"Kak Faro pulang duluan aja."
"Ngga mau."
Lyra mengerjap bingung melihat Faro turun dari mobilnya dan malah mengikuti cewek itu memasuki rumah. "Kak Faro mau minum dulu? Mau minum apa, kak?"
"Apa yang ada aja."
"Mau dalgona ngga, kak? Rencananya aku mau bikin itu sih," tawar Lyra sembari membuka pintu dan menawarkan Faro untuk masuk lebih dulu.
"Boleh."
Lyra kemudian kembali ke teras lagi untuk menaruh sepatu kets Faro di raknya agar rapi, membuat si empunya nyengir sendiri. "Tapi dalgonanya mau aku variasiin biar ngga monoton. Tetep mau, kak?"
"Hu'um," sahut Faro seraya duduk di sofa. Rumah itu memang sudah terasa seperti rumah sendiri, Faro bahkan hapal setiap detailnya. Bedanya setelah ada Lyra tentu saja tempat itu jadi lebih rapi, bersih, wangi, dan manusiawi. Cowok itu meraih remot untuk menyalakan tv sementara Lyra langsung ke kamar untuk mengganti pakaian luarnya dengan piyama.
Piyama? Siapa yang masih sore begini memakai piyama?
Tayangan salah satu film dari saluran HBO itu sayangnya tidak bisa membuat Faro mengalihkan pikirannya dari kejadian semalam dimana ia menemukan Lyra terlelap di rumah kosong seberang.
Faro melirik Lyra yang sedang sibuk di dapur, membuat dalgona dengan variasi entah apa sembari melihat sesuatu di Youtube. Cowok itu mendekat dan duduk di kursi mini bar, memainkan manual wisk yang tidak terpakai karena Lyra lebih memilih pakai yang mesin. "Ra," panggilnya ragu.
"Kenapa, kak?"
"Kemarin... yang manggil lo ke rumah seberang itu- siapa?"
Lyra berhenti sejenak, menatap lantai seolah ia bisa melihat sesuatu disana, kemudian menggeleng. "Aku ngga lihat, kak. Cuma ada suara yang manggil aku dari arah seberang."
"Terus lo samperin?"
"Awalnya ngga aku peduliin. Tapi suaranya manggil-manggil aku terus. Aku pikir- kayak suara orang minta tolong, kak. Tapi begitu tiba disana ternyata ngga ada orang."
"Habis itu gimana lo bisa ketiduran disana?"
Lyra tampak ragu sejenak sebelum menjawab, "Tiba-tiba aja aku- ngantuk, kak. Disana ada yang nyanyi. Sama ada..."
"Apa?"
"Musik gamelan," jawab Lyra pelan.
Faro terdiam di tempat, tidak bisa menjawab karena sesaat ia merasa AC jadi terlalu dingin dan ada angin lewat yang membuatnya merinding.
"Kak Faro ngga harus percaya kok." Lyra tiba-tiba berujar, membuat Faro kembali menatapnya. Obsidian beradu dengan manik kecokelatan yang menarik.
"Hm?"
"Cerita aku- yang aku alami emang ngga masuk akal. Kak Faro ngga harus percaya sama cerita itu." Lyra menjelaskan dengan nada cepat, bermaksud agar Faro tidak terbebani atau merasa 'harus' percaya hanya karena ia adik sahabatnya.
"Kenapa lo pikir gue ngga harus percaya sama cerita lo?"
"Karena-" Lyra menunduk lagi, memandang kakinya yang beralaskan sandal rumah berkepala kucing. "Orang-orang juga begitu. Cerita aku ngga masuk akal buat mereka."
"Karena mereka ngga mengalami apa yang lo alami," jelas Faro, mengklarifikasi bahwa wajar Lyra merasa asing karena tidak semua mengalami itu meski benar adanya. Cowok itu kemudian berdiri, menghampiri Lyra di balik meja pantri. "Tapi gue percaya kok."
"Hah?" Sorot mata Lyra tampak bingung dan tidak yakin, seolah dipercaya orang lain untuk kejadian yang sering terjadi padanya itu adalah hal yang belum pernah terjadi. "Kenapa Kak Faro percaya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Anak Mapala - 🌐SH
FanficKeanehan yang terjadi sejak Faro menolak Lyra di lapangan Fakultas Geografi.