Pagi sudah terlalu siang untuk tetap bersembunyi di bawah selimut. Hawa dingin khas pagi membuat El enggan untuk bangkit dari ranjang empuknya. Hanya hasrat ke kamar kecil yang mampu mengalahkan rasa malasnya.
Ia segera bangkit dan bergegas menyelesaikan urusannya, berlanjut membasuh muka dan menggosok giginya. Saat menatap pantulan wajahnya pada cermin, perempuan itu beralih menatap ke seluruh sudut ruang kamar kecil dengan bingung menyadari ada aroma tak asing yang begitu kuat menusuk hidungnya, aroma kamper.
Beberapa sudah tergantung dengan manis, dan ada beberapa buah pula yang di biarkan tergeletak di lantai. El tak merasa menaruh benda itu dengan jumlah sebanyak itu. Hanya ada satu orang yang dapat melakukan hal itu. Siapa lagi kalau bukan Kei seorang.
Senyum geli dan kaku tergambar di wajah El setelah menyadari akan kebodohannya semalam. Ia menggaruk tengkuknya yang tak gatal, tak heran jika pria itu melakukan hal sedemikian rupa. Mungkin hanya aroma kamperlah yang dapat menghilangkan aroma tak sedap yang ia ciptakan.
Selesai dengan urusan kamar kecil, El berjalan ke arah balkon setelah beberapa saat menyapa ikan sekuning bendera partainya, memberinya sejumput pakan dan menyentuh toples itu dengan gemas.
El beranjak mencoba mencari udara segar untuk membuat tubuhnya segar pula. Melupakan nasib sial yang semalam ia alami.
Kedua tangannya ia tarik ke udara kuat-kuat. Saat akan menarik napas dalam ada sesuatu membuatnya menghentikan napas. Ada yang menarik perhatiannya. Matanya kini membulat sempurna menunjukkan rasa kagumnya.
Perempuan mungil itu lantas bergegas meninggalkan balkon lantai atas menuju lantai bawah. Berlari kembali menuju taman yang terhubung dengan balkon kamar tidurnya.
Kei bertelanjang dada tengah berolahraga rutin di pagi hari. Buliran-buliran keringat mulai menetes dari kulitnya. Ada beberapa bekas luka tembak dan sayatan tertoreh permanen di beberapa sudut. Namun, tidak mengurangi pesona masa-masa ototnya.
Hembusan napas yang teratur seiring posisi tubuhnya yang naik turun melewati batang besi pegangannya. Kekuatan tangan pria itu tak diragukan lagi mengingat entah sudah berapa kali ia melakukannya.
Kei menyadari ada yang mengamati kegiatannya itu. Ia lantas menghentikan kegiatannya beralih menatap tajam El yang berwajah penasaran.
Perempuan itu perlahan mendekatkan diri pada Kei yang tengah bergelantungan pada tiang melakukan pull up.
"Apa yang Kau lihat?" tanya Kei yang kini berdiri menjulang di depan El yang tengah melongo.
El menjulurkan telunjuknya perlahan, ia menusuk dada Kei yang ada di depan matanya. Itu benar-benar keras seperti dugaannya. "Apa, Kau makan nasi campur semen?" seloroh El dengan wajah polosnya. "Ini sangat keras dan berkotak-kotak," imbuh perempuan mungil itu walau rambutnya masih acak-acakan.
El terkejut saat Kei kembali menangkap telunjuknya dengan kasar.
"Ini bukan mainan. Cukup lihat dan jangan banyak bertanya!" ujar Kei dengan tegas.
El menarik telunjuknya dengan keras. "Ish, Kau ini pelit sekali." Cibir perempuan mungil itu.
"Aku memperolehnya bukan dengan cara instan, jadi jangan Kau buat candaan." Kei berlalu dari hadapan El dan menyabet handuk kecilnya yang tergeletak di meja, berlanjut mengelap buliran keringat di tubuhnya. Ia kemudian duduk dan meneguk air mineral dengan tenang.
El bergegas mengikuti Kei duduk dengan antusias. Pandangannya masih menatap Kei dengan nakal. Kei yang menyadari hal itu menutup sebisa mungkin dada kekarnya dengan handuk kecil di tangannya. Perasaan menyesal datang karena telah meninggalkan kaosnya di kamar tidur.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Partner
ActionLuka kehilangan cinta pertama sebagai anak perempuan, memaksa Alona memasuki sebuah organisasi bernama Kingston demi sebuah imbalan akan titik terang di balik kematian sang ayah. Dalam menjalankan misi-misinya perempuan 30 tahun itu harus bersaing...