Menjelang jam 8 malam ketika semua sudah selesai makan, sudah membersihkan sisa kotoran, dan sudah sholat, Faro meminta semua orang berkumpul dengan kelompok masing-masing.
Lyra duduk nyempil di antara Ela dan Mamat yang berselimut sarung, sebisa mungkin berada dekat api unggun sembari memperhatikan Faro yang berdiri di depan sana, berlatarkan danau luas dengan 2 puncak gunung dan beratapkan langit berbintang.
"Untuk sampai di Ranu Kumbolo ini, gue yakin sebagian dari kalian ngga mengalami masalah, sementara sebagian lain mungkin punya kesulitan," ujar Faro. "Tapi jangan bersedih, jangan putus asa, dan jangan ngerasa bersalah. Terima kasih buat kerja tim kelompok masing-masing. Gue harap malam ini semua bisa istirahat dengan tenang, jaga ucapan dan tingkah laku sama penghuni sini. Karena inget, bukan cuma kita yang ada di gunung."
Lyra mengangguk-angguk. Kak Faro ganteng. Harus banget ditikung!
"Untuk yang ngerasa atau ngelihat temannya dalam keadaan ngga fit, gue minta kerjasamanya untuk menghubungi panitia medis. Kita semua harus saling support. Untuk anggota yang ngga fit, gue harap kalian ngga bersedih kalau kondisi ngga memungkinkan untuk ikut summit besok pagi." Faro menatap sekeliling, pada berpasang-pasang mata yang menatap ketua perjalanan mereka dengan khidmat berlatarkan alam Gunung Semeru. "Puncak bukan segalanya. Yang terpenting dari pelatihan ini adalah pelajaran yang bisa kalian ambil hikmahnya, dan semua bisa pulang dengan selamat."
"Asli gue merinding denger Kak Faro, ber-damage banget wibawanya," gumam Mamat.
Lyra mengangguk setuju, sebelum perhatiannya terarah lagi ke depan.
"Besok jam 1 pagi, kita bakal summit ke puncak Mahameru. Semoga perjalanan besok lancar biar kita semua selamat."
Lyra, yang tanpa sadar air mata menetes dari sudut matanya, merasa perasaannya membuncah. Ini adalah pendakian pertamanya seumur hidup. Ia diberi hadiah istimewa berupa kelompok yang sangat membantunya dalam banyak hal.
Dengan perasaan campur aduk, cewek itu menunduk. Berdoa dalam hati biar besok ia punya kesempatan melakukan summit attack ke puncak.
Selama sesaat, ia melupakan niatnya untuk menikung Faro saat mendengar cowok itu menyuruh semuanya agar bersiap tidur.
💤💤💤
Ketika mendengar suara kasak-kusuk di dekatnya, Lyra pikir ini sudah waktunya bangun untuk bersiap summit. Cewek itu tidak mau ketinggalan.
Jadi Lyra berbalik, berusaha membuka mata yang ternyata berat sekali, sebelum menyadari bahwa tubuhnya terasa remuk dan kaku.
"Rghh..." Cewek itu sontak mengerang lemah.
"Ra, lo ngga apa-apa?" Alin meraih lengannya, mencoba bertemu dengan kesadaran Lyra. "El, lo panggil Kak Faro. Lyra udah sadar."
"Lin-" Lyra lantas berdehem saat tenggorokannya terasa lengket. Alin cepat-cepat menuang teh panas ke tutup termos dan menyodorkannya pada Lyra.
"Gimana tehnya?"
"Dingin," sahut Lyra.
Alin terkekeh. "Iya sekarang suhunya hampir minus, Ra."
"Pantesan dingin banget. Sekarang jam berapa?"
"Bentar lagi jam 1."
Lyra kembali bergelung di sleeping bag-nya, hampir tertidur lagi andai saja pintu tendanya tidak dibuka secara tiba-tiba oleh Faro. Cowok itu langsung menghampiri Lyra dan memeriksa keningnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Anak Mapala - 🌐SH
FanfictionKeanehan yang terjadi sejak Faro menolak Lyra di lapangan Fakultas Geografi.