14 - Rumah Kosong

868 182 38
                                    

Lyra berdiri seorang diri di sekre, menatap foto diklat Mapala tahun ini berlatarkan danau di Ranu Kumbolo, dengan 2 bukit di belakangnya. Diklat angkatannya.

Tatapan cewek itu mencari di antara orang-orang yang berpose berdempetan, saling berangkulan, beberapa yang baris di depan memegang banner bertuliskan 'Diklat Mapala 2021 Universitas Indonesia' dengan tulisan-tulisan yang lebih kecil di bawahnya. Juga ada yang memegang bendera Mapala kampus mereka.

Itu dia!

Lyra berdiri di paling depan, nyempil di antara Daniel dan Faro, tidak memegang banner karena tangan kanannya diangkat Daniel seolah adiknya itu habis memenangkan pertarungan tinju. Sementara Faro lebih manusiawi. Cowok itu menoleh pada Lyra dengan senyum lebar, dan Lyra membalasnya dengan senyum yang tak kalah lebar.

Persis seperti itu ketika kamera mengabadikan. Foto itu pula yang dipilih untuk dicetak dan diabadikan di sekre, melengkapi foto-foto diklat tahun sebelumnya, membuat pemandangan 2 orang yang bertatapan sambil melempar senyum lebar itu cukup menarik perhatian.

Tidak masalah. Lyra suka. Entah Faro. Atau Fara. Atau barangkali keduanya sudah terlalu dewasa untuk sekedar meributkan pose yang kebetulan terabadikan itu.

Tapi yang jelas, kalau Lyra adalah ceweknya Faro, dia pasti bakalan cemburu melihat Faro menatap cewek lain dengan senyum selebar itu.

Pintu sekre terbuka. Arjuna datang, tampak berbincang mengenai jadwal pendakian di liburan semester dengan seseorang di belakangnya. Faro, yang melangkah santai dengan menyangga ransel di bahu kanan, melambai singkat pada Lyra.

"Daritadi disini?"

Lyra mengangguk, berbalik dan kembali memandangi deretan foto Mapala yang bahkan sudah ada sejak sebelum cewek itu lahir. Sementara Arjuna terdiam di tempatnya, terperangah menatap sekre yang biasanya berantakan -tapi nyaman, kini tampak rapi dan semakin nyaman.

"Ini ngga mungkin Pak Boy yang beresin kan?!" heran Arjuna.

"Menurut lo aja." Faro terkekeh, rebahan di sofa sebelah Lyra dan menatap cewek itu seolah ia tau siapa yang membuat sekre menjadi rapi. Siapa lagi kalau bukan Lyra? Dia mana tahan melihat tempat berantakan.

Waktu mereka mendaki Semeru bulan lalu, Mamat sempat mengomentari betapa rapinya penataan isi tenda yang ditempati kelompok cewek.

Ah iya, pendakian ke Semeru itu sudah sebulan berlalu. Tidak terasa. Karena begitu mereka balik kampus, segala kesibukan perkuliahan langsung memenuhi hari mereka lagi.

"Bang Niel masih belum selesai ya, kak?" Lyra bertanya pelan pada Arjuna yang dibalas gelengan dari seniornya.

"Lo disuruh nunggu disini lagi?"

"Iya, kak."

"Jam segini Daniel lagi kelas terakhir Pidana, biasanya pulang telat karena dia harus nemuin dosen." Faro nimbrung, membuat Lyra kembali memperhatikan cowok yang sudah duduk sembari melihat jam tangannya. "Udah sore, pulang sama gue ya, daripada nunggu sendirian disini."

"Kak Arjuna?" tanya cewek itu, mempertanyakan eksistensi senior yang sedang mencari sesuatu di rak.

"Juna cuma ambil berkas, abis itu pulang."

"Kalau Kak Faro?"

Faro mengusap belakang kepalanya, membuat rambut kepanjangan cowok itu makin berantakan. "Gue cuma mampir soalnya lampu sekre lagi nyala. Mobil gue kebetulan parkir deket sini."

"Oh-"

"Pulang sama gue ya?"

"Aku ijin Bang Niel dulu biar ngga nyariin."

Anak Mapala - 🌐SHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang