukannya ke bagasi bersama carrier lain.
Sementara tidak jauh dari bis, tepat di bawah pohon kersen, Daniel Malik sedang nongkrong di salah satu becak sambil minum es kelapa muda yang langsung dihabiskannya sekali teguk begitu melihat Faro dan Lyra datang.
Daniel segera membayar pada ibu penjual es kelapa muda yang sudah mereka kenal, lantas berlari kecil menghampiri Faro dan Lyra dengan tatapan nyinyir. "Hampir aja gue ngajak Arjuna makan bakso kalo kalian ngga datang," sindirnya, membuat Lyra memutar mata malas.
"Gue pikir lo bakal nyusul gue begitu tau gue diajak ke kamar adek lo?"
"Emang Bang Niel kenapa waktu tau aku ngajak Kak Faro ke kamar aku?" tanya Lyra dengan tampang kepo yang kelewat polos. Abang becak yang mendengarnya saja sampai hampir tertawa.
"Abang lo panik."
"Kok panik?" tanya Lyra lagi.
Kali ini Faro menatap cewek itu dengan tatapan lo-beneran-ngga-tau-maksudnya? sampai Lyra harus berdehem untuk membuat cowok itu berkedip.
KAMU SEDANG MEMBACA
Anak Mapala - 🌐SH
Fiksi PenggemarKeanehan yang terjadi sejak Faro menolak Lyra di lapangan Fakultas Geografi.