Darah El

11 3 4
                                    

Seutas plastic strip berwarna putih melingkar kuat menyatukan pergelangan El. Perempuan itu melangkahkan kaki pasrah dengan wajah masam memasuki kediaman Queen Jess. Sesekali dorongan kasar diterima tubuh El dari Tania agar perempuan itu melangkah lebih cepat hingga tubuh mungilnya sedikit tersentak.

Bahu kirinya yang belum pulih seutuhnya, menjadi titik lemah yang di sasar Tania untuk meruntuhkan pertahanan perempuan mungil itu saat di mobil hingga berakhir dengan kondisi tersebut.

Langkah mereka terhenti di sebuah ruang santai keluarga yang cukup luas. Hingga bukan hal janggal jika sebuah kolam renang berada di sana.

Kursi goyang kayu mengayun lembut membuat wanita tua tak asing di mata El menikmatinya dengan mata terpejam. Jika terakhir kali El melihat wanita tua itu sebagai sosok seorang nenek penuh dengan cinta kasih, sudah dapat dipastikan wanita tua itu akan memandangnya dengan tatapan yang lain kali ini.

Langkah mereka memecah ketenangan wanita tua itu hingga ia membuka matanya lebar memeriksa keadaan. Queen Jess tersenyum miring menatap remeh El yang kini menatapnya malas. Ia segera bangkit dari kursi goyang menghampiri El. Langkahnya sudah tak tegak. Namun, wajahnya terlihat ponggah.

"Sudah selesai main sekolah-sekolahannya, Nona manis." Ucap Queen Jess dengan remeh.

El tersenyum miring mencondongkan tubuhnya pada wanita tua itu siap berbisik. "Jadi apa yang kau inginkan?" tanya El tanpa basa-basi. "Kau yakin akan mendapatkan apa yang kau inginkan dengan menyanderaku?"

Tawa El menggelegar sejenak tubuhnya menegak kembali dan memasang wajah ponggahnya. "Kau salah jalan, Nenek tua. Kingston tak akan mudah mengikuti skenariomu." Ucal El dengan tersenyum miring.

Tawa Queen Jess kini juga menggelegar membuat seisi ruangan ikut tertawa mendengarnya. Beberapa anak buah Queen Jess yang sudah berdiri lama di satu sudut dan beberapa yang lainnya di sudut lain juga saling pandang menahan tawa. Tak luput juga dengan Tania yang masih menebar senyum penuh kesombongan.

"Benarkah?" ucap Queen Jess seraya berbalik dan kembali duduk pada kursi goyangnya. "Lalu bagaimana dengan ini?" Queen Jess menghentakkan beberapa lembar foto di atas meja. Memanjangkan sebelah tangannya. "Periksalah! Aku yakin kau akan sangat terkejut."

El melangkah mendekati meja di depan Queen Jess. Memeriksa apa yang ingin Queen Jess tunjukkan padanya. Matanya memicing memeriksa setelah menatap singkat wanita tua itu.

Terkejut, sudah pasti. Pupil perempuan mungil itu membesar seketika. Bagaimana tidak terkejut jika lembaran-lembaran foto di atas meja itu adalah gambaran identitas dirinya yang sesungguhnya. Bukan terbongkarnya identitas aslinya yang membuat ia kehilangan keseimbangan.

Gambaran dirinya saat masih balita dengan ayahnya berada di deretan paling kanan, itu sangat tak asing karena itu seperti miliknya yang ia simpan baik-baik selama ini. Bergeser ke kiri adalah gambaran dirinya dalam gendongan seorang wanita berambut panjang bergelombang yang ia kenal sebagai Widia, putri semata wayang sang bos besar ibu dari Alice.

Bergeser ke kiri lagi beberapa lembar nampak hasil tangkapan candid Widia muda tengah berkencan dengan ayahnya muda. Bergeser lagi adalah foto pernikahan mereka. Hingga akhirnya mata El merujuk pada lembaran foto terakhir, foto keluarga King berserta keluarganya. Itu tak asing baginya karena pemandangan itulah yang selalu ia lihat saat memasuki kediaman megah King, sang bos besar.

"Jika aku memposisikan King pada diriku sendiri, maka tak akan ku biarkan setetes darahmu menetes ke bumi dengan sia-sia. Darah King mengalir kental dalam dirimu, Nona manis." Ucap Queen Jess dengan penuh intimidasi. "Aku tak pernah salah langkah bukan?" pungkas Queen Jess.

The PartnerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang