Emptiness

245 56 12
                                    

Sudah satu tahun sejak Soeun meninggalkan markas The Shadow dan memilih hidup di jalanan. Ada rasa kosong yang menyelimuti hatinya. Namun, Soeun tak mau larut dalam emosi tersebut.

Soeun menatap ke langit. Warna orange kemerahan menghiasi langit saat matahari siap kembali ke peranduannya. Soeun kembali menatap lurus ke depan. Matanya menatap penuh selidik pada gang sempit yang nampak tak berpenghuni.

'Aku butuh makan. Aku butuh uang. Mungkin setahunan ini aku terlalu bergantung pada si brengsek itu' pikir Soeun.

'... tapi tidak lagi. Aku tak ingin berurusan dengan pria itu dan kelompoknya' lanjut Soeun dalam hati.

Terkadang Soeun merasa semuanya memang salahnya karena merasa sangat marah dan terluka. Masa lalunya juga bertautan dengan masa lalu teman-temannya. Tapi, Soeun tak pernah sekalipun membuka masa lalu mereka pada siapapun.

Soeun pun merasa masa lalunya lebih kelam dibandingkan dengan masa lalu teman-temannya. Tapi mengapa mereka memilih membuka masa lalunya dengan Jaerim pada Junho? Soeun tak yakin mereka melakukan hal itu untuk membuatnya malu.

Jauh di lubuk hatinya, Soeun berpikir mungkin teman-temannya hanya bermaksud baik padanya. Namun, Soeun sudah pada titik tak peduli hal tersebut. Karena jika ia menggunakan rasionalitasnya, sangat tak mungkin baginya untuk bertahan hidup dengan masa lalu yang sangat kelam, setidaknya jauh lebih baik untuk menguburnya dibandingkan kembali mengorek sesuatu yang sangat gelap dan kotor sebagai bagian dari hidupnya.

Dan Soeun pun merasa dirinya sangat bodoh. Sangat sangat bodoh karena mengharapkan sesuatu dari bos mafia the shadow. Apa yang bisa ia harapkan dari pria yang juga punya masa lalu yang kelam sama sepertinya? Atau mungkin jauh lebih kelam.

Apa itu kebaikan? Kebahagiaan?

Soeun pun sadar bahwa bagian lain dari pria itu yang ia lihat, yang nampak baik dan hangat hanyalah tipuan. Sebuah ilusi bagi Soeun. Soeun pun masih tak habis pikir bagaimana kata-kata pria itu bisa sangat menyakitkan baginya. Ibarat belati yang ditancapkan langsung ka dadanya. Apapun yang ia rasakan terhadap Junho telah lenyap, bergantikan kebencian untuk melupakan rasa sakit di hatinya. Meskipun, terkadang membencinya terasa lebih sulit bagi Soeun.

Dan Soeun pun memilih untuk membenci semuanya.

Ia hanya ingin luka di hatinya menghilang. Atau mungkin akan lebih baik jika ia melarikan diri dari sumber rasa sakit yang ada di hatinya. Dan ia sukses melakukannya.

Atau mungkin ia seharusnya membunuhnya dan juga yang lainnya? Well, ia hampir melakukannya.

Lalu apa yang seharusnya ia lakukan? Rasa sakit semakin berdenyut tidak peduli apapun yang ia lakukan. Tidak peduli betapa marahnya ia. Tak juga peduli sebesar apa kebencian yang ia hadirkan dalam dirinya. Rasa sakit itu tak jua menghilang.

Soeun ingin mereka semua menghilang. Selamanya. Ia pun berdoa sepenuh hati agar itak pernah lagi bertemu dengan salah satu dari mereka. Soeun lebih memilih hidup di jalanan daripada menjadi wanita penghangat ranjang bos mafia the shadow dan diejek oleh mereka yang mengaku sebagai temannya.

Bullshit. Everything was bullshit.

Soeun merasa dirinya yang dulu perlahan mulai kembali. Ternyata apa yang selama ini ia Yakini memang benar adanya. Teman hanyalah ilusi. Kepercayaan hanya omong kosong yang digunakan untuk membuatnya lengah. Kebahagian itu sementara. Satu-satunya hal yang nyata di dunia nya yang gelap bagi Soeun adalah kebencian.

Soeun menghela nafasnya. Kakinya pun terus menapaki lorong gelap yang senyap. Lorong yang gelap yang lagi dan lagi mengingatkan padanya memori satu setengah tahun yang lalu saat Junho menemukannya dan membawanya keluar dari gang sempit yang dingin dan gelap.

Dark LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang