32; logic

296 48 19
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Alarm di handphoneku sudah berulangkali bersuara sejak tadi, membuat bising pagiku, tapi alih-alih mematikannya, aku semakin menggulung diriku ke dalam selimut, aku sama sekali tidak berniat pergi ke sekolah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Alarm di handphoneku sudah berulangkali bersuara sejak tadi, membuat bising pagiku, tapi alih-alih mematikannya, aku semakin menggulung diriku ke dalam selimut, aku sama sekali tidak berniat pergi ke sekolah.

Tidak dengan mejaku yang kotor.

Tidak dengan semua bisikan menjijikan.

Tidak untuk tersiram sebotol air lagi.

Tidak untuk mendapatkan kejutan dari dalam lokerku.

Dan...

Tidak untuk menangis lagi.

Sejak pulang dari sekolah kemarin, aku sama sekali belum makan. Nafsu makanku hilang tak bersisa, tubuhku lemas, tapi untuk bangun dari ranjang dan sekedar mengisi perut saja aku enggan.

Ini sudah yang kesepuluh kalinya alarmku berbunyi.

Dengan amat sangat terpaksa, aku duduk, mematikan alarmnya.

Walaupun enggan, aku bangun, masuk ke kamar mandi untuk bersih-bersih, dan membulatkan keberanianku untuk berangkat sekolah.

Sebelum berangkat, aku menjejalkan sebungkus roti dan segelas susu ke dalam mulutku.

Setidaknya, aku harus punya tenaga untuk menghadapi surprise yang mungkin masih akan berlanjut.

Setelah perdebatan batin yang ternyata dimenangkan oleh logika, aku sampai di tempat yang sangat ingin kuhindari.

Aku sudah sampai di depan sekolahan, menatap dengan lesu gerbang yang menjulang tinggi di depanku. Aku tidak ingin kembali mengulang mimpi burukku kemarin.

Aku penakut?

Tentu saja! Aku tidak akan menyangkal fakta yang satu ini.

Aku ketakutan dan tidak percaya pada diriku sendiri. Aku ketakutan karena omongan orang. Sangat lucu kan?

Ketika aku berjalan di koridor, ada seorang anak perepuan yang sedang duduk di kursi pinggir jalan, di depan kelas.

Dia dengan sengaja menjulurkan kakinya ketika aku hendak melewatinya, aku sadar, karena aku berjalan menunduk, bukan membusungkan dada.

You're Missing [Re-upload]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang