*Sang gemuruh petir

85 6 2
                                    

Kilatan cahaya disusul gemuruh petir terjadi berkali-kali disela derasnya hujan yang mengguyur bumi sejak sejam lalu. Tak heran jika petir bersahut-sahutan tiada henti mengingat cuaca siang tadi sangatlah terik. Langit menggelap seketika saat jarum pendek tepat berada diangka tiga.

Sebuah mobil hitam dengan kecepatan sedang melaju diantara derasnya guyuran air langit melintasi jalanan beraspal kasar.

Perempuan mungil berambut sebahu sesekali bersenandung mengikuti alunan lagu yang terputar di audio mobilnya dengan lantang tanpa menghiraukan suasana yang sedikit mencekam karena cuaca begitu tak bersahabat.

Sesekali tangannya melambai di udara mengikuti irama alunan lagu yang menghentak. Mengemudikan mobilnya dengan tenang tanpa memperdulikan keadaan di luar.

Sesekali pula pandangannya awas pada kaca berukuran tak lebih dari sebuah buku di atas kepalanya memperhatikan tatanan poni di dahi. Mengatur kemiringan yang tepat agar tetap menawan.

Ponsel pada dasboardnya menyala ada pesan masuk.

"Datanglah!" balasan dari pesan yang perempuan itu kirim sebelumnya mengabarkan bahwa ia ingin bertemu dengan sang penerima pesan.

Di tempat lain seorang pria menggeliat mencoba mengembalikan kesadaran, memicingkan kedua mata melirik tubuh seksi di pelukannya yang tanpa sehelai benang di balik selimut tipis. Ia bangkit tanpa menghiraukan perempuan yang terganggu oleh gerak tiba-tibanya.

Menyambar kimono tidur berwarna hitam di ujung ranjang dan segera membalutkan pada tubuh penuh ototnya.

Kei memeriksa ponselnya yang tergeletak di atas meja kerjanya. Menggeletakkannya lembut setelah membalas salah satu pesan dan melihat tak ada hal yang penting di ponsel hitamnya.

"Bangun dan enyahlah segera!" ucap Kei pada perempuan yang masih menyembunyikan sebagian tubuhnya di bawah selimut.

"Kau bilang tadi, kau tengah merindukanku. Aku masih ingin bersamamu, Rey. Tak lihatkah, kau-? Di luar hujan deras." Lirih wanita itu manja pada pria yang ia kenal dengan nama Rey.

"Bagaimana bisa, kau mengusirku?" rajuk sang perempuan seksi yang masih enggan beranjak dari atas ranjang itu dengan wajah manjanya memiringkan posisi tubuh seksinya menggoda.

"Kau mau aku menyeretmu paksa?" tegas Kei meradang.

Vona bergegas bangkit dan memungut pakaiannya yang berserakan di lantai tak ingin mendengar pria kekar itu menaikkan nada bicaranya lebih tinggi lagi.

Ia segera mengenakan semua busananya dengan buru-buru bergegas berlari ke luar ruangan setelah menyambar handbag di atas nakas.

Merasa telah dibuang oleh teman tidurnya, ia mempercepat langkahnya meninggalkan ruangan itu dengan kesal. Ia masih ingin berada dalam pelukan mesra pria itu.

Langkah Vona terhenti saat tiba di halaman rumah melihat betapa lebatnya hujan sore itu, ia menimbang antara menerobos cuaca yang buruk untuk menuruti perintah Kei atau bertahan sejenak menunggu hujan mereda.

Helaan napas panjang membantu memberi jawaban atas kebimbangannya ia harus bertahan sejenak. Tak ingin tubuhnya menggigil ia memilih bersandar dahulu pada pilar bercat biru tua di sampingnya. Menyalakan sebatang rokok dari dalam tasnya untuk mengusir hawa dingin.

Perhatian Vona kini terpaku pada mobil hitam yang berhenti kasar di halaman rumah itu. Mata sayunya membelalak kasar melihat pemandangan selanjutnya.

Alona perempuan berambut sebahu dengan pakaian serba hitam ketat sang pengemudi mobil hitam itu. Ia keluar dengan payung hitam dengan anggunnya. Melangkah perlahan dan tercenung dengan pemandangan di hadapannya pula.

The PartnerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang